Makam agung Dinasti Ming Tiongkok, sebuah situs Warisan Dunia UNESCO, adalah kumpulan makam yang merupakan tempat peristirahatan terakhir bagi para kaisar Tiongkok selama dinasti yang berlangsung dari tahun 1368 hingga 1644. Sebagian besar makam tersebut, terletak di sebuah klaster di Beijing yang dikenal sebagai Ming Thirteen Mausoleums, mengandung perhiasan dan artefak berharga.
Harta karun itu terbukti terlalu menggoda bagi komplotan perampok makam.
Surat kabar Tiongkok yang dikelola pemerintah Beijing Youth Daily melaporkan pada 10 Juli bahwa tujuh orang dalam sebuah komplotan perampok makam menerima hukuman dari Distrik Changping di Beijing, mulai dari empat hingga 12 tahun. Mereka juga didenda sejumlah mulai dari 50.000 yuan (sekitar $7.500) hingga 400.000 yuan (sekitar $60.300).
Mengutip dokumen pengadilan, laporan tersebut mengatakan komplotan itu telah mencuri dan kemudian dijual kembali 12 artefak antara tahun 2010 dan 2016, semua dari makam, kuil, dan situs penting budaya lainnya di Beijing. Di makam agung (mausoleum) Ming, komplotan itu mencuri sepasang elemen dekoratif batu yang mirip dengan tempat lilin dari makam tempat kaisar Ming terakhir, yang dikenal sebagai Chongzhen, dimakamkan.
Barang-barang yang dicuri lainnya dari eksploitasi sebelumnya termasuk kerangka pintu batu era Ming yang diukir dengan filsafat Tao abadi, sebuah batu pembakar dupa Dinasti Qing (dinasti Tiongkok, dinasti kerajaan terakhir, 1644–1911), dan patung Buddha dari kuil Sepuluh Ribu Buddha di Beijing. Mereka kemudian menjual barang rampasan mereka untuk mendapatkan keuntungan, seperti vas batu yang dijual kepada Mr. Lin seharga 150.000 yuan (sekitar $22.600) pada tahun 2016.
Dalam banyak kasus, artefak itu tidak ditemukan hilang sampai sekitar setengah tahun kemudian, menurut Beijing Youth Daily.
Penjarahan makam di Tiongkok telah meningkat dalam beberapa tahun terakhir, karena tren yang berkembang dari tim perampok terorganisir yang dilengkapi dengan peralatan berteknologi tinggi.
Sebuah laporan media Tiongkok tahun 2016 mengungkapkan bahwa di Provinsi Henan, rumah bagi ibu kota kuno Luoyang, banyak kelas pelajaran ditawarkan tentang bagaimana merampok kuburan, termasuk pelajaran tentang keterampilan survei tanah dan bagaimana menggunakan peralatan eksplorasi, sekop, dan bahan peledak.
Dalam banyak kasus, pejabat setempat berkolusi dengan para penjahat untuk memetik hasil dari penjarahan makam. Media Tiongkok melaporkan pada tahun 2003 bahwa 13 perampok makam di Kabupaten Xia di Provinsi Shanxi dapat pergi tanpa diketahui karena mereka “dilindungi” oleh tiga petugas polisi dari biro keamanan publik setempat, yang mengambil potongan dari keuntungan-keuntungan mereka.
Dalam kasus lain, pihak berwenang setempat menyewa ahli arkeologi profesional yang ternyata menjadi perampok-perampok makam rahasia.
Pejabat tinggi juga mencoba untuk mendapatkan uang. “Para pedagang barang antik akan berkolusi dengan para perampok makam dan mengirim harta yang belum ditemukan ke pejabat tinggi yang merupakan kolektor barang antik untuk dirinya sendiri. Dan kemudian eksekutif-eksekutif bisnis membeli harta dari para pejabat tersebut,”menurut laporan September 2010 oleh Chinese Social Sciences Today. (ran)
ErabaruNews