oleh Xiao Lusheng
Pada hari peringatan ke 29 tahun Peristiwa Pembantaian Tiananmen, banyak aktivis HAM, pembangkang, dan anggota gereja di Tiongkok dilecehkan atau dibawa pergi dengan paksa. Pihak berwenang Partai Komunis Tiongkok bahkan melarang WeChat mengirim berita-berita yang berkaitan dengan peristiwa pembantaian tersebut.
Seorang aktivis HAM di kota Xi’an yang mangtan orang media bernama Ma Xiaoming kepada Epoch Times mengungkapkan, pada hari peringatan yakni 4 Juni anggota polisi setempat mendatangi rumahnya untuk memperingatkan : Jangan menerbitkan artikel dalam media apapun dalam hari-hari sensitif 4 Juni. Tidak juga diperbolehkan untuk menerima wawancara media apapun. Larangan berlaku sampai usai KTT SCO Qingdao. (Pertemuan Dewan Kepala Negara Organisasi Kerjasama Shanghai).
“Tahun-tahun sebelum selalu dibawa ke luar daerah, tetapi tahun ini menggunakan peringatan” Ma Xiaoming mengatakan bahwa tujuan PKT tak lain adalah untuk menyembunyikan dosa pembantaian terhadap rakyat sendiri, takut rakyat mengetahui fakta pembantaian Tiananmen.
“Tetapi kertas tidak mampu membungkus api, mereka tidak dapat lepas dari tanggung jawab, tidak bisa lepas dari hukuman sejarah. juga tidak bisa menghalangi rakyat Tiongkok untuk mengganyang otoriterisme dan berjuang demi kebebasan” katanya.
Shen Liangqing, seorang pembangkang asal Anhui juga mantan jaksa memberitakan kepada wartawan Epoch Times, pada 4 Juni sekitar pukul 10 pagi ia dibawa paksa oleh pesonil dari Kantor Polisi Wuhu, kota Hefei yang bernama Wang Jianjun, Su Jian dengan alasan pelanggaran administratif dan ditahan secara ilegal selama 7 jam di ruang konferensi kantor polisi sampai sekitar pukul 5.30 sore baru dibebaskan.
“Mereka mengajak saya berbicara sambil ‘minum teh’ pada 3 Juni, tetapi saya tolak. Keesokan harinya mereka datang” kata Shen Liangqing. “Sesampainya di Kantor Polisi Wuhu, saya katakan bahwa saya tidak bersedia menerima tanya jawab dalam ruang interogasi. kemudian saya dikurung dalam ruang pertemuan”.
Shen Liangqing mengatakan bahwa tahun ini pemerintah Tiongkok tidak mengizinkan publik untuk memperingati peristiwa 4 Juni dalam bentuk apapun, bahkan mengadakan doa bersama dalam lingkungan rumah pun ditentang.
Saking ketakutan, mereka setiap tahunnya menggunakan pelecehan untuk mengganggu terselenggaranya peringatan, PKT telah membunuh begitu banyak orang yang tidak bersalah tetapi masih berusaha menutupi dosanya, hanya rezim komunis yang begitu jahat dan sadis”
Aktivis HAM Shichuan Mr. Lu kepada Epoch Times mengatakan bahwa ia juga mengalami peringatan untuk tidak bersuara pada ulang tahun 4 Juni yang dikeluarkan oleh pihak berwenang.
Menurut berita di situs ‘weiquanwang’ bahwa aktivis HAM Jilin, Tian Ye dibawa paksa meninggalkan Beijing oleh personel tim Keamanan Nasional. Sedangkan aktivis HAM Jiangsu Cheng Huaishan dibawa pergi oleh kantor polisi Lujia di Kunshan pada sore hari tanggal 4 Juni.
Selain itu, “China Aid Association,” memberitahukan bahwa pada 4 June sore, sejumlah personil dari Kepolisian Distrik Qingyang, Chengdu bersama personil dari Dinas Urusan Agama melakukan penggerekan gereja yang akan memperingati 4 Juni serta menangkap pendeta Wang Yi, dan anggota seperti Li YingJiang, Jiang Rong, Zhang Xudong, Geying Feng, Weng Guanghe, Liu Hongliang 17 orang. Sebelum Li Yingjiang dibawa pergi, ia dipukuli oleh beberapa polisi.
Sebelumnya yakni pada 12 Mei lalu, gereja tersebut juga mengalami tekanan dari polisi setempat karena berdoa bersama untuk memperingati korban gempa Wenchuan. Polisi juga melakukan kekerasan terhadap Song Enguang.
Untuk menutupi peristiwa pembantaian di Tiananmen, PKT di samping menggunakan sarana tekanan mereka juga memfasilitasi sebuah software mikro-channel khusus yang akan secara otomatis menyadur dan menghapus isi berita yang bersangkutan dengan angka 64, 89.
Ma Xiaoming mengatakan, kalau 4 Juni itu adalah gerakan anti-revolusioner sebagaimana yang dituduhkan oleh PKT. “Mengapa PKT tidak mengundang para prajurit yang telah berhasil menindas tegas, membantai para ‘pemberontak’ untuk mendapatkan penghargaan, apresiasi dari pemerintah ? Tapi PKT tidak berani melakukan itu karena takut rakyat mengetahui fakta.
“Banyak orang tidak tahu bahwa 4 Juni itu terjadi pembantaian, tidak tahu banyak dosa yang dibuat PKT melalui Revolusi Kebudayaan, dan sejumlah peristiwa lainnya. Menutupi kejahatan itu sendiri sudah merupakan perbuatan kejahatan,” kata Ma Xiaoming. (Sinatra/asr)