Tang Hao
Perang Dagang AS-RRT, apakah akan berakhir, atau semakin memanas?
Wakil PM RRT Liu He akhir bulan Januari lalu saat berkunjung ke AS untuk berunding, Presiden Trump pernah menyatakan, untuk mencapai kesepakatan antara pihak AS dengan RRT, dirinya harus bertemu dengan Xi Jinping agar bisa membuat keputusan.
Tapi beberapa hari lalu, Trump secara jelas menyatakan pada pihak luar, dirinya tidak akan bertemu dengan Xi Jinping sebelum batas waktu perundingan perang dagang tanggal 1 Maret mendatang. Dengan kata lain, tekanan tarfi bea masuk tinggi putaran berikutnya telah semakin dekat, hal ini telah memicu guncangan pasar internasional.
Lalu, mengapa Trump tidak mau bertemu Xi Jinping?
PKT Tak Mau Reformasi Struktural, Masih Berselisih Masalah Inti
Sebenarnya, Trump telah menekankan pada Liu He, hanya dengan dirinya bertemu Xi Jinping, kesepakatan antara pihak AS dengan RRT baru akan tercapai, waktu itu bisa dilihat bahwa Trump sangat paham walaupun pihak RRT sepertinya royal ‘menghamburkan uang’ membeli banyak produk AS, berjanji akan melindungi kekayaan intelektual secara secara bertahap membuka pasar finansial dan pelayanan. Akan tetapi sebenarnya RRT masih tidak bisa terlepas dari sikap tiran yang semena-mena ‘membereskan masalah dengan uang’, Beijing tetap saja tidak bersedia menggulirkan reformasi struktural yang krusial.
Maka Trump yang merupakan pakar negosiasi memutuskan untuk turun tangan sendiri memperbesar tekanan bagi pihak RRT, pada saat bersamaan juga mengingatkan pemerintahan Beijing: dirinya mengawasi setiap detail perkembangan, dan ia sangat paham apa yang tengah dipikirkan Beijing.
Sekarang, Trump lebih lanjut memastikan tidak akan bertemu Xi Jinping lagi, ini menunjukkan masalah struktural yang krusial antar kedua pihak masih belum tercapai kesepakatan.
Dengan kata lain, saat ini pihak RRT tidak sungguh-sungguh berniat menghentikan pencurian kekayaan intelektual, tidak mau menghentikan pemaksaan pengalihan teknologi dan tidak berniat menghapus subsidi pada BUMN, hanya secara pernyataan berusaha mengelabui pihak AS untuk mengulur waktu demi formalitas belaka.
Tidak heran waktu itu di hadapan Trump dan Liu He serta media internasional, Lighthizer (ketua Perwakilan Dagang AS) sampai tiga kali menekankan ‘eksekusi tuntas’ (enforcement) adalah kuncinya.
Pihak AS secara gamblang mengetahui PKT bersikap “membahas hal remeh temeh untuk menghindari topik utama” dan dengan liciknya tidak bersedia menerapkan reformasi struktural, oleh karenanya walaupun pihak RRT yang proaktif mengundang Trump untuk bertemu dengan Xi, dan berusaha memanfaatkan hubungan persahabatan keduanya untuk ‘melicinkan’ perundingan perdagangan, tapi pada akhirnya Trump tidak bersedia menemui Xi.
Dari sudut pandang lain, waktu Trump menyatakan tidak akan menemui Xi Jinping, bertepatan sehari sebelum tim perwakilan AS berkunjung ke Beijing (sejak tanggal 11 Februari), dalam tingkatan tertentu, Trump juga berniat meningkatkan tekanan terhadap PKT, memberikan lebih banyak kartu bagi Lighthizer, berharap dapat mendesak pihak RRT melakukan perubahan struktural.
Tekan Diplomatik PKT, Dorong Demokratisasi Venezuela dan Denuklirisasi Korut
Sementara Trump tidak menemui Xi Jinping, karena ada pertimbangan diplomatik juga. Saat ini, pihak AS tengah berupaya membantu Venezuela membebaskan diri dari rezim sosialis, melangkah menuju masyarakat bebas dengan hukum sebagai panglima, namun PKT justru merupakan sekutu dan pendonor jangka panjang bagi diktator Venezuela yakni Maduro.
Pihak AS tidak mau PKT mengintervensi dan membantu Maduro, berharap secepatnya meruntuhkan rezim sayap kiri ini. Maka AS sementara masih menyimpan pedang perundingan perdagangan ini yang digantungkan di atas kepala Beijing untuk menekannya, akan sangat membantu untuk menghambat penetrasi Beijing di Venezuela.
Ditambah lagi, pihak AS tengah berupaya keras mengatasi masalah nuklir di Korut, Trump dan Kim Jong-Un juga akan segera bertemu lagi di Vietnam. Trump sangat memahami akar masalah di belakang Korut adalah PKT, walaupun Trump sempat berkali-kali menawarkan niat baik bekerjasama dengan Kim Jong-Un, menetralisir masalah nuklir dan membantu kesulitan ekonomi Korut, tapi Kim Jong-Un tetap saja plin-plan, karena dipengaruhi oleh PKT.
Maka di satu sisi Trump menggunakan perundingan perdagangan untuk menekan Beijing, menahan kendali Beijing terhadap Korut; di saat yang sama, menawarkan itikad baik pada Kim Jong-Un untuk berunding, berharap dapat membantu menelurkan kesepakatan perundingan antara AS dengan Korea Utara.
Lindungi AS Adalah Misi Utama Trump, Dikhawatirkan Cara Berpikir Budaya Partai Beijing Telah Menimbulkan Salah Tafsir
Memang benar, dari sudut pandang politik, Trump dewasa ini sangat membutuhkan suatu kesepakatan, untuk meraih kemenangan bertahap atas perang dagang dan meredam perusahaan di AS yang terkena imbas akibat bea masuk dagang, juga membantu memenangkan pilpres tahun depan.
Pemikiran ‘melindungi kekuasaan’ ini adalah konsep utama pihak Beijing, juga merupakan kebiasaan budaya PKT. Berdasarkan ini pihak PKT menyimpulkan, akibat tekanan untuk menjabat kembali, sikap Trump seharusnya akan melunak dan akan lebih mudah berkompromi, jadi RRT tidak perlu terlalu mengalah dalam masalah struktural, asalkan ‘keluar uang, beli produk AS, beri muka dan puji Trump’, maka perundingan perang dagang akan dilalui dengan mulus.
Tetapi, budaya partai Beijing yang ‘mengagungkan uang di atas segalanya’ mungkin telah salah tafsir: Trump bukan politisi oportunis yang rakus akan kekuasaan apalagi uang, ia sendiri adalah seorang konglomerat, Trump rela meninggalkan kehidupan serba mewahnya demi membangkitkan kembali Negara AS, terjun ke dunia politik dan berperang melawan politisi sayap kiri serta media massa berhaluan kiri AS.
Jadi bagi Trump, menjabat kembali adalah masalah kedua, melindungi AS adalah yang utama; merebut kembali kekuasaan bukan yang terpenting, melindungi keselamatan rakyat dan kepentingan AS barulah yang utama.
Apalagi, siapa pun yang mampu mencurahkan segenap kemampuannya membangkitkan kembali AS, melindungi keamanan dan kepentingan rakyat AS, dengan sendirinya akan mendapat dukungan dari warga pemilih dan terpilih menjadi presiden pun akan terjadi dengan sendirinya. Dengan kata lain, sungguh-sungguh berkorban bagi rakyat, dan bukan demi kepentingan pribadi, dengan sendirinya akan mendapat perlindungan dari Tuhan dan meraih kekuasaan negara.
Tujuan sebenarnya Trump mengobarkan perang dagang, adalah untuk meruntuhkan rezim otoriter PKT yang selama ini tidak bisa dipercaya, tidak bermoral, tidak taat hukum dan aturan main serta telah merugikan AS dan telah menganiaya sebagian warganya sendiri.
Jadi, rakyat Tiongkok seharusnya mewaspadai media massa corong pemerintah yang “mengaburkan PKT dengan Tiongkok” dengan berbagai propagandanya, jangan mudah mempercayai media massa partai, jangan salah tafsir atas sanksi AS terhadap PKT yang dipandang sebagai sanksi AS terhadap rakyat Tiongkok, dengan demikian barulah tidak terbelenggu oleh opini sepihak PKT, dan menjadi tameng bagi PKT untuk menghadapi perang dagang dengan AS. (SUD/WHS/asr)