ANALISIS BERITA
Presiden Suriah Bashar Assad berencana untuk bertemu pemimpin Korea Utara Kim Jong Un di Pyongyang, sejak Korea Utara mengambil langkah awal untuk meningkatkan hubungan dengan Amerika Serikat.
Atas dugaan pernyataan Assad, “Saya akan mengunjungi DPRK dan bertemu dengan HE Kim Jong Un.” Assad telah menerima surat kepercayaan dari Duta Besar Korea Utara untuk Suriah Mun Jong Nam pada 30 Mei, menurut KCNA Watch, yang menerbitkan kembali laporan-laporan dari media negara Korea Utara.
Penentuan waktu pertemuan tersebut signifikan. Assad menerima mandatnya hanya dua hari sebelum Kim Yong Chol, seorang utusan Korea Utara dan orang kepercayaan Kim Jong Un, bertemu dengan kepala staf Trump John Kelly di Gedung Putih pada 1 Juni.
Itu juga datang tepat sebelum KTT 12 Juni yang direncanakan di Singapura, di mana Kim diharapkan bertemu dengan Trump.
Dengan latar belakangnya adalah pengumuman Kim, di bawah tekanan Trump, bahwa ia akan meninggalkan program senjata nuklir Korea Utara dan akan bersatu kembali dengan Korea Selatan.
Juga dengan latar belakang perjanjian-perjanjian senjata yang dimiliki Assad dengan Korea Utara, dan serangan militer pemerintah Trump terhadap fasilitas militer Suriah pada 13 April, setelah Assad menggunakan senjata kimia pada warga sipil di Damaskus.
Korea Utara di masa lalu menyediakan Suriah dengan teknisi-teknisi rudal dan dengan bahan-bahan untuk program-program rudal balistik dan senjata-senjata kimianya.
Bersamaan dengan penetapan waktu dan rantai peristiwa tersebut menunjukkan Assad memiliki kepentingannya sendiri dalam mempengaruhi hal-hal di meja perundingan tersebut, tidak muncul di permukaan bahwa Assad akan berusaha menghalangi Kim Jong Un bernegosiasi dengan Trump.
Sejauh ini, pesan permukaan Assad sejajar dengan pesan serupa yang dikirim dari Rusia ke Korea Utara.
Menurut artikel KCNA Watch, Assad mengatakan dia menyambut baik “peristiwa luar biasa di Semenanjung Korea yang dibawa baru-baru ini oleh kepemimpinan politik dan kepemimpinan politik HE Kim Jong Un yang luar biasa.”
“Saya yakin dia akan mencapai kemenangan akhir dan mewujudkan reunifikasi Korea tanpa gagal,” kata Assad.
Mengingat dukungan Rusia terhadap Suriah, tidak mungkin sikap Assad akan menyimpang dari sikap Rusia, yang juga mengirim delegasi ke Korea Utara pada 1 Juni untuk bertemu dengan Kim.
Menurut kantor berita negara Korea Utara, Rodong Sinmum, delegasi tersebut termasuk termasuk Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov, Wakil Menteri Luar Negeri Igor Morgulov, Duta Besar Rusia untuk Korea Utara Oleg Stepanov, dan beberapa pejabat penting lainnya. Lavrov mengatakan “Rusia mendukung sepenuhnya” sikap Korea Utara pada KTT mendatang dengan Amerika Serikat dan rencana denuklirisasi, “dan berharap untuk keberhasilan yang baik.”
Kim juga mengatakan, menurut laporan tersebut, rencana Korea Utara untuk denuklirisasi “masih tetap tidak berubah dan konsisten dan tetap.”
Faktor penting lainnya dalam pertemuan tersebut adalah bahwa Korea Utara secara singkat memperbarui pernyataan permusuhannya terhadap Amerika Serikat setelah Kim bertemu dengan pemimpin Partai Komunis Tiongkok (PKT) Xi Jinping. Trump dengan cepat menanggapi dengan surat terbuka 24 Mei di mana ia membatalkan KTT yang telah direncanakan tersebut, menyatakan, “Dunia, dan Korea Utara pada khususnya, telah kehilangan kesempatan besar untuk perdamaian abadi dan kemakmuran dan kekayaan yang besar.”
Sadly, I was forced to cancel the Summit Meeting in Singapore with Kim Jong Un. pic.twitter.com/rLwXxBxFKx
— Donald J. Trump (@realDonaldTrump) May 24, 2018
Menanggapi surat Trump, Kim dengan cepat menyambut dan juga melakukan reunifikasi dengan Korea Selatan di atas meja.
Kepentingan Suriah dengan Korea Utara sangat terkait dengan kepentingan Rusia dan PKT. Sekarang tampaknya Kim tidak akan mundur dari rencananya untuk reunifikasi, denuklirisasi, dan negosiasi dengan Amerika Serikat, kemungkinan bahwa negosiasi Suriah, Rusia, dan PKT telah beralih untuk mempertahankan ikatan dan bentuk-bentuk pengaruh apapun yang mereka dapat lakukan.
Di bawah sanksi-sanksi berat dari Amerika Serikat dan Perserikatan Bangsa-Bangsa, Korea Utara sebelumnya bergantung pada PKT untuk mempertahankannya, dan ia bergantung pada program senjata-senjata nuklirnya untuk tetap relevan di panggung dunia. Ketergantungan ini memberi negara-negara yang mendukung program-program ini, terutama Rusia dan Tiongkok, pengaruh yang dalam terhadap rezim Korea Utara.
Korea Utara telah mempertahankan relevansi tambahan dengan perdagangan teknologi-teknologi persenjataan, termasuk rudal dan senjata kimia, dengan Suriah dan Iran. Dan bersamaan Korea Utara bernegosiasi untuk membangun hubungan yang baik dengan Amerika Serikat, tidak mungkin mengambil risiko terhadap program perdagangan yang akan membahayakan negosiasi-negosiasi ini, sebuah faktor yang Assad mungkin telah sadari saat dia merencanakan pertemuannya. (ran)
ErabaruNews