Li Muyang
KTT Eropa dan Tiongkok ke-21 telah digelar di Brussels pada 9 April lalu. Ketika itu, Presiden Dewan Eropa Donald Tusk dan Presiden Komisi Eropa Jean-Claude Juncker bertemu dengan Perdana Menteri Tiongkok Li Keqiang. Kedua pihak akhirnya mengeluarkan pernyataan bersama.
Menurut laporan sejumlah media, beberapa sumber mengatakan bahwa Tiongkok memilih “mengalah pada detik-detik penting terakhir” terhadap beberapa persyaratan utama dalam KTT itu terkait perdagangan dan investasi.
Untuk menghindari ancaman diveto oleh Uni Eropa, Beijing menyetujui beberapa persyaratan Uni Eropa termasuk “subsidi industri, perjanjian investasi, dan akses pasar.”
Berita terkait menyebutkan bahwa sikap keras Uni Eropa terhadap Beijing telah “membuahkan hasil.”
Tepat sebelum KTT Uni Eropa-Tiongkok digelar, Komisioner Perdagangan Uni Eropa, Cecilia Mamstrom mengatakan, sebagaimana Amerika Serikat, Eropa tidak puas dengan kurangnya timbal balik dalam investasi bilateral antara Eropa dan Tiongkok.
Menurut Mamstrom, Tiongkok memperoleh banyak manfaat setelah menjadi anggota Organisasi Perdagangan Dunia atau WTO. Beijing banyak berjanji dan terus berjanji untuk menjadi ekonomi pasar serta harus menunjukkan diri “seperti ekonomi pasar.” Mamstrom mengatakan Uni Eropa sedang bernegosiasi dengan Tiongkok dengan cara yang sangat terbuka dan langsung.
Bagaimanakah KTT Uni Eropa-Tiongkok ini sebenarnya? dunia luar umumnya menilai hasilnya tidak dapat diprediksi. Pasalnya, sikap Eropa terhadap Beijing telah “mengalami revolusi” dan semakin dekat ke Amerika Serikat.
Oleh karena itu, beberapa analis percaya bahwa Beijing yang semakin terisolasi kemungkinan akan mengalah pada Uni Eropa dalam  beberapa masalah, tetapi beberapa kesepakatan yang dicapai antara Eropa dan Tiongkok pada akhirnya akan sulit bertahan lama.
Sumber terkait mengatakan, KTT memiliki sejumlah topik, termasuk perlindungan iklim, kebijakan luar negeri dan sebagainya. Namun, menururt Uni Eropa bahwa masalah inti adalah “prinsip kesetaraan” di bidang perdagangan dan investasi. Dengan kata lain, jika Beijing ingin perusahaan Tiongkok melakukan bisnis di pasar Eropa yang terbuka dan transparan, maka Beijing harus menyediakan kondisi yang sama untuk perusahaan Eropa.
Namun, Beijing sebelumnya tidak setuju memasukkan komitmen pasar terbuka ke dalam rancangan KTT Uni Eropa-Tiongkok. Faktor inilah yang membuat “frustrasi” Uni Eropa. Financial Times mengutip diplomat Uni Eropa mengatakan bahwa Beijing sengaja menunda “serangkaian masalah penting.”
Pejabat itu mengatakan faktor tesebut bukan pertanda baik dan telah menjadi beban berat bagi  KTT kali ini. Dia menuturkan, jika Beijing tidak secara signifikan mengubah posisi negosiasi dan bernegosiasi dengan “cara yang berarti”, maka tidak akan ada landasan bersama yang cukup untuk mencapai pernyataan bersama.
Ada juga sumber-sumber Uni Eropa yang mengatakan kepada AFP bahwa Beijing mungkin tidak akan menjanjikan kepada Uni Eropa tentang masalah-masalah perdagangan utama dalam KTT Uni Eropa-Tiongkok.
Sumber terkait mengatakan bahwa Beijing tidak bersedia memasukkan subsidi industri dalam reformasi WTO. Beijing juga tidak bersedia membuat komitmen terhadap persyaratan-persyaratan utama ini. Terungkap juga Beijing enggan untuk mempublikasikan pernyataan bersama dengan informasi lengkap yang mengungkapkan niat baik mereka seperti KTT Beijing tahun lalu.
Dengan kata lain, Uni Eropa telah membuat banyak tuntutan kepada pihak Tiongkok sebelumnya. Sementara komunis Tiongkok selalu “mengabaikannya” dan meski berkomitmen juga hanya sekadar klise tanpa adanya tindak lanjut.
Malmstrom mengatakan bahwa untuk mencapai perjanjian investasi, Eropa dan Tiongkok telah melakukan upaya lima tahun. Meskipun saling bertukar proposal, tetapi sangat terbatas dan tidak ada kemajuan seperti yang diharapkan.
Pada dasarnya pemimpin Uni Eropa tidak mungkin untuk secara terbuka menunjukkan posisi “hawkish” mereka seperti para pemimpin Amerika. Tetapi Eropa telah mengalami perubahan “revolusioner” dan posisinya terhadap Beijing semakin “Amerikanisasi”.
Penasihat perdagangan Gedung Putih, Clete Willemsmengatakan bahwa para pemimpin Uni Eropa tidak lagi seperti sebelumnya. Kini mereka menolak dengan kebijakan perdagangan komunis Tiongkok seperti yang mereka lakukan di masa lalu. Sekarang Uni Eropa telah bekerja sama dengan Amerika Serikat, merespons kebijakan ekonomi non-pasar Beijing di WTO.
Seperti yang diketahui, di bawah dorongan Perancis dan Jerman, Uni Eropa mengeluarkan “pandangan strategis Eropa-Tiongkok” yang keras bulan lalu, dan untuk pertama kalinya menganggap Beijing sebagai “saingan sistemik”.
Perbedaan antara sistem dan ideologi telah menyebabkan banyak perbedaan antara Eropa dan Tiongkok. Oleh karena itu, dunia luar memiliki pandangan yang hampir sama: Komunis Tiongkok tidak mungkin sepenuhnya menyetujui persyaratan Uni Eropa dan sulit rasanya untuk mencapai terobosan dalam KTT Uni Eropa-Tiongkok.
Selain itu, hanya Juncker dan Tusk yang bertemu dengan Li Keqiang di KTT. Sementara pemimpin Prancis dan Jerman yang merupakan sumbu Uni Eropa tidak ikut serta dalam pertemuan itu, yang secara drastis mengurangi pentingnya KTT tersebut
Komentator peristiwa terkini, Lan Shu mengatakan bahwa untuk mengurangi isolasi internasional, komunis Tiongkok mungkin akan menerima beberapa persyaratan dari Uni Eropa dan mencapai kesepakatan parsial. Tapi tercapainya kesepakatan ini juga setelah Uni Eropa mengambil sikap keras.
Lan Shu mengatakan bahwa apa pun kesepakatan yang dicapai antara Eropa dan Tiongkok,itu tidak akan bertahan lama. Sama seperti “Zaman Keemasan” Tiongkok dan Inggris, memudar setelah beberapa waktu.
Komunis Tiongkok tidak mungkin benar-benar akan berubah. Dari sudut pandang ini, Amerika telah belajar dari pengalamannya, perjanjian harus memiliki “mekanisme eksekusi”, jika tidak semuanya hanya omong kosong. (Jon/asr)
https://www.youtube.com/watch?v=RzHBEmPBL6o