Li Muyang
Selasa 1 Januari adalah hari pertama tahun 2019. Di tahun baru ini, diharapkan semuanya agar sukses dalam meraih cita-cita. Hari ini juga merupakan hari peringatan 40 tahun pembentukan hubungan diplomatik antara Amerika Serikat dengan Tiongkok.
Kantor Berita Resmi Partai Komunis Tiongkok, Xinhua mengeluarkan pesan yang mengatakan bahwa Xi Jinping dan Trump telah mengirim surat ucapan selamat satu sama lain.
Dalam surat ucapan selamatnya, Xi Jinping mengatakan bahwa hubungan antara kedua negara saat ini berada pada tahap yang sangat penting, dan Tiongkok berniat untuk mengimplementasikan konsensus yang dicapai dengan Presiden Trump dan mempromosikan hubungan yang didasarkan pada koordinasi, kerja sama, dan stabilitas.
Laporan juga menyebutkan. Trump dalam surat ucapan selamatnya mengatakan bahwa mengembangkan kerja sama dan hubungan AS – Tiongkok yang konstruktif adalah prioritas pribadinya.
Persahabatannya dengan Xi Jinping telah meletakkan dasar yang sangat baik bagi kedua negara untuk mencapai prestasi besar dalam beberapa tahun mendatang.
Anehnya, setelah media PKT melaporkan, reporter Voice of America untuk Gedung Putih tidak menerima salinan dari isi ucapan selamat dari Trump hingga pukul 14:00 waktu Beijing.
Namun, Twitter Trump tetap aktif seperti biasa, dan sehari sebelum kemarin, ia masih memberitakan dalam tweet bahwa ia memiliki percakapan telepon yang panjang dan sangat baik dengan Xi Jinping, dan negosiasi perdagangan AS – Tiongkok telah mencapai kemajuan besar.
Namun, dalam pesan tweet pada beberapa hari terakhir, Trump tidak menyinggung soal pembentukan hubungan diplomatik antara Amerika Serikat dengan Tiongkok.
Selain itu, Kantor Pers Gedung Putih, Dewan Negara, dan Kedutaan Besar AS di Tiongkok juga tidak menerbitkan siaran pers terkait ucapan selamat atas hubungan diplomatik AS – Tiongkok.
Kalangan Masyarakat AS Merefleksi Hubungan Diplomatik AS – Tiongkok
Beberapa analis mengatakan bahwa kalangan masyarakat Amerika Serikat sedang merefleksi secara mendalam tentang 40 tahun pembentukan hubungan diplomatik dengan Tiongkok.
Mantan Presiden AS Jimmy Carter menjelang pembentukan hubungan diplomatik dengan Tiongkok pada saat itu, telah memutus hubungan diplomatik dengan Taiwan. Pesannya yang dipublikasikan oleh Washington Post menyerukan kepada kedua belah pihak untuk menghindari ‘perang dingin modern’.
Jimmy Carter menyarankan kepada Tiongkok untuk sesegera mungkin menyelesaikan isu-isu seperti ketidakseimbangan perdagangan, transfer paksa teknologi AS dan perlakuan tidak adil terhadap perusahaan AS yang berinvestasi di daratan Tiongkok.
Jimmy Carter menunjukkan bahwa banyak warga Amerika telah kecewa dengan Tiongkok yang belum juga berubah menjadi negara demokrasi. Perang dingin modern antara kedua negara bukan tidak mungkin terjadi.
Kesalahpahaman, kesalahan dalam penilaian, dan kegagalan untuk mematuhi aturan keterlibatan di bidang-bidang seperti Selat Taiwan dan Laut Tiongkok Selatan mungkin akan memicu konflik militer.
Mantan duta besar AS untuk Tiongkok dan Asisten Sekretaris Negara untuk Urusan Asia-Pasifik Administrasi Clinton, Winston Lord sambil mengenang kejadian saat itu mengatakan bahwa pemerintahan Clinton yang menjabat pada tahun 1993 melampirkan kondisi hak asasi manusia pada Most Favoured Nation. Tetapi, orang segera menyadari bahwa kemajuan yang diharapkan Amerika Serikat tidak mungkin tercapai.
Pada tahun 1994, Clinton terus memberlakukan Tiongkok sebagai bangsa yang paling disukai (Most Favoured Nation) dan memisahkan perdagangan dari masalah hak asasi manusia dan mengejar strategi hak asasi manusia yang baru. Tetapi, Winston Lord mengatakan bahwa sesungguhnya pemerintahan Clinton tidak benar-benar menerapkan kebijakan yang mengkaitkan perdagangan dengan HAM.
Winston Lord mengatakan bahwa Clinton telah berbuat sebuah kesalahan besar yakni telah menyimpang dari kebijakan yang ia tetapkan sendiri. Di masalah HAM dia juga tidak serius. Ini menjadi kesempatan yang dimanfaatkan oleh komunis Tiongkok dan senang karena terjadi kekacauan di internal Amerika Serikat.
“Presiden (Clinton) ceroboh” katanya, dan dia sendiri yang membongkar platformnya. Karena itu “mereka (Tiongkok komunis) tidak bermotivasi untuk membuat konsesi apapun” tegas Lord.
Lord menyebutkan bahwa hubungan AS – Tiongkok saat ini menghadapi tantangan paling serius. Kepada Voice of America ia mengatakan bahwa Amerika Serikat dan Tiongkok sedang menghadapi masalah sistemik yang komprehensif, kerja sama menyusut, dan area perdebatan meluas.
Beijing membunuh semua kebebasan dan memotong kebebasan semua pembangkang dan menyerang nilai-nilai Barat. Selain itu, Tiongkok komunis juga mengabaikan hukum internasional dan lebih agresif di Laut Tiongkok Selatan dan Laut Tiongkok Timur. Mereka mengejar proteksionisme bisnis, mencuri dan memaksa transfer paksa teknologi ASÂ dan lainnya. Semuanya lebih serius daripada tantangan sejarah.
Susan Shirk, wakil asisten sekretaris negara untuk urusan Asia Pasifik Timur dalam pemerintahan Clinton juga mengakui bahwa tahun itu terlalu menekankan argumen bahwa pengembangan perdagangan akan mengarah pada perubahan politik di Tiongkok. Dia mengatakan : “Agar Kongres menyetujui status mitra dagang normal permanen bagi Tiongkok, kami benar-benar melebih-lebihkan manfaat politiknya”
Hubungan AS – Tiongkok adalah Salah Satu Konflik Penting yang Perlu Diperhatikan di Tahun 2019
Lembaga think tank internasional ‘International Crisis Group’ kemarin merilis sebuah laporan yang menyebut hubungan yang ketegangan hubungan diplomatik antara Amerika Serikat dengan Tiongkok adalah salah satu dari 10 konflik teratas yang perlu diperhatikan tahun ini.
Jika hubungan kedua negara terus memburuk, mereka akan memiliki konsekuensi geopolitik yang serius. Laporan itu mengatakan bahwa kedua partai di Amerika Serikat telah mencapai konsensus bahwa Tiongkok (PKT) telah mengalami perubahan berbahaya. Lawan AS ini sedang menyeret Amerika Serikat ke dalam persaingan strategis.
Kita semua masih ingat bahwa pada 4 Oktober 2018, Wakil Presiden AS Mike Pence ketika meninjau hubungan AS – Tiongkok mengatakan : “Setelah runtuhnya Uni Soviet, kami percaya bahwa Tiongkok pasti akan menjadi negara bebas. Dengan optimisme ini, Amerika Serikat menjelang abad 21 memutuskan untuk membuka lebar pintu bagi Tiongkok, Menyetujui Tiongkok masuk Organisasi Perdagangan Dunia.” Tapi Pence menunjukkan bahwa kebebasan yang diharapkan kepada Tiongkok telah gagal.
Dari mantan pejabat pemerintah AS hingga pejabat di lembaga think tank dan pejabat pemerintah AS saat ini, ekspresi dari berbagai kalangan di Amerika Serikat telah membentuk kontras yang tajam dengan 18 tahun yang lalu.
Jika tidak ada PNTR, Tiongkok komunis tidak bisa menjadi ancaman
Menurut Wei Jingsheng, hasil polling berbagai surat kabar besar AS menunjukkan bahwa sekitar 70 % rakyat AS tidak setuju untuk memberikan PNTR (Permanent normal trade relations) kepada Tiongkok yang telah diputuskan oleh pemerintah Clinton.
Menolak Tiongkok masuk WTO, Tetapi pemerintah Clinton secara langsung memberikan tekanan pada anggota parlemen federal, berharap bahwa anggota parlemen federal akan memilih keputusannya.
Kebijakan tidak mengkaitkan menyebabkan AS kehilangan alat untuk menekan Tiongkok memperbaiki hak asasi manusia di negaranya. Wei Jingsheng mengatakan bahwa jika pada saat itu AS tidak memberikan PNTR kepada Tiongkok, tidak mengizinkannya untuk bergabung dengan WTO, Partai Komunis Tiongkok tidak akan dapat bertahan hingga hari ini, dan tidak akan menjadi ancaman bagi Amerika Serikat.
Sebagian besar waktu di tahun 2018 yang baru lewat berada dalam perang dagang antara AS dengan Tiongkok, dan saat ini sedang dalam negosiasi yang diberi waktu selama 90 hari. Jika kesepakatan dapat dicapai, ada kemungkinan perang dagang berakhir, jika tidak tercapai, perang dagang akan berkobar kembali.
Namun, dari refleksi semua lapisan masyarakat di Amerika Serikat dan sikap tegas dari pemerintahan Trump saat ini, baik negosiasi mencapai kesepakatan atau tidak, hubungan antara kedua negara ini akan terjadi seperti yang pernah dikatakan pada tahun lalu oleh teman lawas Tiongkok komunis, yakni DR. Henry Kissinger, bahwa hubungan AS – Tiongkok tidak akan pernah kembali seperti suasana di masa lalu, dan reposisi pasti terjadi. (Sin/asr)