Ukraina Umumkan Gencatan Senjata 30 Hari — 4 Negara Eropa dan Trump: Jika Rusia Melanggar, Sanksi Berat Akan Dijatuhkan

EtIndonesia. Pada Sabtu (10/5), para pemimpin dari Inggris, Prancis, Jerman, dan Polandia mengunjungi ibu kota Ukraina, Kyiv, dan mengadakan pertemuan langsung dengan Presiden Ukraina, Volodymyr Zelenskyy. Mereka juga melakukan pembicaraan melalui sambungan telepon dengan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump untuk membahas upaya perdamaian.

Setelah pertemuan tersebut, pemerintah Ukraina segera mengeluarkan pernyataan resmi yang menyatakan bahwa Ukraina dan negara-negara mitranya telah menyepakati gencatan senjata tanpa syarat selama 30 hari, dimulai pada 12 Mei. Jika Rusia menolak atau melanggar kesepakatan ini, maka negara tersebut akan menghadapi sanksi besar-besaran, dan negara-negara Barat berencana meningkatkan bantuan militer kepada Ukraina. Disebutkan pula bahwa Presiden Trump telah secara terbuka menyatakan dukungan terhadap inisiatif ini.

Kesepakatan Gencatan Senjata Ditandatangani: Berlaku Selama 30 Hari

Menurut laporan Reuters, setelah pertemuan di Kyiv dengan Presiden Zelenskyy, para pemimpin dari Inggris, Prancis, Jerman, dan Polandia segera menyatakan kesepakatan bersama mengenai gencatan senjata tanpa syarat.

Perdana Menteri Inggris, Keir Starmer menyatakan dalam konferensi pers di Kyiv: “Kami semua yang berada di sini, bersama Amerika Serikat, menyerukan kepada Presiden Rusia, Vladimir Putin: Jika ia benar-benar menginginkan perdamaian, inilah saatnya untuk membuktikannya. Tidak ada lagi ‘jika’ atau ‘tapi’, tidak ada lagi syarat atau penundaan.”

Pada hari yang sama, Menteri Luar Negeri Ukraina, Andrii Sybiha menulis di platform media sosial X (sebelumnya Twitter) bahwa para pemimpin lima negara bersama Presiden Trump telah mengadakan pembicaraan yang membuahkan hasil besar.

Ukraina dan para sekutunya siap melaksanakan gencatan senjata menyeluruh di darat, laut, dan udara setidaknya selama 30 hari, dimulai pada 12 Mei.

Jika Rusia bersedia mematuhi dan memperbolehkan pengawasan efektif terhadap implementasi gencatan senjata serta langkah-langkah membangun kepercayaan, maka jalan menuju perundingan damai akan terbuka.

Kedutaan Besar AS Peringatkan Potensi Serangan Udara Besar di Ukraina

Sehari sebelumnya, tanggal 9 Mei, Kedutaan Besar Amerika Serikat di Kyiv mengeluarkan peringatan bahwa mereka menerima informasi intelijen mengenai kemungkinan serangan udara besar di Kyiv dalam beberapa hari ke depan.

Warga negara AS yang berada di Ukraina diminta tetap waspada tinggi dan segera mencari perlindungan jika terdengar sirene peringatan serangan udara.

Kedutaan menyarankan warga AS:

  • Mengidentifikasi lokasi tempat berlindung terdekat sebelumnya,
  • Mengunduh aplikasi peringatan serangan udara seperti Air Raid Siren atau Alarm Map untuk menerima notifikasi secara real-time,
  • Dan menyiapkan perlengkapan darurat seperti air, makanan, dan obat-obatan.

Dalam keadaan darurat, warga diminta untuk mengikuti instruksi resmi dari pemerintah Ukraina dan petugas penyelamat setempat.

Trump Secara Pribadi Akui Sulit Akhiri Perang

Saat kampanye dan awal masa jabatan, Presiden Donald Trump berjanji untuk mengakhiri perang Rusia-Ukraina dalam 100 hari, namun batas waktu tersebut berakhir pada 29 April lalu.

Menurut laporan The Wall Street Journal tanggal 9 Mei, dalam sebuah pertemuan dengan para donor di klub pribadinya di Florida minggu lalu, Trump mengungkapkan frustrasi yang mendalam karena upaya mediasi perdamaian tidak berjalan mulus, bahkan menyebabkan dirinya sulit tidur.

Seorang donor bertanya kepada Trump tentang kekhawatiran terbesarnya dalam kebijakan luar negeri, dan Trump menjawab bahwa ia merasa negosiasi dengan Putin sangat sulit, karena Putin bersikeras ingin menguasai seluruh wilayah Ukraina.

Dalam beberapa minggu terakhir, Trump juga dikabarkan sering mengeluh kepada para stafnya bahwa Putin tidak menunjukkan keinginan untuk mengakhiri perang. Dia bahkan bertanya-tanya apakah Putin yang sekarang sudah berbeda dari era sebelumnya saat dia menjabat. Trump menyebut dirinya sangat terkejut atas serangan militer Rusia terhadap wilayah yang dihuni anak-anak.

Sikap AS dan Eropa Semakin Keras Terhadap Rusia

Laporan dari Bloomberg menyebutkan bahwa baik pejabat Eropa maupun AS kini menganggap Putin sebagai penghalang utama bagi upaya damai.

Dalam lingkaran internal Gedung Putih, pendekatan terhadap konflik ini dikabarkan semakin keras, dengan penilaian bahwa Putin tidak lagi dapat dipercaya sebagai mitra dialog.(jhn/yn)

FOKUS DUNIA

NEWS