Salah Tafsir dan Kini Tersadarnya AS Terhadap Strategi RRT

Xie Tian

 Dubes RRT untuk Amerika Cui Tiankai beberapa hari lalu saat menghadiri acara di Kedubes Beijing di Washington DC menyatakan, “Beberapa pergerakan belum lama ini telah merefleksikan kekeliruan penilaian dan salah tafsir strategis sejumlah warga Amerika Serikat (AS) terhadap RRT.” Lebih konkrit lagi Cui berpendapat, “Ada orang merasa frustrasi karena RRT tetap mempertahankan jalan perkembangannya sendiri.” Faktanya, terhadap PKT yang menyandera negeri Tiongkok, Amerika memang pernah melakukan beberapa kesalahan tafsir strategis, namun sekarang, sesungguhnya Amerika telah tersadar dan terbangun dari mimpinya!

Tahun lalu, penulis berkesempatan bertemu dengan pejabat diplomatik utama Taiwan di Amerika yakni Dubes Gao Shuotai yang mengepalai Perwakilan Ekonomi Budaya Republic of China di AS, upaya PKT yang menekan dan memblokir membuat pejabat diplomatik Taiwan di kalangan diplomatik sangat kesulitan, Dubes Gao bahkan sulit untuk menemui pejabat Deplu Amerika dengan status resminya, dan terpaksa harus menempuh banyak cara cerdik untuk bisa berinteraksi.

Tapi walaupun demikian, hubungan tingkat tinggi bilteral antara AS dengan Taiwan tak pernah mengalami kendala. Namun jelas, dibandingkan dengan Taiwan, pejabat diplomatik Beijing meskipun memiliki kemudahan diplomatik, tetapi hubungan Partai Komunis Tiongkok (PKT) dengan para petinggi AS kini justru diselimuti awan gelap, penuh sekat dan praduga serta kesalah-pahaman.

Sebagai kepala diplomat Beijing di Amerika, menjelang terjadinya perubahan besar hubungan diplomatik antara AS dengan RRT, pengamatan dan intuisi Cui Tiankai  seharusnya tidak begitu jelek, tapi begitu besarnya salah tafsir dan beda pemahaman antara kedua belah pihak, seharusnya disebabkan akibat berat sebelahnya sikap pejabat RRT.

Beijing merasa pemerintah AS saat ini telah salah menduga terhadapnya, bagaimana bisa tahu bukan pemikiran PKT yang sebenarnya terhadap pejabat tinggi dan kebijakan baru AS ada salah tafsir? PKT merasa pemerintah AS saat ini salah tafsir, mengapa tidak mungkin pemerintah AS dulu pernah salah tafsir tapi sekarang telah diperbaiki dan memiliki penafsiran yang tepat dan benar?

Kalau dulu AS salah tafsir terhadap PKT, dan sekarang telah sadar, maka di mata PKT, salah tafsir terdahulu mungkin telah mengenai sasaran, sedangkan salah tafsir sekarang sebaliknya justru merupakan ‘salah tafsir’ yang sebenarnya!

Cui Tiankai berpendapat, “Ada orang yang merasa frustrasi karena RRT tetap bertahan menempuh jalan perkembangannya sendiri.” Tidak salah, banyak orang merasa sangat frustrasi karena RRT masih menapak jalan sesat yang ditempuhnya sejak tahun 1949.

Dan orang-orang yang frustrasi itu bukan orang Amerika, melainkan rakyat Tiongkok sendiri, adalah rakyat Tiongkok sebanyak 95% di luar kelompok privilege PKT.

Jika tidak PKT pun tidak perlu lagi menghabiskan anggaran militer sedemikian besar untuk ‘menjaga stabilitas’, jika rakyat Tiongkok tidak merasa frustrasi dengan jalan yang ditempuh negaranya ini, dan justru merasa bangga dan senang, maka menjaga stabilitas sudah tidak perlu lagi, juga tidak perlu lagi mendaftarkan pisau di rumah, mendaftarkan kamera, pengawasan, blokir internet, dan sensor media massa, semua itu tidak diperlukan lagi.

Jika rakyat Tiongkok tahu bahwa mereka berjalan di atas jalan yang benar, maka PKT pun tidak perlu lagi bertele-tele mempropagandakan ‘keyakinan pada sistem aturan’ atau ‘keyakinan atas jalan yang ditempuh’ dan lain-lain.

Orang Amerika memang merasa frustrasi atas Tiongkok yang masih “berjalan di atas jalan perkembangannya sendiri”, pemerintah AS dan warganya, juga kalangan akademisi dan pendidikan, semua merasakan frustrasi ini.

Rasa frustrasi ini sama seperti yang dirasakan orang Amerika terhadap Korut yang membiarkan rakyatnya lapar dan Kim Jong-Un yang menggadaikan segala sesuatu untuk mengembangkan bom nuklir.

Frustrasi ini, sama seperti rakyat Kuba yang tidak bisa merasakan kebebasan seperti Amerika yang hanya terpisah sebidang laut, dan sampai sekarang masih teracuni oleh paham komunis.

Sebenarnya perlakuan AS terhadap RRT dan rakyat Tiongkok tidak buruk, dalam sejarah AS telah banyak memberikan bantuan bagi RRT, termasuk disaat  yang disebut “Reformasi Keterbukaan” dengan dukungan ekonomi dan perdagangan.

Tetapi, walaupun AS telah menopang ekonomi Tiongkok begitu lama, menyediakan teknologi, dan metode manajemen, modal, serta defisit nilai tukar mata uang, tapi tidak bisa melihat Tiongkok menuju ke arah kebebasan dan kemakmuran.

Sebaliknya PKT justru telah membentuk rezim otoriter yang bergabung dengan Rusia untuk anti terhadap Amerika, dan memusuhi HAM, laiknya orang yang tidak tahu berterima kasih, yang telah mengambil begitu banyak keuntungan dari Amerika namun masih terus anti-Amerika, tentu saja membuat orang AS merasa “frustrasi” terhadapnya!

Cui mendebat, “Jalan perkembangan yang dipilih RRT berlandaskan pada situasi di dalam negeri, berdasarkan teorinya sendiri sebagai panduan, dengan sistem aturannya sendiri sebagai jaminan, dengan kebudayaannya sendiri sebagai warisan.

Jalan perkembangan RRT adalah tidak mungkin, juga tidak seharusnya berubah.” Pernyataan ini keliru, sungguh keliru, bahkan sangat konyol.

Jalan yang dipaksakan oleh PKT pada rakyat Tiongkok bukan karena keadaan negeri Tiongkok, melainkan karena tunduk pada perintah dari Moskow.  ‘Teori’ yang diandalkan PKT sebagai pedoman telah ditinggalkan oleh masyarakat seluruh dunia, bahkan PKT sendiri juga menghindarinya, ini juga membuktikan bahwa paham ini adalah teori sesat yang sangat tidak cocok bagi negeri Tiongkok; yang dijamin oleh sistem aturan Tiongkok saat ini bukanlah kepentingan rakyat Tiongkok secara keseluruhan, melainkan hanya kepentingan 500 keluarga penguasa pada tingkat tertinggi PKT saja.

Satu-satunya tujuan dipertahankannya sistem aturan ini adalah hanya untuk menjamin eksistensi PKT sendiri; kebudayaan tradisional Tiongkok bukan pondasi PKT, melainkan justru sasaran yang hendak dihancurkan oleh PKT karena membuat PKT was-was, dalam tiga puluh tahun pertama PKT menghancurkan kebudayaan, lalu tiga puluh tahun berikutnya menghancurkan materi dan menghancurkan pondasi materi tempat eksisnya kebudayaan tersebut.

Mengenai jalan perkembangan Tiongkok, mungkinkah diubah, atau haruskah diubah, PKT sudah tidak layak lagi menjawabnya, rakyat Tiongkok telah menentukan pilihan di tengah arus menentang komunis, melawan komunis, meninggalkan komunis, dan mundur dari partai komunis.

Cui Tiankai mengatakan, semoga “orang-orang yang sedang merasa frustrasi itu mampu menghadapi fakta, dan membuang angan-angan yang sepihak itu.” Dikhawatirkan harapannya itu sulit terwujud.

Bagi warga yang memahami jelas rezim PKT, menghadapi fakta tersebut mungkin sangat membuat frustrasi, namun masyarakat tidak kehilangan harapan, jika tidak penguasa tidak akan merasa seperti duduk di atas ranjang jarum, walaupun di tangan ada polisi bersenjata, bom nuklir, kapal perang dan jet tempur, penguasa rezim ini tetap saja tidak enak makan dan tidak lelap tidur.

Pemerintah dan warga AS yang bersahabat dan memperhatikan Tiongkok serta rakyatnya, juga merasa sangat frustrasi, namun warga AS telah sadar dari mimpinya dan yang menggembirakan adalah, presiden baru AS telah membuat perubahan, ia mengubah (mengembalikan) konsep moralitas Amerika, ia telah mengubah kondisi ekonomi AS saat ini, ia juga telah mengubah sikap AS terhadap Tiongkok.

Pemerintahan presiden baru AS Donald Trump memiliki pandangan baru terhadap PKT, apakah terdapat ‘salah tafsir strategi’? Melihat kondisi sekarang tidak hanya tidak ada, sebaliknya justru semakin mengerti dan yakin ibarat baru tersadar dari mimpi siang hari bolong.

Sebenarnya Tuhan-lah yang telah membuat Amerika sadar, membuat seluruh dunia sadar, dan menjadi lebih mengenal paham komunis yang sesat dan berbahaya itu, serta target akhir komunis yang sesungguhnya.

Tuhan meminjam mulut dan tangan Trump untuk memutar balikkan strategi AS terhadap RRT, dan menciptakan ‘salah tafsir’ yang disangka oleh pejabat diplomatik PKT saat ini, yang padahal justru merupakan tafsiran yang sangat tepat! (SUD/WHS/asr)

Bersambung

Xie Tan adalah John M. Olin Palmetto Chair Professor at University of S. Carolina Aiken, Amerika Serikat