oleh Zhang Ting
Pei Minxin, seorang profesor yang pakar urusan Tiongkok di California, Amerika Serikat baru-baru ini menerbitkan sebuah artikel di media Jepang yang menganalisis masa depan Sabuk Ekonomi Jalur Sutra (Inisiatip One Belt One Road – OBOR).
Dalam artikel tersebut, ia menganalisis faktor-faktor domestik dan internasional yang dihadapi OBOR dan tanda-tanda terbaru dari pejabat Partai Komunis Tiongkok. Akhirnya, ia mengatakan bahwa tidak mengejutkan jika komunis Tiongkok suatu hari diam-diam mengakhiri proyek OBOR.
Pei Minxin adalah profesor ilmu kepemerintahan di Claremont McKenna College dan Direktur Keck Center for International and Strategic Studies. Keahliannya di bidang ekonomi politik Tiongkok, hubungan Tiongkok-AS, dan demokratisasi negara-negara berkembang.
Pei Minxin menerbitkan sebuah artikel di ‘Nikkei Asian Review’ dengan judul Apakah Tiongkok akan Membiarkan OBOR Mati dengan Tenang (Will China let Belt and Road die quietly ?)
OBOR Menghadapi Tantangan Berat di Negara asing
Pei Minxin dalam artikelnya merangkum dilema yang dihadapi komunis Tiongkok akhir-akhir ini dalam mewujudkan inisiatif OBOR di negara asing. Sejumlah negara telah menghentikan atau meminta dilakukan penijauan kembali proyek-proyek OBOR yang telah ditandatangani bersama komunis Tiongkok. Misalnya, Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad yang membatalkan dua proyek besarnya OBOR-nya, termasuk pembangunan jalur kereta api senilai USD. 20 miliar karena biayanya dinilai terlampau tinggi.
Pemerintah baru Pakistan juga mengatakan akan meninjau Koridor Ekonomi (CPEC), CPEC dianggap sebagai permata mahkota OBOR. Komunis Tiongkok berjanji untuk menyediakan USD. 60 miliar untuk proyek CPEC.
Pemerintah Myanmar baru-baru ini mengatakan kepada Beijing bahwa pembangunan stasiun tenaga air yang mereka danai yang telah ditangguhkan tidak akan dipulihkan lagi.
Negara pulau Samudra Hindia, Maladewa, berusaha untuk melakukan negosiasi ulang dengan komunis Tiongkok minta pengurangan utang sebesar USD. 3 miliar. Utang ini setara dengan dua pertiga dari PDB Maladewa. Utang ini terutama disebabkan oleh proyek OBOR, dan Maladewa meminjam dari komunis Tiongkok untuk membiayai proyek-proyek ini.
Pei Minxin mengatakan bahwa bagi komunis Tiongkok, OBOR adalah proyek pembangunan infrastruktur yang berkembang secara global, mewakili visi komunis Tiongkok tentang proyeksi kekuatan dan perluasan pengaruh di seluruh dunia. Secara intern, banyak orang di Tiongkok merasa tidak nyaman dengan inisiatif tersebut, dan itu benar.
Di satu sisi, komunis Tiongkok sekarang sedang menghadapi situasi kontraksi ekonomi dan perang dagang dengan Amerika Serikat. Di sisi lain mereka menghadapi kecaman dari negara-negara yang telah memperoleh pembiayaan OBOR. Para sarjana, ahli ekonomi, dan pelaku bisnis diam-diam mempertanyakan apakah pemerintah mereka telah secara benar memanfaatkan sumber daya mereka yang langka.
OBOR Berbenturan dengan Kurangnya Cadangan devisa, Dana Pensiun, Pelambatan Ekonomi
Proyek OBOR terhambat oleh pertumbuhan ekonomi yang melamban bahkan lebih jelas. Dunia sudah berubag dalam 5 tahun terakhir. Perlambatan ekonomi Tiongkok telah menyebabkan modal mengalir keluar, dan cadangan devisa telah kehilangan sebanyak lebih dari USD. 1 triliun.
Jika kita mempertimbangkan dampak perang dagang terhadap pendapatan internasional Tiongkok di masa mendatang, maka Tiongkok tidak mungkin dapat menghasilkan surplus devisa yang cukup untuk mendanai inisiatif OBOR dengan ukuran yang sama.
Selain itu, tarif yang diberlakukan oleh Amerika Serikat dan ketidakpastian hubungan perdagangan AS – Tiongkok akan sangat mengurangi jumlah ekspor Tiongkok ke Amerika Serikat dan bahkan ke pasar negara maju lainnya.
Pei Minxin memperkirakan bahwa karena surplus perdagangan Tiongkok dengan Amerika Serikat hampir setara dengan keseluruhan surplus transaksi berjalan Tiongkok, jika pemerintah Tiongkok tidak dapat mengimbangi kekurangan yang timbul dengan meningkatkan ekspor ke pasar negara lain (tugas yang hampir mustahil), tetapi penurunan ekspor yang tajam ke Amerika Serikat akan menyebabkan defisit pada transaksi berjalan Tiongkok.
Pendapatan internasional Tiongkok yang memburuk akan memaksa pemerintah Beijing menggunakan cadangan devisa untuk menjaga kepercayaan investor terhadap stabilitas ekonominya secara keseluruhan. Karena itu, Beijing harus berhati-hati dalam meninjau komitmen eksternalnya dan mengevaluasi kembali proyek-proyek sebelumnya, beberapa di antaranya mungkin harus dikurangi atau bahkan ditinggalkan.
Disebutkan juga bahwa masalah yang dihadapi oleh OBOR tidak hanya dari berkurangnya pendapatan devisa dalam beberapa tahun ke depan. Di dalam negeri, Beijing juga sedang menghadapi dampak dari meningkatnya pembayaran dana pensiun, perlambatan pertumbuhan ekonomi dan menurunnya pendapatan dari pajak.
Pada akhir bulan Desember tahun lalu, Menteri Keuangan Tiongkok Liu Kun dalam pertemuan keuangan tahunan telah menyampaikan prospek keuangan Tiongkok yang suram dengan sikap yang tidak biasa. Liu Kun memperingatkan bahwa pemerintah di semua tingkatan harus melakukan yang terbaik untuk mengurangi biaya administrasi dengan mengencangkan ikat pinggang mereka.
Pei Minxin mengatakan, Beijing memutuskan untuk memotong pajak guna merangsang pertumbuhan ekonomi. Pada 2018, pertumbuhan pendapatan fiskal turun 1,2 poin dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun 2017. Karena pemotongan pajak dan pertumbuhan ekonomi yang melambat, prospek fiskal tahun ini diperkirakan akan semakin memburuk.
Salah satu masalah terbesar yang dihadapi anggaran belanja Tiongkok adalah jumlah pembayaran pensiun yang besar akibat penuaan populasi yang cepat. Pada tahun 2016, defisit bersih rekening pensiun di Provinsi Heilongjiang adalah RMB. 23 miliar, sementara 6 provinsi lainnya dengan total populasi 236 juta pada tahun 2016 menghadapi dilema kesulitan dalam pembayarannya.
Prospek pensiun di seluruh negeri tampak sama parahnya. Menurut statistik Kementerian Keuangan Tiongkok, pemerintah harus mengeluarkan dana sebesar RMB. 1,2 triliun pada tahun 2017 untuk menebus kekurangan dalam pembayaran dana pensiun.
Pei Minxin mengatakan bahwa meskipun beberapa orang berpikir bahwa proyek OBOR mungkin tidak akan terpengaruh oleh kekurangan anggaran belanja Beijing, karena itu merupakan prioritas utama kebijakan luar negeri komunis Tiongkok. Namun, karena berbagai tuntutan bersaing untuk sumber daya yang terbatas, kenyataan dari ekonomi yang keras akan membawa semakin banyak pilihan pahit kepada para pemimpin Partai Komunis Tiongkok.
Laporan tersebut berpendapat bahwa pemimpin puncak Tiongkok dapat terus mendukung inisiatif OBOR, tetapi mereka juga harus memahami bahwa hanya ada beberapa orang di Tiongkok yang mendukung, dan bahwa dana pensiun Tiongkok yang jumlahnya besar itu diambil buat membangun infrastruktur di tanah jauh milik orang lain. Penjelasan demikian ini sulit membuat takluk orang.
Tidak Mengejutkan Jika Komunis Tiongkok Diam-Diam Mengakhiri Inisiatif OBOR
Meskipun Beijing belum menerbitkan pernyataan resmi tentang rencana memperlambat inisiatif OBOR, tetapi komunis Tiongkok telah menghilangkan kritik langsung media terhadap OBOR yang dimuat di jaringan internet. Namun, orang dapat merasakan bahwa Beijing sudah mengurangi gembar-gembornya tentang OBOR. Belum lama ini, mesin propaganda resmi Tiongkok masih sepenuhnya mempromosikan pencapaian OBOR, dan kini volume publisitasnya telah menurun.
Pada bulan Januari 2018, media corong PKT ‘Renmin Rebao’ menerbitkan 20 cerita tentang OBOR. Pada bulan Januari tahun ini, hanya ada tujuh yang dimuat. Jika kita melacak liputan OBOR yang diterbitkan di media resmi Tiongkok pada tahun 2019 dan membandingkan liputannya dengan tahun-tahun sebelumnya, kita dapat melihat lebih jelas akan dibawa ke mana OBOR ini.
Pei Minxin mengatakan bahwa sangat mungkin bahwa kita akan melihat bahwa investasi media resmi PKT di proyek OBOR akan berkurang secara signifikan. Dapat juga dilihat bahwa pendanaan Beijing untuk proyek-proyek OBOR juga akan menurun pada tahun ini dan seterusnya.
Dari dana yang dijanjikan komunis Tiongkok kepada Pakistan dapat dilihat bahwa Beijing berusaha memperketat pengeluaran eksternalnya. Pei Minxin mengatakan bahwa Beijing baru saja melepas pinjaman baru kepada Pakistan sebesar USD. 2,5 miliar, sementara Pakistan sebenarnya meminta pinjaman sebesar USD. 6 miliar.
Pei Minxin dalam kesimpulannya menyebutkan bahwa apa yang terjadi di Beijing tampaknya adalah, meskipun pemimpin senior komunis Tiongkok terus mendukung inisiatif OBOR, tetapi di mata publik ambisi Tiongkok kian hari kian memudar. Jika Beijing akhirnya membiarkan OBOR diam-diam menghilang, “kita tidak perlu terkejut,” katanya. (Sin/asr)
Video Rekomendasi :
https://www.youtube.com/watch?v=GRsFY9yaw9k