EtIndonesia. Di tengah upaya mediasi yang intens dari tim Presiden AS, Donald Trump, pertemuan langsung antara para pemimpin tinggi Rusia dan Ukraina dijadwalkan berlangsung pada hari Kamis (15/5). Namun, hingga kini, pihak Kremlin belum mengonfirmasi apakah Presiden Rusia, Vladimir Putin akan hadir secara langsung. Sementara itu, Presiden Ukraina, Volodymyr Zelenskyy menegaskan secara tegas: dia hanya akan berunding langsung dengan Putin, bukan dengan wakilnya.
Kremlin: “Besok Jumpa di Turki”, Tapi Bungkam soal Kehadiran Putin
Juru Bicara Kremlin, Dmitry Peskov, pada 13 Mei menyatakan bahwa delegasi Rusia akan berada di Turki pada 15 Mei untuk menunggu perwakilan Ukraina. Namun, dia tidak menyebutkan secara jelas siapa yang akan memimpin delegasi Rusia, ataupun jam pasti pertemuan tersebut.
“Rusia akan menunggu delegasi Ukraina di Istanbul,” ujar Peskov kepada Channel One Rusia. Namun saat ditanya siapa yang mewakili Rusia, dia menjawab: “Begitu Presiden merasa waktunya tepat, kami akan mengumumkannya kepada publik.”
Putin sendiri sebelumnya mengusulkan agar perundingan langsung antara Rusia dan Ukraina digelar di Istanbul pada 15 Mei. Zelenskyy kemudian menyatakan akan hadir, dengan syarat bahwa Putin juga hadir secara langsung.
Trump Masih Menimbang Kehadiran
Presiden AS Donald Trump, pada 14 Mei menyatakan bahwa dirinya masih mempertimbangkan apakah akan menghadiri pertemuan damai di Turki. Dia mengaku belum mengetahui secara pasti apakah Putin akan hadir.
Dalam perjalanan ke Qatar dengan pesawat kepresidenan Air Force One, Trump mengatakan kepada wartawan: “Saya tahu dia ingin saya hadir. Itu mungkin saja. Tapi jika saya tidak datang, saya tidak tahu apakah dia akan tetap hadir. Kita lihat saja nanti.”
Trump sebelumnya menyampaikan bahwa dirinya bisa saja mampir ke Turki di sela kunjungannya ke Timur Tengah. Dia dijadwalkan menuju Uni Emirat Arab keesokan harinya. Kepada jurnalis dari The Washington Post, Trump mengatakan: “Jadwal saya sangat padat, tapi itu bukan berarti saya tidak akan pergi ke Turki demi menyelamatkan banyak nyawa, lalu kembali lagi.”
Trump juga menegaskan bahwa Menteri Luar Negeri AS, Marco Rubio akan mewakilinya dalam pertemuan di Istanbul jika ia sendiri tidak bisa hadir.
Siapa yang Wakili Rusia?
Kremlin pada 14 Mei menyebutkan akan mengirimkan delegasi ke Istanbul, tetapi kembali enggan mengungkapkan siapa pemimpinnya. Menurut sumber dari Washington Post, mantan Menlu Sergey Lavrov dan penasihat kebijakan luar negeri Putin, Yuri Ushakov, kemungkinan besar akan ditugaskan.
Sementara itu, utusan khusus Trump untuk isu Rusia-Ukraina, Keith Kellogg, kepada Fox Business menyatakan bahwa jika Putin hadir, maka Trump juga akan pergi ke Istanbul. Reuters melaporkan bahwa utusan Timur Tengah Steve Witkoff dan Kellogg akan tiba di Istanbul pada Kamis untuk mempersiapkan potensi perundingan damai.
Zelensky Tegas: Hanya Mau Bertemu Putin
Presiden Zelenskyy tetap bersikap keras. Penasihat kantor presiden Ukraina, Mykhailo Podolyak, pada 13 Mei mengatakan: “Presiden Zelenskyy tidak akan bertemu dengan siapa pun dari Rusia di Istanbul selain Putin sendiri.”
Jika pertemuan antara Zelenskyy dan Putin benar-benar terjadi, ini akan menjadi kontak langsung pertama mereka sejak Desember 2019.
Namun, masih banyak keraguan. Wakil Menlu Rusia, Sergei Ryabkov mengatakan kepada media Rusia TASS bahwa pihak Rusia siap berunding, tetapi mempertanyakan kesiapan Ukraina: “Belum saatnya membuat prediksi. Sebaiknya kita tanya kepada pendukung Kiev dan Kiev sendiri—apakah mereka benar-benar siap?”
Zelenskyy Minta Bantuan Trump dan Ultimatum Baru untuk Rusia
Zelenskyy pada 13 Mei juga secara langsung meminta Trump turun tangan untuk memastikan pertemuan 15 Mei dengan Putin benar-benar terlaksana. Dia menuding bahwa Putin sejatinya tidak sungguh-sungguh ingin mengakhiri perang, dan hanya bermain strategi.
Zelenskyy bahkan mendesak Amerika Serikat menjatuhkan sanksi terberat kepada Rusia jika Putin menolak hadir dalam pertemuan damai pekan ini di Turki.
Sinyal Gencatan Senjata? Pidato “Hari Kemenangan” Zelenskyy dan Putin Berubah Nada
Meski belum ada kesepakatan konkret, kedua pihak terlihat mulai mengubah nada komunikasi mereka, terutama dalam pidato peringatan Hari Kemenangan pada awal Mei 2025.
Menurut analisis Ni Shijie, asisten profesor di Fakultas Hubungan Internasional Universitas Nasional Chengchi Taiwan, baik pidato Putin maupun Zelenskyy tahun ini mengandung sinyal kemungkinan gencatan senjata. Jika dibandingkan dengan pidato tahun 2024, terdapat pergeseran narasi yang cukup signifikan.
Zelenskyy: Dari Perlawanan Keras ke Nada Reflektif
Dalam pidatonya tahun 2024, Zelenskyy secara eksplisit menyamakan kekejaman Rusia dengan Nazi dan menyebut Putin sebagai wajah baru “fasisme Rusia” (Rashizm). Dia menyerukan pembentukan aliansi dunia bebas untuk melawan “kejahatan baru abad ini”.
Namun, dalam pidato peringatan 80 tahun berakhirnya Perang Dunia II pada 8 Mei 2025, Zelenskyy menampilkan nada yang lebih reflektif. Ia menyampaikan pidato sambil berjalan di jalan utama Kota Kyiv—Khreshchatyk Street, simbol transisi dari kehancuran menuju kebangkitan kembali.
Kali ini, dia tidak lagi menyebut Putin dengan istilah agresif. Sebaliknya, dia hanya menyebut Putin sebagai “orang tua yang telah merenggut jutaan nyawa” dan menggunakan kata “kejahatan” sebanyak 10 kali untuk menggambarkan perang dan mereka yang memulainya.
Putin: Dari Konfrontatif ke Emosional dan Patriotik
Sementara itu, pidato Putin pada Hari Kemenangan 9 Mei 2025 juga berubah nada dibandingkan tahun lalu. Pada 2024, setelah memenangkan pemilu kelima dengan 87,28% suara, pidatonya sangat konfrontatif, menyerang Barat, dan menyamakan operasi militer khusus di Ukraina dengan perlawanan Soviet melawan Nazi.
Namun dalam pidato 2025, Putin hanya menyebut “operasi militer khusus” satu kali, tidak lagi menyamakan Ukraina dengan Nazi, dan tidak menyebut Ukraina secara eksplisit. Dia memuji tentara Rusia sebagai simbol keberanian dan keteguhan hati, serta mengajak rakyat Rusia untuk tetap bersatu dan mengenang sejarah dengan rasa hormat.
Kesimpulan:
Pertemuan 15 Mei di Istanbul berpotensi menjadi momen historis yang mengarah pada gencatan senjata pertama sejak dimulainya invasi Rusia ke Ukraina. Namun, semuanya tergantung pada satu hal krusial: apakah Putin akan hadir langsung? Jika ya, maka pertemuan ini bisa menjadi titik balik. Jika tidak, sanksi dan eskalasi kemungkinan akan terus berlanjut.(jhn/yn)