Xu Yun adalah seorang Bhiksu agung. Di saat Chiang Kai Shek memimpin pemerintahan Nasionalis, Xu Yun adalah tamu kehormatan Chiang Kai Shek. Bhiksu agung itu pernah memimpin sendiri ritual doa perlindungan negara selama 49 hari.
Ritual doa perlindungan negara yang berlangsung pada 1942 itu diprakarsai oleh Chiang Kai Shek dan Lin Sen. Waktu itu banyak politisi dan pejabat pemerintah Nasionalis meminta Bhiksu Xu Yun untuk mentahbiskan mereka menjadi pengikut Buddha.
Selama berlangsungnya ritual, Chiang Kai Shek bertanya pada Xu Yun bagaimana akhir dari perang melawan Jepang dan PD-II?
Waktu itu Xu Yun tidak menjawab, dan hanya mengeluarkan secarik kertas dari sakunya. Ia meminta seorang pelayan membawakan sebuah gunting, lalu menggunting kertas itu menjadi bentuk persegi. Potongan kertas itu dilipat secara diagonal sebanyak 3 kali, kemudian menggunting 3 kali secara horizontal.
Lalu Xu Yun membuka kertas itu, yang masing-masing menjadi 3 aksara Mandarin, secara berurutan masing-masing adalah aksara “Shi”, “Wan” , “Ri”. Makna aksara “Shi”, melambangkan pasukan Italia. Aksara “Wan” melambangkan simbol Hindu atau Buddha yang dibajak oleh Hitler. Aksara “Ri” melambangkan pasukan Jepang.
Bhiksu Xu Yun merenung sejenak sebelum akhirnya berkata, setelah memenangkan perang kali ini, Tiongkok akan muncul wajah yang sangat berbeda.
Mendengar itu Chiang Kai Shek merasa sangat tidak yakin, di saat bertanya wajah seperti apakah yang berbeda itu? Xu Yun diam tidak menjawab.
Kemudian PD-II persis seperti yang diramalkan oleh Xu Yun, pasukan Italia “Shi” menyerah tanpa syarat, Nazi Jerman kalah perang dan “Ri” Jepang menandatangani kesepakatan menyerah. Menyusul kemudian perang saudara antara Partai Nasionalis atau Kuo Min Tang dengan Partai Komunis Tiongkok, yang baru berakhir hingga tahun 1949 dengan kekalahan Chiang yang pemerintahannya mengungsi ke pulau Taiwan sampai sekarang.
Komunis Tiongkok berkonspirasi dengan komunis Soviet, mengacaukan Tiongkok dari dalam dan dari luar, merebut kekuasaan atas Tiongkok, dan melakukan serangkaian gerakan komunisme. Semasa menindas kaum anti-revolusi, Komunis Tiongkok menuduh Bhiksu Xu Yun yang kala itu telah berusia 112 tahun sebagai “antek reaksioner”, sang bhiksu agung pun disiksa dan dianiaya oleh polisi militer Komunis Tiongkok.
Insiden itu terjadi pada tahun 1952, atas prakarsa Komunis Tiongkok, dibentuklah “Asosiasi Agama Buddha” di Tiongkok. Komunis Tiongkok mengirim anggota partainya untuk memaksa para pemeluk Buddha mendukung pemerintahannya. Di dalam rapat banyak orang mengajukan agar berbagai pantangan dan aturan dalam agama Buddha dihapuskan, menekankan “bebas beragama, biarawan dan biarawati boleh menikah, boleh minum alkohol dan makan daging. Semua pantangan itu harus dibebaskan, siapa pun tidak boleh mengaturnya.”
Xu Yun yang melihat agama Buddha didistorsi, maka iapun tampil untuk menentangnya, dan menuntut agar pantangan serta aturan dalam agama Buddha dipertahankan.
Namun polisi militer menuduh Xu Yun “anti revolusi”. Polisi mengurung Xu Yun di dalam ruangan kepala biara. Dia tidak diberi makan dan minum, bahkan buang air besar maupun kecil tidak diijinkan keluar.
Komunis Tiongkok juga memerintahkan Xu Yun untuk menyerahkan emas, perak dan senjata api. Xu Yun menjawab, “Tidak ada”.
Polisi militer pun kemudian memukuli bhiksu berusia seabad lebih itu sampai kepalanya berdarah-darah. Xu Yun lalu disiksa hingga tulang rusuknya patah.
Di hari kedua, polisi militer melihat Xu Yun masih hidup, lalu menganiayanya lagi.
Xu Yun pernah menulis puisi untuk menguraikan kehidupannya yang teraniaya itu. Puisinya itu berisi:
Menyaksikan 5 Kaisar dan 4 Dinasti, tak terasa melalui berbagai perubahan besar;
Kenyang akan 9 siksaan dan 10 derita, memahami perubahan itu pasti.
Yang dimaksud dengan lima kaisar adalah kasar Dao Guang, Xian Feng, Tong Zhi, Guang Xu dan Xuan Tong pada Dinasti Qing.
Yang dimaksud dengan empat dinasti adalah Dinasti Qing, masa kerajaan Taiping, pemerintahan Nasionalis, dan pemerintahan Komunis Tiongkok.
Pada tahun 1959, Xu Yun meninggal dunia di Gunung Yunju. Xu Yun telah menyaksikan 5 kaisar dan 4 dinasti, melewati seumur hidupnya yang legendaris. (SUD/wh/rp)
Video Rekomendasi :