Nicole Hao – The Epochtimes
Pemecatan pejabat terjadi di Wuhan, pusat penyebaran virus corona COVID-19, dan Provinsi Hubei, yang ibukotanya adalah Wuhan. Tindakan ini dilakukan di tengah meningkatnya kritik terhadap respon pemerintahan komunis Tiongkok terkait wabah mematikan itu.
Catatan para ahli dan saksi mata, termasuk dari wawancara The Epoch Times di rumah duka setempat, menunjukkan bahwa jumlah korban virus corona sebenarnya adalah jauh lebih tinggi. Perombakan jabatan itu menimbulkan spekulasi adanya pertikaian politik di dalam jajaran Partai Komunis Tiongkok.
Kantor berita partai Komunis Tiongkok, Xinhua, melaporkan pada tanggal 13 Februari 2020 bahwa Walikota Shanghai, Ying Yong menggantikan Jiang Liangchao menjadi petinggi Partai Komunis Tiongkok di Provinsi Hubei.
Pada hari yang sama, petinggi Partai Komunis Tiongkok kota Wuhan, Ma Guoqiang, juga digantikan oleh Wang Zhonglin, yang sebelumnya adalah petinggi Partai Komunis Tiongkok kota Jinan di Provinsi Shandong.
Kedua pejabat yang baru diangkat ini meniti karir di Komisi Politik dan Hukum, sebuah agen Partai Komunis Tiongkok yang mengawasi aparat keamanan negara, termasuk pengadilan, polisi dan polisi bersenjata.
Ying Yong, 62 tahun, bekerja di Komisi Politik dan Hukum di Provinsi Zhejiang dan Shanghai sebelum dipromosikan menjadi Walikota Shanghai pada bulan Januari 2017.
Ying Yong secara luas diyakini setia kepada pemimpin Komunis Tiongkok Xi Jinping, karena ia bekerja di bawah kendali Xi Jinping saat Xi Jinping sebagai Wakil Gubernur Zhejiang pada bulan Oktober 2002.
Wang Zhonglin, 57 tahun, hanya bekerja di Provinsi Shandong sebelum penunjukan baru ini. Ia tidak pernah bekerja untuk Xi Jinping secara langsung, tetapi dianggap sebagai pendukung Xi Jinping.
Sosok Pejabat yang Dipecat
Penggantian pejabat terjadi di tengah ketidaksepakatan yang jelas antara pihak berwenang pusat dengan pihak berwenang daerah.
Dihadapkan dengan kritik masyarakat terhadap pihak berwenang Wuhan yang mengacaukan respons masyarakat terhadap wabah Coronavirus, Ma Guoqiang secara terbuka menyalahkan pemerintah pusat karena gagal melaporkan jumlah infeksi secara akurat.
Pada konferensi pers tanggal 28 Januari 2020 lalu, Ma Guoqiang mengatakan pemerintah pusat tidak mengizinkan Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Provinsi Hubei untuk menegakkan diagnosis virus corona sampai tanggal 16 Januari 2020. Sebelumnya, sampel pasien harus dikirim ke Beijing. Bahkan kemudian, Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Provinsi Hubei hanya memiliki kapasitas yang cukup untuk menjalankan sekitar 300 uji per hari. Demikian yang dikatakan Ma Guoqiang.
Baru-baru ini, sebuah situs web yang dikelola pemerintah Wuhan, Hanwang, memposting sebuah artikel yang menyiratkan bahwa pihak berwenang kesehatan pusat adalah bersalah. Artikel itu berbunyi :
“Pada awal bulan Desember [2019], pemerintah kota Wuhan melaporkan wabah tersebut ke pihak berwenang kesehatan nasional yang relevan, yang kemudian mengirim sebuah tim ahli ke Wuhan untuk menyelidiki. Tim ahli memberikan laporan awal. Walikota kami tidak memiliki latar belakang medis, dan mengikuti saran para ahli. Apa yang salah dengan apa yang ia lakukan?”
Jumlah Korban yang Dilaporkan
Mekanisme di mana pihak berwenang menghitung kasus infeksi juga berubah setelah penunjukan baru itu.
Pada tanggal 6 Februari 2020, Komisi Kesehatan Nasional Tiongkok merilis “rencana pencegahan dan pengendalian” baru, di mana pasien yang diuji positif terinfeksi COVID-19 dalam uji laboratorium tetapi tidak menunjukkan gejala klinis maka tidak dianggap sebagai kasus infeksi yang dipastikan.
Jika pasien tersebut kemudian menunjukkan gejala klinis, maka kategorisasi akan berubah menjadi kasus infeksi yang dipastikan. Hal ini menyebabkan beberapa pemerintah daerah merevisi jumlah kasus infeksi di daerahnya dalam beberapa hari terakhir.
Kemudian pada tanggal 13 Februari 2020, Xinhua melaporkan bahwa kini kasus infeksi yang dipastikan jika pasien menunjukkan gejala klinis dan CT scan yang konsisten dengan COVID-19. Koreksi tersebut menyebabkan lonjakan hampir 41 persen, atau lebih dari 15.000 kasus infeksi baru, dalam diagnosis total yang dipastikan di Tiongkok dibandingkan dengan hari sebelumnya.
Tang Jingyuan, komentator urusan Tiongkok yang berbasis di Amerika Serikat, berhipotesis mengapa pihak berwenang Komunis Tiongkok membuat perubahan ini.
“Xi Jinping dan para pemimpin pemerintah pusat ingin memisahkan diri dari pejabat setempat sebelumnya, yang berarti Xi Jinping dan para pemimpin pemerintah pusat ingin menyampaikan pesan bahwa adalah pejabat setempat sebelumnya yang tidak melaporkan kebenaran,” kata Tang Jingyuan.
Tang Jingyuan menambahkan bahwa perombakan personil dapat mengindikasikan rencana Xi Jinping untuk membiarkan pejabat yang dipecat dipersalahkan, karena kegagalan pihak berwenang untuk mengendalikan wabah virus corona COVID-19.
Para ahli telah lama mengatakan kasus infeksi di Tiongkok kemungkinan adalah jauh lebih tinggi daripada yang dilaporkan secara resmi oleh pejabat Komunis Tiongkok.
Imperial College London di Inggris menerbitkan penelitian terbarunya pada tanggal 11 Februari 2020, di mana para ilmuwan memperkirakan bahwa hanya satu dari 19 orang yang terinfeksi di Wuhan yang diuji COVID-19.
Penelitian Imperial College London lebih lanjut memperkirakan rasio fatalitas kasus menjadi 18 persen di antara orang-orang yang menderita gejala yang parah di Hubei. (Vv/asr)
FOTO : Seorang dokter mengenakan kacamata pelindung sebelum memasuki bangsal isolasi di sebuah rumah sakit di Wuhan, Tiongkok pada 30 Januari 2020. (STR/AFP via Getty Images)
Video Rekomendasi :