oleh Zhang Ting
Rakyat Venezuela baru-baru ini melancarkan protes berskala besar mendesak Presiden Nicolas Maduro mundur dari jabatan.
Gerakan yang dilakukan jutaan warga tersebut telah menarik perhatian global. Fox News dalam laporannya mengatakan bahwa Venezuela yang pernah menjadi negara terkaya di Amerika Selatan dalam beberapa tahun terakhir jatuh miskin akibat menerapkan kebijakan sosialis. Pemerintah merebut porsi usaha sektor swasta yang memicu timbulnya kelaparan dan kekerasan besar-besaran sampai ratusan ribu warganya harus mengungsi ke luar negeri.
Saat ini, rakyat Venezuela berperang melawan diktator dari negara tersebut, yakni rezim Maduro.
“Sosialisme selain membuat rakyat tidak dapat mengakses makanan dan obat-obatan dasar, tetapi juga menciptakan lingkungan di mana kehidupan tidak ada artinya,” kata Giannina Raffo, seorang yang melarikan diri dari Venezuela pada tahun 2016 tetapi masih bekerja sama dengan para aktivis kepada Fox News.
Mereka yang melarikan diri dari Venezuela mengatakan bahwa sejarah negara itu telah memberikan peringatan kepada orang-orang di seluruh dunia.
Bencana yang dialami Venezuela dimulai pada tahun 1992, ketika itu seorang Letnan Kolonel bernama Hugo Chavez dari Venezuela memimpin beberapa batalion tentara untuk melancarkan kudeta militer terhadap pemerintah. Lebih dari 100 orang tewas dalam pertempuran, tetapi kudeta Chavez tidak berhasil.
Dua tahun kemudian, pemerintah Venezuela membebaskan Chavez dari penjara. Setelah dibebaskan, Chavez berkampanye ingin mewujudkan sosialisme, ia segera melakukan perjalanan ke Kuba dan menyampaikan pidato di parlemen Kuba yang intinya menyampaikan bahwa pihaknya berkomitmen terhadap kegiatan revolusi.
Chavez memperoleh kekuasaan dengan kebohongan
4 tahun kemudian, Chavez berkampanye untuk merebut kursi presiden. Dalam kampanye itu, ia mengecilkan radikalisme sebelumnya dan mengatakan kepada masyarakat Venezuela bahwa ia bukan kapitalisme biadab, tidak juga sosialisme atau komunisme. Sebaliknya ia mengklaim bahwa dirinya mendukung jalan ketiga untuk mencari keseimbangan antara sosialisme dan kapitalisme.
Chavez memenangkan pemilihan presiden. Menurut Maria Teresa Romero, seorang warga Venezuela yang melarikan diri ke Amerika Serikat bahwa, pernyataan Chaves yang bernada moderat dalam kampanye tak lain adalah demi merebut kekuasaan semata.
“Hugo Chavez secara terbuka menggunakan kebohongan untuk menipu kita-kita ini,” kata Romero kepada Fox News.
Dalam sebuah pemberitaan mengenai Chavez memenangkan kursi kepresidenan pada tahun 1998, beberapa orang Venezuela mulai waswas dengan mengalihkan harta kekayaan mereka ke Miami, AS agar tidak disita rezim baru tersebut.
Merevisi konstitusi, mengendalikan Mahkamah Agung demi penerapan kebijakan sosialis
Chavez tidak segera menerapkan banyak kebijakan sosialis setelah menjabat. Tetapi ia mulai secara aktif mempersiapkan segala hal yang berkaitan dengan pengimplementasian secara menyeluruh kebijakan sosialis.
Tugas pertamanya adalah merevisi konstitusi. Pada tahun 1999, ia dengan blak-blakan mengatakan kepada Kongres Venezuela : “Konstitusi, dan sistem politik yang dilahirkan 40 tahun silam harus mati. Dan mereka akan mati”
Konstitusi baru mempertahankan Mahkamah Agung, tetapi setelah beberapa keputusan Mahkamah Agung bertentangan dengan Chavez, ia mengeluarkan undang-undang untuk menambah 12 orang hakim baru yang ia pilih sendiri.
Setelah Chavez menguasai peradilan dan legislatif, ia mulai sepenuhnya menerapkan kebijakan sosialis.
“Serangkaian perubahan telah mulai menunjukkan kepada kita fakta-fakta yang mengerikan” kata Giannina Raffo. ”
(Pemerintah Chavez) mulai melakukan serangkaian serangan terhadap properti pribadi, menerapkan kebijakan ekonomi yang sangat berbahaya, menangkap dan menjatuhkan hukuman kepada para pembangkang, dan melakukan sensor lembaga dan lain sebagainya.
Chaves kembali terpilih menjadi presiden pada 3 Desember 2006, setelah itu ia mulai menyita kekayaan swasta dalam skala besar. Ribuan perusahaan swasta telah dinasionalisasi, termasuk media, perusahaan minyak dan listrik, tambang, pertanian, bank, pabrik dan toko kelontong.
Sebuah video menunjukkan bahwa seorang pemilik toko sampai menangis karena bisnisnya telah disita dengan berbagai alasan.
Inti dari kebijakan Chavez adalah dengan memanfaatkan ekspor minyak dan berutang kepada komunis Tiongkok untuk mewujudkan egalitarianisme sosial, dan untuk menerapkan perawatan medis gratis, pendidikan gratis, dan sistem perumahan umum.
Tapi “dandang nasi besar” Chavez terbukti kacau balau. “Sumber daya adalah kutukan bagi Venezuela, dan kutukan yang lebih besar adalah kesejahteraan yang tinggi.”
kebijakan kesejahteraan akhirnya melahirkan orang-orang malas, sehingga tidak ada orang yang mau bekerja, tidak ada orang mau belajar, dan polarisasi sosial semakin serius. Ini telah menunjukkan bahwa Venezuela akan memiliki masalah di masa depan.
Awalnya, Chavez tampaknya telah membuat beberapa kemajuan dalam mengurangi kemiskinan, tetapi para ahli mengatakan itu adalah menghabiskan kekayaan minyak negara untuk mencapai tujuan ini.
Tom Palmer, Wakil Presiden Eksekutif LSM ‘Atlas Network’ mengatakan kepada Fox News bahwa Chavez dapat mendanai banyak proyek melalui penjualan minyak, tetapi ketika harga minyak jatuh, seluruh perekonomian menjadi hancur. Pada saat yang sama, Venezuela juga berhutang banyak kepada komunis Tiongkok.
Giannina Raffo secara pribadi telah mengalami dampak dari kebijakan ekonomi Chavez yang menyebabkan hiperinflasi dan kekurangan bahan-bahan dalam skala besar. “Sebelum saya datang ke Amerika Serikat pada bulan Januari 2016, saya dan keluarga saya harus antri selama lebih dari 8 jam untuk membeli bahan-bahan kebutuhan dasar”
Giannina Raffo menambahkan bahwa yang paling menjadi kekhawatirannya adalah bahan makanan.
“Situasi ini sama dengan yang terjadi di Kuba : pada dasarnya Anda hanya dapat membeli sejumlah makanan tertentu dalam seminggu”. Meskipun demikian jumlah tersebut belum tentu dapat Anda peroleh.
“Kehidupan rumah tangga di Venezuela sudah sulit berlanjut, dan (waktu keluarga saya) digunakan untuk mencari makanan dan obat-obatan untuk bertahan hidup”.
“Jangan membiarkan siapa pun merusak generasi penerus kita dengan ide-ide sosialis yang omong kosong. Didik dan sebarkan kepada anak cucu kita konsep tentang kebebasan”, kata Giannina Raffo.
Setelah Chavez meninggal karena penyakit kanker, penggantinya Nicolas Maduro yang menjabat pada bulan April 2013, juga menempuh jalan yang sama seperti Chaves dengan kediktatoran dan memperburuk sistem demokrasi. Dalam beberapa tahun terakhir, Venezuela telah jatuh ke dalam keruntuhan ekonomi sepenuhnya.
Menurut data Wiki, PDB Venezuela turun 27% antara tahun 2013 hingga 2016. Pada 2016, negara itu memasuki kondisi kelaparan, kekurangan gizi yang melanda ke seluruh negeri, dan 90% dari populasi negara itu hidup di bawah garis kemiskinan.
Dalam unjuk rasa rakyat yang baru terjadi ini, pemimpin oposisi Juan Guaido pada 23 Januari mengumumkan bahwa ia akan menjabat sebagai presiden sementara negara itu untuk menantang presiden sosialis saat ini Maduro.
Juan Guaido mendapat pengakuan dari banyak negara
Juan Guaido telah menerima dukungan dari negara-negara Eropa dan Amerika. Amerika Serikat telah mengakui bahwa Guaido sebagai presiden sementara Venezuela.
Pemerintah Eropa seperti Jerman, Prancis, dan Spanyol dan lainnya pada hari Sabtu menyatakan bahwa jika Venezuela tidak mengadakan pemilihan umum dalam waktu 8 hari, mereka akan mengakui Guaido sebagai presiden yang sah.
Senator AS Macro Rubio telah memperingatkan Maduro melalui sebuah pernyataan : “Saya juga tahu bahwa jika rezim Maduro yang ilegal mengambil tindakan apa pun terhadap Presiden Juan Guaido, anggota Majelis Nasional atau pengunjuk rasa damai, maka Presiden Amerika Serikat akan secara langsung menuntut tanggung jawab Maduro”.
Venezuela yang memiliki populasi lebih dari 31 juta jiwa dan cadangan minyak terbesar di dunia. Termasuk cadangan gas alam, bijih besi tingkat tinggi, batu bara, bauksit, dan sumber daya lainnya yang cukup besar, tetapi negara kaya seperti itu telah menjadikan rakyatnya kelaparan dan lebih dari 10 % warganya harus mengungsi karena sistem sosialis yang dianur.
Satu hari bisa makan 1 kali saja dengan porsi normal sudah merupakan kemewahan bagi warga Venezuela. Survei menunjukkan bahwa 75% populasi telah kehilangan berat badan rata-rata 11 kilogram pada tahun lalu, dan gizi buruk yang terjadi pada anak-anak sangat serius.
Trump sebelumnya memperingatkan tentang bencana yang diakibatkan oleh sosialisme
Ketika Presiden Trump menyampaikan pidato di Majelis Umum PBB pada 25 September tahun lalu, ia mengutuk pemerintahan sosialis dan komunis yang membuat rakyatnya menderita dan meminta negara-negara lain untuk memboikot.
Ia menggunakan Venezuela sebagai contoh dan mengatakan : “Kami menyaksikan tragedi manusia yang sedang terjadi di Venezuela. Lebih dari 2 juta orang telah melarikan diri dari rezim sosialis Maduro yang disponsori oleh Kuba”.
“Belum lama ini, Venezuela adalah salah satu negara terkaya di planet ini. Hari ini, sosialisme telah membuat negara kaya minyak ini bangkrut dan telah menyebabkan rakyatnya jatuh ke dalam kemiskinan ekstrem. Intinya, di mana pun itu, penerapan sosialisme atau komunisme hanya akan menjadikan rakyatnya menderita, pemerintahannya korupsi, dan menurunkan kemampuan ekonomi,” kata Trump.
“Keinginan sosialis untuk kekuasaan akan mengarah pada ekspansi, invasi dan penindasan. Semua negara di dunia harus melawan sosialisme dan penderitaan yang dibawakan kepada rakyat. Dalam semangat ini, kami menuntut agar semua bangsa yang berkumpul di sini untuk bersama-sama kami menyerukan pemulihan demokrasi di Venezuela. Hari ini, kami mengumumkan sanksi tambahan terhadap rezim yang menindas rakyatnya, memerangi lingkungan inti Maduro beserta penasihat dekatnya,” kata Presiden AS di Majelis Umum PBB. (Sin/asr)