India Hampir Picu Kiamat Asia Timur? Rudal Nyaris Hantam Fasilitas Nuklir Milik Pakistan, AS Langsung Turun Tangan

EtIndonesia. Setelah pengumuman gencatan senjata mendadak pada awal Mei, medan pertempuran di Asia Selatan berubah dari hiruk-pikuk menjadi sunyi senyap. Namun yang paling menakutkan bukanlah tembakan atau ledakan di medan perang, melainkan sebuah aksi sepihak penuh risiko dari India yang dilakukan tepat sebelum gencatan senjata diumumkan—yakni serangan rudal yang hampir memicu perang nuklir dan menjadikan krisis ini sebagai ancaman global.

Menurut laporan The New York Times pada 11 Mei, alasan sebenarnya Amerika Serikat tiba-tiba mengubah sikap dan aktif menengahi konflik bukan karena kesadaran akan perdamaian, melainkan karena sebuah rudal India nyaris menghantam fasilitas nuklir penting milik Pakistan. 

Sumber anonim menyebutkan bahwa beberapa jam sebelum gencatan senjata diumumkan, Angkatan Udara India melancarkan serangan kejutan terhadap sejumlah target strategis di Pakistan. Salah satu yang paling utama adalah Pangkalan Udara Nur Khan, yang merupakan pusat komando udara strategis Pakistan dan terletak sangat dekat dengan fasilitas pengelolaan senjata nuklir negara tersebut. Bila titik jatuh rudal tersebut meleset sedikit saja, Pakistan bisa menganggapnya sebagai ancaman strategis serius dan memicu reaksi nuklir sebagai bentuk pembalasan.

Namun yang lebih mengejutkan lagi adalah target serangan lainnya: Pegunungan Kirana, yang dikenal dengan nama sandi “Gunung Hitam”, merupakan lokasi paling rahasia bagi penelitian dan penyimpanan senjata nuklir Pakistan. 

Citra satelit dan analisis lintasan rudal dari berbagai lembaga intelijen menunjukkan bahwa sebuah rudal BrahMos milik India menghantam mulut terowongan di kawasan tersebut. Meski tidak menyebabkan kerusakan langsung pada instalasi bawah tanah, lokasi jatuhnya rudal sangat sensitif dan langsung memicu kewaspadaan global akan potensi eskalasi.

Pentagon pun menaikkan siaga. Sebuah pesawat intai nuklir B-350 AMS milik militer AS segera diterbangkan dari pangkalan luar negeri dan melakukan patroli intensif di wilayah udara Pakistan. Banyak media internasional menilai bahwa tindakan ini merupakan tanggapan langsung AS terhadap ancaman krisis nuklir yang sangat nyata.

Yang menarik, dalam konferensi pers setelah gencatan senjata diumumkan, militer Pakistan dengan tegas menyatakan bahwa mereka “tidak pernah meminta campur tangan pihak ketiga”, seolah ingin menegaskan bahwa proses mediasi bukan berasal dari inisiatif Islamabad. Pernyataan ini dianggap sebagai sanggahan terhadap narasi beberapa media Barat yang justru menyebut India sebagai pihak yang lebih “tenang dan terkendali.” Berdasarkan berbagai sumber yang saling mendukung, pihak yang sebenarnya meminta penghentian konflik adalah India sendiri.

Beberapa narasumber yang memahami dinamika keamanan Asia Selatan menyebutkan bahwa setelah peluncuran rudal, India mulai menyadari bahwa mereka telah nyaris melintasi “garis merah nuklir” milik Pakistan. Dalam kepanikan, India pun mencari jalan keluar melalui perantara diplomatik. Aksi militer yang dimulai dengan provokasi berani justru berakhir dengan ketakutan dan keraguan.

Seorang penasihat keamanan kawasan yang enggan disebut namanya bahkan menyindir, “India bukan dihentikan oleh diplomasi, tapi dihentikan oleh rasa takutnya sendiri.”

Namun, gencatan senjata yang mendadak ini tidak disertai mekanisme pemantauan, perjanjian pengendalian wilayah, atau proses penarikan pasukan. Bisa dikatakan ini hanyalah tombol “jeda” sementara, bukan solusi permanen. India tampak ingin menarik diri dengan cepat, sedangkan Pakistan berharap dunia internasional dapat melihat siapa sebenarnya yang menjadi provokator utama. Krisis yang hampir mencapai ambang perang nuklir namun tiba-tiba mereda ini menjadi peringatan keras bahwa kawasan ini sangat rentan terhadap salah perhitungan dan keputusan sembrono.

Situasi ini menunjukkan bahwa pengambilan keputusan militer India masih rentan terhadap inkonsistensi dan kesalahan strategi, serta minimnya kendali terhadap risiko eskalasi bersenjata. Dalam konteks kekuatan militer India dan Pakistan yang kini tak lagi timpang seperti dulu, satu kesalahan kecil saja bisa memicu efek domino yang mengacaukan seluruh sistem keamanan Asia Selatan.

Gencatan senjata tidak berarti konflik telah berakhir, justru memperlihatkan betapa rapuhnya stabilitas strategis kawasan ini. Ketegangan militer yang hanya berhenti karena alasan “nuklir” ini mengungkap bahwa India sebagai salah satu kekuatan regional sedang bermain api di tepi jurang perang besar. Sementara itu, menyelesaikannya dengan embel-embel “mediasi pihak ketiga” hanyalah sekadar kosmetik diplomatik untuk menutupi aksi militer yang hampir lepas kendali.(jhn/yn)

FOKUS DUNIA

NEWS