Produk Daging Flu Babi yang Beredar di Pasar Tiongkok Mungkin Mencapai 50 Persen

Epochtimes.id- Setelah produk daging babi dari Henan, Tiongkok ‘Sanquan Food’ diketahui mengandung virus flu babi Afrika, kembali ditemukan sejumlah produk daging babi yang diproduksi oleh perusahaan daging besar di Tiongkok tidak lulus uji virus flu babi.

Jumlahnya mungkin mencapai 50 % pangsa pasar, tetapi pejabat Partai Komunis Tiongkok sampai saat ini belum mengumumkan situasinya, dan bahkan mendorong para peternak babi untuk menjual daging babi yang sudah mati.

Produk daging babi dari lusinan perusahaan daging besar Tiongkok tidak lulus uji virus flu babi Afrika

Beberapa netizen baru-baru ini memberitakan, produk swekiau/pangsit isi babi yang dibekukan dari perusahaan Henan Sanquan Foods Co., Ltd. dinyatakan positif mengandung virus flu babi Afrika saat pengujian labaratorium di propinsi Hunan.

Pada hari kedua, lebih dari selusin perusahaan daging berskala besar Tiongkok, termasuk Kedi, Longfeng, dan Jinlu, total berjumlah 40 batch produk, yang dinyamengandung virus flu babi oleh departemen pertanian Gansu.

Dari beberapa laporan uji yang dikemukakan diketahui bahwa produk daging babi yang mengandung virus itu berkisar dari bakso hingga swekiau/pangsit, sosis dan lainnya. Luasnya peredaran produk-produknya meliputi dari pantai timur Tiongkok sampai daerah-daerah terpencil di Gansu.

Sumber : Tidak ada rencana pemusnahan terhadap produk yang mengandung virus

Berita itu telah menimbulkan kepanikan masyarakat. Namun Mr. Zhu, seorang sumber yang memahami masalah dalam wawancaranya dengan Radio Free Asia mengatakan, berita tentang produk daging babi yang mengandung virus telah dikonfirmasi oleh Departemen Pertanian Gansu dan perusahaan yang terlibat pada Minggu (17/2/2019).

Menurut laporan, lebih dari selusin perusahaan daging itu hampir meliputi semua merek terkenal yang produknya beredar di daratan Tiongkok, menunjukkan bahwa situasinya sangat serius.

Mr. Zhu mengatakan : “Setidaknya telah melibatkan 4 provinsi dan kota yakni Shandong, lalu Henan, Anhui, Shanghai, dan kemudian merek yang terlibat semuanya adalah merek besar yang pangsa pasarnya diperkirakan mencapai hampir 50%. Kemudian Kedi telah melakukan penyegelan terhadap produk dari batch yang bermasalah, dan mengatakan bahwa masih ada banyak produk sejenis yang masih tersimpan dalam gudang. Namun merka tidak menyampaikan rencana penanganannya sehingga masalah ini dianggap sangat serius.”

Mr. Zhu juga mengatakan bahwa semua berita terkait masalah ini pada dasarnya diekspos oleh jalur non pemerintah, entah mengapa pemerintah sampai saat ini tidak berinisiatif untuk merilisnya. Ini adalah pemerintah yang tidak bertanggung jawab.

“Inti permasalahannya masih menyangkut ketidaktransparanan berita. Produk Sanquan yang mengandung virus itu ditemukan secara tidak sengaja. Berita Itu diekspos oleh netizen yang menemukan dalam dokumen milik kantor inspektur internal pemerintah, alias bukan pemerintah yang berinisiatif mengumumkan demi kesehatan warga,” kata Mr. Zhu,

“Ketidakefektifan pemerintah mendorong peternak menjual daging babi bermasalah”

Ny. Liu, seorang profesional medis kepada Radio Free Asia mengatakan bahwa belum diketahui secara jelas bagaimana dengan dampak dari mutasinya virus, pandemi apalagi yang akan muncul nantinya. Departemen pencegahan epidemi lokal tidak mampu mendeteksi dan mencegah babi-babi bermasalah itu masuk ke perusahaan pengolahan daging.

Ada juga berita beredar bahwa akibat ketidakefektifan pemerintah sampai peternak  terdorong untuk menjual daging babi bermasalah demi mengurangi kerugian.

Ny. Liu mengatakan : “Kerugian yang dialami peternak terlampau besar. Pemerintah hanya tutup sebelah mata, melihat peternak menjual daging babi yang sudah mati.”

“Kedua, belum ada cara baru lain untuk menguji apakah babi bermasalah pada masa inkubasi virus yang sekitar setengah bulan ini, karena biayanya mahan”.

Para pakar pencegahan flu babi Afrika mengatakan bahwa perusahaan-perusahaan daging domestik saat ini dan lembaga-lembaga pengujian keamanan pangan pada dasarnya tidak memiliki kemampuan untuk mendeteksi dan mencegah penyebaran epidemi tersebut.

Praktisi media bermarga Chen mengatakan, sampai saat ini masih banyak orang makan daging babi. Namun, pejabat tinggi memiliki pasokan daging babi yang lebih khusus, mereka tidak perlu takut dengan epidemi, tetapi rakyat kebanyakan tidak ada pilihan sama sekali.

Setelah penemuan virus flu babi Afrika pertama di kota Shenyang pada bulan Agustus tahun lalu, hanya dalam beberapa bulan saja epidemi tersebut sudah menyebar ke 25 provinsi di Tiongkok, itu laporan resmi yang dikeluarkan Partai Komunis Tiongkok.

Dunia luar percaya bahwa flu babi Afrika tidak terkendalikan di daratan Tiongkok, terutama di beberapa daerah, dan itu dikarenakan tidak adanya perhatian dari pemerintah berwenang di pusat, sehingga pemerintah daerah tidak berdaya dalam melakukan pengontrolan maupun pencegahan.

Meskipun Kementerian Pertanian Tiongkok menetapkan bahwa akan memberikan subsidi sebesar RMB. 1.200  terhadap setiap ekor babi terinfeksi virus flu yang dibunuh dalam rangka penyebaran virusnya. Namun menurut apa yang diketahui oleh Radio Free Asia, karena sulit dalam realisasi pembayarannya, otoritas di banyak tempat berusaha untuk menghindar. (Sin/asr)

Video Rekomendasi : 

https://www.youtube.com/watch?v=bFXyl2pNQXg