ETIndonesia – Iran berusaha menembak jatuh pesawat tak berawak AS yang tiba di tempat kejadian dua serangan rudal terhadap kapal tanker bahan bakar di Teluk Oman pada 13 Juni 2019. Laporan Fox News mengutip seorang pejabat senior AS, seperti dilansir The Epoch Times.
Iran menembakkan rudal yang menargetkan pesawat MQ-9 Reaper Amerika tak lama setelah drone itu tiba. Drone Amerika datang setelah menerima signal tanggapan atas sinyal marabahaya dari kapal tanker Front Altair, yang rusak dalam serangan yang oleh Washington dilakukan oleh Teheran. Sebuah rudal gagal mengenai drone itu.
Pejabat AS yang tidak disebutkan identitasnya itu mengatakan kepada Fox News, bahwa kapal tanker itu mengirimkan sinyal bahaya pada pukul 6:12 pagi waktu setempat. Drone Amerika tiba delapan menit kemudian.
Serangan rudal terjadi 25 menit setelah drone tiba. Fox News mengutip sebuah sumber militer untuk melaporkan bahwa rudal itu adalah modifikasi SA-7 yang ditembakkan dari daratan Iran.
Menurut sumber anonim Fox News lainnya, pemberontak Houthi yang didukung Iran yang diduga kuat menembak rudal ke drone MQ-9 AS itu.
Berita tentang upaya serangan terhadap drone AS menambah ketegangan yang meningkat di wilayah tersebut. Washington menyalahkan Iran karena menyerang kapal-kapal tanker minyak dan merilis sebuah video yang dikatakannya menunjukkan militer Iran mengeluarkan sebuah misil yang tidak meledak dari salah satu kapal tanker itu. Tindakan Iran itu dikatakan sebagai dugaan upaya untuk menutupi keterlibatan Teheran.
Fox News sebelumnya melaporkan bahwa kapal perang Iran mengepung kapal penyelamat yang membawa awak salah satu kapal tanker dan memaksa penyerahan awak tersebut.
Amerika Serikat juga menyalahkan Iran atas serangan terhadap empat kapal tanker kira-kira sebulan sebelum serangan Teluk Oman ini.
“Ini hanya yang terbaru dari serangkaian serangan yang dipicu oleh Republik Islam Iran dan penggantinya terhadap kepentingan Amerika dan sekutu, dan mereka harus dipahami dalam konteks 40 tahun agresi yang tidak diprovokasi terhadap negara-negara yang mencintai kebebasan,” Menlu AS, Mike Pompeo mengatakan dalam konferensi pers, tak lama setelah serangan kapal tanker itu.
Iran mengancam akan memotong aliran minyak melalui Selat Hormuz pada 22 April 2019 lalu, tidak lama setelah Amerika Serikat menjatuhkan sanksi paling keras terhadap ekspor minyak Teheran yang bermaksud melumpuhkan sektor minyak rezim Islam.
Tiga minggu kemudian, pada 12 Mei, Iran menyerang empat kapal tanker minyak di dekat Selat Hormuz, menurut Gedung Putih. Washington juga menyalahkan Teheran atas serangan drone terhadap dua pipa minyak di Arab Saudi pada 14 Mei.
Pada 12 Juni, sehari sebelum serangan kapal tanker terbaru, sebuah kelompok proksi Iran menembakkan rudal balistik di bandara sipil Saudi, melukai 26 orang.
“Secara keseluruhan, serangan tak beralasan ini menghadirkan ancaman nyata bagi perdamaian dan keamanan internasional, serangan terang-terangan terhadap kebebasan navigasi, dan operasi militer yang tidak dapat diterima untuk meningkatkan ketegangan oleh Iran,” kata Pompeo.
Presiden Donald Trump menarik Amerika Serikat dari perjanjian nuklir multinasional Iran tahun lalu dan menerapkan kembali sanksi keras terhadap rezim Islam di Teheran.
Washington menuntut agar Iran menutup program senjata nuklirnya secara permanen, menghentikan pengembangan rudal balistik berkemampuan nuklir, menghentikan dukungannya terhadap kelompok-kelompok teror Islam radikal, dan mengakhiri kegiatan jahatnya di Timur Tengah. Pompeo mengumumkan tuntutan tersebut dalam pidato besar pertamanya sebagai menteri luar negeri pada Mei tahun lalu.
Baik Washington maupun Teheran mengatakan mereka tidak berusaha memulai perang lagi di Timur Tengah. (IVAN PENTCHOUKOV/The Epoch Times/waa)
Video Pilihan :
Simak Juga :