Cathy He – The Epochtimes
Komisi Kongres Amerika Serikat yang dipimpin oleh anggota Parlemen bipartisan menyerukan kepada pemerintahan Donald Trump untuk memberikan sanksi kepada pejabat Komunis Tiongkok yang terlibat dalam kekejaman hak asasi manusia.
Komisi tersebut juga mendesak Amerika Serikat untuk memasukkan masalah hak asasi dalam semua interaksi dengan rezim Tiongkok, termasuk dalam diskusi perdagangan.
Seperti dilaporkan The Epochtimes pada 8 Januari 2020, seruan tersebut merupakan bagian laporan tahunan hak asasi manusia oleh the Congressional-Executive Commission (CECC) on China, yang dirilis pada tanggal 8 Januari. Ditemukan bahwa hak asasi manusia dan supremasi hukum di Tiongkok terus memburuk pada tahun 2019.
“Meningkatnya otoritarianisme di Tiongkok adalah salah satu tantangan terpenting abad ke-21,” kata Jim McGovern, Ketua Komisi Kongres-Eksekutif, pada jumpa pers mengenai laporan tersebut di Washington beberapa waktu lalu.
Laporan setebal 323 halaman itu, menyerukan tindakan keras dan tanggapan seluruh pemerintah untuk melawan penyalahgunaan rezim Komunis Tiongkok, yang meliputi penindasan berkelanjutan terhadap kelompok-kelompok agama – seperti praktisi Falun Gong, umat Kristen, dan umat Muslim Uighur – dan aktivis buruh; perluasan pengawasan teknologi tinggi untuk kendali sosial; dan pengaruh politik dan kampanye penyensoran rezim Tiongkok di luar negeri.
Selama beberapa dekade terakhir, rezim Komunis Tiongkok “memperluas sistem otoriter yang mahal dan rumit yang dirancang untuk mengintimidasi dan menyensor. Bahkan memenjarakan warga Tiongkok karena menggunakan hak asasi manusia mereka yang fundamental,” kata laporan itu.
“Rakyat menginginkan kebebasan di Tiongkok,” kata Chris Smith, Senator Partai Republik, sera Komisioner Komisi Kongres-Eksekutif, mengatakan kepada NTD, afiliasi The Epoch Times, pada hari Rabu.
“Rakyat Tiongkok layak mendapatkan kebebasan. Rakyat Tiongkok layak mendapatkan privasi. Dan rakyat Tiongkok layak menganut imannya, apakah itu Falun Gong atau Kristen atau Buddha Tibet atau Muslim.”
Komisi Kongres-Eksekutif menganjurkan agar pemerintah Donald Trump mengembangkan poin pembicaraan untuk pejabat Amerika Serikat yang terlibat dengan Tiongkok, termasuk perwakilan perdagangan, yang “secara konsisten menghubungkan kebebasan pers, pidato, dan hubungan dengan kepentingan Amerika Serikat dan Tiongkok.”
“Setiap delegasi yang datang ke Amerika Serikat, setiap pertemuan dengan siapa pun di pemerintah Tiongkok…hak asasi manusia harus dilontarkan,” kata Chris Smith.
Laporan itu menyerukan sanksi terhadap pejabat Komunis Tiongkok yang bertanggung jawab atas pelanggaran hak asasi manusia di bawah Undang-Undang Magnitsky Global.
Undang-undang federal tersebut memberi wewenang kepada pemerintah Amerika Serikat untuk menghukum pelanggar hak asasi manusia asing. Langkah yang dilakukan dengan membekukan asetnya yang berada di Amerika Serikat dan melarang pelanggar tersebut masuk Amerika Serikat.
Tahun lalu, Amerika Serikat memberlakukan, dengan dukungan luar biasa dari kedua Majelis Kongres, Undang-Undang Hak Asasi Manusia Hong Kong dan Undang-Undang Demokrasi, yang mencakup ketentuan yang membuka jalan bagi sanksi terhadap pejabat Tiongkok dan Hong Kong yang bertanggung jawab atas pelanggaran hak di Hong Kong.
Versi dari Rencana Undang-Undang hak asasi manusia yang menargetkan pejabat akibat kekejaman yang dilakukannya terhadap minoritas umat Muslim di wilayah barat laut Xinjiang juga diloloskan oleh DPR dan Senat tahun lalu.
Jim McGovern mengatakan ia berharap RUU kompromi akan maju “mudah-mudahan segera” di kedua Majelis Kongres, dan bahwa ia berharap Presiden Donald Trump menandatanganinya.
Komisi Kongres-Eksekutif juga menganjurkan pembatasan akses ke pasar modal Amerika Serikat untuk perusahaan Tiongkok yang memberikan dukungan atau kemampuan teknis yang memfasilitasi pelanggaran hak asasi manusia oleh rezim Tiongkok.
Untuk melawan pengaruh rezim Tiongkok di Amerika Serikat, Kamar Dagang Amerika Serikat mengatakan pemerintah Amerika Serikat harus meningkatkan pengawasan operasi pengaruhnya dan memperluas pengumpulan informasi mengenai agen-agen Beijing.
Pada saat yang sama, strategi semacam itu perlu “menghindari menumbuhkan suasana kecurigaan yang tidak adil terhadap orang Tiongkok-Amerika yang sering menjadi sasaran operasi pengaruh politik yang memaksa,” kata laporan itu.
Kongres Kongres-Eksekutif juga harus mewajibkan universitas, lembaga pemikir, dan organisasi non-pemerintah lainnya di Amerika Serikat untuk melaporkan hadiah atau kontribusi yang melebihi 10.000 dolar AS dari sumber asing, kata laporan itu.
Menanggapi “otoritarianisme digital” rezim Tiongkok yang tumbuh,” laporan itu mengatakan Amerika Serikat harus memimpin upaya global untuk mengembangkan serangkaian prinsip untuk memastikan pengembangan kecerdasan buatan tidak melanggar hak asasi manusia, termasuk hak privasi.
Pemerintah Amerika Serikat juga harus memperluas “aliansi global” untuk memajukan hak asasi manusia dengan negara dan organisasi yang sepaham, kata Komisi Kongres-Eksekutif.
Sebagai contoh, “aliansi global” dapat mengkoordinasikan tanggapan saat pemerintah Tiongkok menggunakan badan internasional “untuk merusak norma-norma hak asasi manusia dan menutup diskusi mengenai kegagalan rezim Tiongkok untuk menegakkan kewajiban internasionalnya.” (Vivi/asr)