Epochtimes.id- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK RI) resmi menetapkan Wakil Ketua DPR RI Taufik Kurniawan sebagai tersangka atas dugaan menerima suap. Kasus ini terkait dana Alokasi Khusus (DAK) fisik pada perubahan APBN 2016.
“KPK menetapkan TK sebagai tersangka, TK ini sebagai Wakil Ketua DPR RI 2014-2019,” ujar Wakil Ketua KPK Basaria Pandjaitan di Jakarta, Selasa (30/10/2018).
Wakil Ketua Umum PAN ini diduga menerima suap dan dijerat melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Menurut Basaria, Muhamad Yahya Fuad selaku Bupati Kebumen Periode 2016-2021 melakukan pendekatan terhadap sejumlah anggota DPR RI, salah satunya adalah Taufik Kurniawan. Ini tak lain Taufik Kurniawan sebagai Wakil Ketua DPR RI yang memiliki ruang lingkup kerja pada Badan Anggaran DPR RI.
Sebelumnya, KPK telah mengirimkan surat pencegahan berpergian ke luar negeri kepada pihak imigrasi atas nama Taufik Kurniawan dalam enam bulan ke depan. Surat dari KPK ini diterima oleh Direktorat Jenderal (Ditjen) Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM, Jumat 26 Oktober 2018.
Selain Taufik Kurniawan, KPK Juga Ketua DPRD Kabupaten Kebumen periode 2014 – 2019 Cipto Waluyo sebagai tersangka.
Atas kasus ini, Cipto diduga menerima hadiah atau janji terkait dengan pengesahan atau pembahasan APBD Kabupaten Kebumen periode 2015 – 2016, pengesahan atau pembahasan APBD Perubahan Kabupaten Kebumen periode 2015- 2016, dan pokok pikiran DPRD Kebumen tahun 2015-2016.
Basaria mengatakan dugaan penerimaan hadiah atau janji tersebut terkait dengan tiga hal, yakni:
- Pengesahan atau pembahasan APBD Kab Kebumen periode 2015 2016
- Pengesahan atau pembahasan APBD Perubahan Kab Kebumen periode 2015- 2016, dan
- Pokok pikiran DPRD Kebumen tahun 2015-2016
Basaria mengatakan diduga jika uang ketok atau uang aspirasi tidak diberikan, maka DPRD Kebumen akan mempersulit pembahasan APBD murni TA 2015.
“Merespons hal tersebut, Pemkab Kebumen, menyetujui akan memberikan ‘uang aspirasi’,” kata Basaria Panjaitan.
CW disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana. (asr)