The Associated Press/The Epochtimes
Epochtimes.id- Dua bom kembar menyasar Gereja Katedral Katolik Roma di Filipina selatan. Ledakan ini menewaskan sedikitnya 27 orang dan melukai lebih dari 70 orang saat misa Minggu pagi.
Ledakan terjadi setelah referendum pembentukan daerah otonom baru Bangsamoro di wilayah Muslim Mindanao yang termasuk Pulau Jolo. Referendum ini setelah perjanjian damai antara pemerintah dan Muslim Filipina.
Bom pertama meledak dekat katedral Jolo di ibukota provinsi, diikuti dengan ledakan kedua di luar kompleks ketika pasukan pemerintah merespon serangan tersebut.
Ledakan menghancurkan pintu masuk ke katedral dan menghancurkan ruang utama, bangku dan merobohkan pintu-pintu lainnya.
Kepala Inspektur Graciano Mijares selaku direktur polisi untuk ARMM mengatakan setidaknya 27 orang tewas dan 77 lainnya cedera. Korban tewas termasuk 20 warga sipil dan tujuh tentara.
Foto-foto menunjukkan puing-puing dan mayat-mayat tergeletak di jalanan di luar Katedral Our Lady of Mount Carme. Gereja ini pernah dilanda bom di masa lalu.
Kenderaan lapis baja menutup jalan utama menuju gereja sementara kendaraan membawa korban tewas dan terluka ke rumah sakit. Beberapa korban dievakuasi melalui udara ke kota Zamboanga di dekatnya.
“Saya telah mengerahkan pasukan kami untuk meningkatkan tingkat siaga mereka, mengamankan semua tempat peribadatan dan tempat-tempat umum sekaligus, dan memulai langkah-langkah keamanan proaktif untuk menggagalkan rencana bermusuhan,” kata Menteri Pertahanan Delfin Lorenzana dalam sebuah pernyataan.
“Kami akan mengejar sampai ke ujung bumi pelaku kejahatan yang kejam di balik kejahatan pengecut ini sampai setiap pembunuh diadili dan ditempatkan di balik jeruji besi. Hukum tidak akan memberi mereka belas kasihan,” kata kantor Presiden Rodrigo Duterte di Manila.
Istana Kepresidenan menyebutkan “musuh-musuh negara dengan berani menantang kemampuan pemerintah untuk mengamankan keselamatan warga di wilayah itu. (Angkatan Bersenjata Filipina) akan bangkit menghadapi tantangan dan menghancurkan para penjahat tak bertuhan ini.”
“Pulau Jolo telah lama terganggu oleh kehadiran ekstremis Abu Sayyaf, juga dikenal sebagai ISIS-Filipina, yang dimasukkan daftar hitam oleh Amerika Serikat dan Filipina sebagai organisasi teroris karena bertahun-tahun melakukan pemboman, penculikan, dan pemenggalan.
Seorang uskup Katolik, Benjamin de Jesus, ditembak mati oleh tersangka ekstrimis di luar katedral pada 1997 silam.Tidak ada yang segera mengklaim bertanggung jawab atas serangan terbaru.
Otonomi bangsa Bangsamoro diselenggarakan setelah penandatanganan perjanjian damai antara pemerintah Duterte dan Front Pembebasan Islam Moro pada tahun 2014. Perjanjian ini mengakhiri hampir lima dekade pemberontakan separatis di Mindanao yang menewaskan 150.000 orang.
Sementara itu, sebagian besar penduduk di daerah menyetujui kesepakatan otonomi, pemilih di provinsi Sulu, di mana Jolo berada, dan Kota Isabela di Basilan adalah satu-satunya daerah yang menolak otonomi.
Provinsi ini adalah rumah bagi faksi Islam saingannya untuk Front Pembebasan Islam Moro yang menentang perjanjian damai serta sel-sel teroris lebih kecil yang bukan bagian dari proses perdamaian.
Pemerintah Barat menyambut pakta otonomi. Pakar geopolitik Asia Richard Javad Heydarian dalam sebuah artikel yang diterbitkan oleh Al Jazeera mengatakan langkah demikian merupakan yang pertama bagi negara mayoritas Katolik untuk menciptakan entitas sub-negara mayoritas Muslim.
Namun, ada kekhawatiran bahwa sejumlah kecil ekstrimis terkait ISIS dari Timur Tengah dan Asia Tenggara dapat menjalin aliansi dengan komunis atau pemberontak lainnya dan mengubah selatan menjadi tempat berkembang biak bagi para ekstremis.
Kaum revolusioner komunis yang terdiri Tentara Rakyat Baru kini terus berjuang untuk negara mereka sendiri yang terpisah dari Filipina selama beberapa dekade sebagaiman dilansir Manila Times.
“Serangan bom ini dilakukan di tempat yang damai dan beribadah, dan itu terjadi pada saat kita sedang mempersiapkan tahap lain dari proses perdamaian di Mindanao,” kata Gubernur Mujiv Hataman dari Daerah Otonomi di Mindanao Muslim.
“Mari kita terus bekerja untuk perdamaian di wilayah ini. Kekerasan seharusnya tidak menghalangi kita untuk melanjutkan pekerjaan kita untuk membangun perdamaian abadi di tanah air kita, ”katanya.
Pejabat keamanan melihat “pada kelompok ancaman yang berbeda dan mereka masih tidak bisa mengatakan apakah ini ada hubungannya dengan referendum,” kata Albayalde, kepala polisi nasional, mengatakan kepada jaringan TV ABS-CBN.
Selain dari kelompok kecil Abu Sayyaf, kelompok ekstremis lain di Sulu termasuk sekelompok kecil jihadis muda yang disejajarkan dengan kelompok ISIS, termasuk pihak yang melakukan serangan, penculikan dengan tebusan dan pemenggalan.
Para ekstremis Abu Sayyaf masih menahan setidaknya lima sandera — seorang warga negara Belanda, dua warga Malaysia, seorang Indonesia, dan seorang Filipina — di pangkalan-pangkalan hutan mereka sebagian besar dekat kota Patikul di Sulu, tidak jauh dari Jolo.
Pasukan pemerintah telah menekan serangan sporadis untuk menumpas para ekstrimis, termasuk mereka yang ada di Jolo, sebuah pulau yang miskin memiliki lebih dari 700.000 penduduk. (asr)
Video Rekomendasi :
https://www.youtube.com/watch?v=1rXizO3ZGSc