EpochTimesId – Ayah dari Shamima Begum, anak SMA London yang melakukan perjalanan ke Suriah untuk bergabung dengan ISIS, mengatakan bahwa Pemerintah Inggris berkewajiban untuk memungkinkan sang anak kembali ke Inggris dari Suriah. Ahmed Ali juga menegaskan bahwa anaknya harus menghadapi proses hukum atas kejahatan yang dia lakukan.
Pernyataan terakhirnya, dalam sebuah wawancara dengan AFP pada 25 Februari 2019, bertentangan dengan pernyataannya seperti yang dilaporkan oleh Daily Mail sehari sebelumnya. Dia mengatakan pernyataannya disalahtafsirkan.
Begum, yang sekarang berusia 19 tahun, baru-baru ini melakukan serangkaian wawancara yang menyatakan keinginannya untuk kembali. Namun, dia tidak menunjukkan penyesalan, yang membangkitkan perhatian publik dan mendorong menteri dalam negeri Inggris mengumumkan pada minggu lalu, bahwa kewarganegaraannya telah dicabut.
“Saya tidak berpikir bahwa mencabut kewarganegaraan Begum adalah hal yang benar untuk dilakukan,” kata Ahmed Ali, yang tinggal di Bangladesh dengan istri keduanya.
“Melakukan kesalahan adalah manusiawi. Anda dan saya bisa membuat kesalahan. Boleh-boleh saja melakukan kesalahan, semua manusia melakukan itu. Seseorang merasa sedih jika seorang anak melakukan kesalahan,” sambungnya kepada AFP.
Komentar terbaru Ali kini sama dengan anggota keluarga Begum lainnya, yang tinggal di Inggris.
Hanya sehari sebelumnya, Ali dikutip oleh Daily Mail mengatakan bahwa, “Saya tahu mereka [pemerintah Inggris] tidak ingin membawanya kembali, dan dalam hal ini, saya tidak punya masalah. Saya tahu dia terjebak di sana [di Suriah] tetapi itu karena dia telah melakukan tindakan yang membuatnya terjebak seperti ini.”
“Saya tidak bisa mengatakan apakah itu benar atau salah. Jika hukum negara mengatakan bahwa itu benar untuk membatalkan kewarganegaraannya, maka saya setuju.”
Ali mengatakan pernyataan itu salah kutip, menurut AFP. Sebab tidak ada penjelasan lebih lanjut mengenai maksud pernyataannya tersebut.
Sementara itu, Begum berbicara kepada The Sunday Telegraph di kamp al-Hol di Suriah di mana dia tinggal bersama putranya yang baru lahir. “Mereka membuat contoh tentang saya. Saya menyesal berbicara kepada media. Saya berharap saya tetap merendah dan menemukan cara berbeda untuk menghubungi keluarga saya. Itu sebabnya saya berbicara dengan surat kabar,” ujar Begum.
Dia mengakui, bagaimanapun, bahwa dia mendapat manfaat dari perawatan luar biasa di kamp pengungsian karena bantuan dan keterlibatan pihak internasional.
“Mereka memberi saya tenda saya sendiri. Mereka agak baik pada saya sekarang karena saya sudah mengetahui semua berita.”
Pengantin ISIS Alabama
Wilayah ISIS terjepit hingga sangat kecil oleh pasukan koalisi pimpinan Amerika Serikat dalam beberapa bulan terakhir. Keinginan ‘pengantin ISIS’ yang melakukan perjalanan dari Barat dan sekarang terakumulasi di kamp-kamp pengungsi di Suriah untuk bertahan menjadi sirna. Mereka ingin kembali ke negara barat yang sebelumnya menjadi tempat menyambung hidup.
Begum melakukan perjalanan ke Suriah ketika masih SMA, dan baru berusia 15 tahun. Dia kabur dari rumah orangtuanya di London, untuk bergabung dengan apa yang disebut kekhalifahan. Dia melahirkan anak ke-tiga-nya beberapa hari lalu di sebuah kamp pengungsi Kurdi, setelah memicu kontroversi dengan sejumlah wawancara. Dua anak sebelumnya telah meninggal dunia.
Kamp pengungsian itu terdiri dari 40.000 orang. Diperkirakan sebanyak 1.500 orang diantaranya yang melakukan perjalanan dari negara-negara Barat, terutama Eropa, untuk bergabung dengan ISIS.
Menurut Guardian, hanya ada satu orang di kamp yang melakukan perjalanan dari Amerika Serikat untuk bergabung dengan ISI, dia adalah Hoda Muthana. Seperti Begum, dia melakukan perjalanan ke Suriah untuk menjadi ‘pengantin ISIS’.
Muthana, 24, diduga telah menjadi agitator online terkemuka untuk ISIS. Dia menikahi tiga anggota organisasi teroris setelah melakukan perjalanan ke Suriah pada 2014.
Dilacak oleh media di sebuah kamp pengungsi beberapa hari yang lalu, dia sekarang memiliki seorang putra berusia 18 bulan. Dia mengaku ingin kembali ke Amerika Serikat.
Atas permintaan Presiden Trump, Sekretaris Negara Mike Pompeo mengatakan bahwa dia akan diblokir (dicekal) untuk kembali.
“Hoda Muthana bukan warga negara AS dan tidak akan diterima di Amerika Serikat. Dia tidak memiliki dasar hukum, tidak ada paspor AS yang sah, tidak ada hak untuk paspor, atau visa untuk bepergian ke Amerika Serikat,” kata Pompeo dalam sebuah pernyataan.
Ayah Muthana telah mengajukan gugatan perdata yang menggugat sikap pemerintah AS.
Kekhalifahan ISIS yang pernah meluas di sebagian besar wilayah Suriah dan Irak, sekarang terbatas hanya di Baghouz, sebuah kota di Suriah timur.
Pada 20 Februari, ISIS tampak nyaris kalah dalam kantong terakhirnya di Suriah timur ketika warga sipil tumpah ruah melarikan diri. Pasukan Demokratik Suriah (SDF) yang didukung AS mengatakan jihadis yang tersisa ingin bertempur sampai mati, menurut catatan Reuters. (SIMON VEAZEY dan Tom Ozimek/The Epoch Times/waa)
Video Pilihan :
https://youtu.be/fTKcu82AtsA
Simak Juga :
https://youtu.be/rvIS2eUnc7M