ntdtv.com
Pada 10 April 2020, surat protes dikirimkan The Group of African Ambassadors in Beijing / Kelompok Duta Besar Afrika di Beijing kepada Menteri Luar Negeri Tiongkok Wang Yi. Kementerian Luar Negeri Tiongkok menanggapi insiden tersebut pada larut malam 12 April waktu setempat, tetapi tidak menyinggung tentang diskriminasi terhadap orang Afrika.
Pada pagi 13 April, surat protes ini tersebar di internet. Surat itu mencantumkan diskriminasi yang dialami oleh orang Afrika di Guangzhou, termasuk: orang Afrika keturunan Asia diusir dari hotel tempat mereka menginap pada tengah malam. Mahasiswa Afrika yang tidak memiliki riwayat perjalanan diharuskan untuk melakukan tes asam nukleat. Orang Afrika-Asia yang menikah dengan orang Tiongkok diharuskan untuk melakukan tes asam nukleat, tetapi orang Tiongkok anggota keluarga mereka tidak perlu menjalani prosedur seperti itu.
Selain itu, otoritas setempat juga tanpa alasan menyita paspor warga Afrika, melakukan serangan fisik terus menerus terhadap warga Afrika, dan meski hasil tes negative juga tetap saja dikarantina. Bahkan tanpa alasan yang wajar mengancam membatalkan visa orang-orang Asia keturunan Afrika, dan melakukan penangkapan, menahan serta mendeportasi. Semua tindakan ini secara serius melanggar hak asasi manusia.
Polisi militer komunis Tiongkok juga tanpa etika menangkap orang-orang asing di pusat karantina Sanyuanli, Guangzhou (baca: Kuang Cou), dan mereka yang melanggar peraturan karantina juga ditangkap.
Banyak video di Internet yang menunjukkan sejumlah besar orang Afrika diusir dari penginapan mereka dan bermalam di jalanan. Polisi komunis Tiongkok menangkap mereka di jalan-jalan sekitar. Ada orang Afrika yang dibekuk ke lantai trotoar oleh beberapa polisi komunis Tiongkok.
Duta besar Afrika untuk Tiongkok yang menulis surat itu mengatakan, bahwa mereka terkejut atas perlakuan diskriminatif dan penghinaan yang dialami orang-orang Afrika di Tiongkok. Tindakan karantina paksa oleh Tiongkok terhadap orang-orang Afrika itu “tanpa dasar ilmiah atau logika.” Tindakan itu sama dengan rasisme Tiongkok terhadap orang-orang Afrika.
Menurut laporan, surat protes itu, selain dikirim ke Menteri Luar Negeri Tiongkok, Wang Yi, juga dikirim ke Dewan Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Uni Afrika.
Sementara itu, pada 11 April, Amerika Serikat menuding otoritas Komunis Tiongkok “memandang hina” orang-orang Afrika, dengan mengatakan “betapa hampanya kemitraan Tiongkok-Afrika”.
Agence France-Presse mengutip informasi tentang diaspora atau perantau Afrika di Guangzhou, mengatakan bahwa setelah desas desus adanya kasus penyakit yang berhubungan dengan orang-orang Nigeria, mereka dicurigai warga lokal setempat dan diusir dari tempat tinggal mereka. Selain itu mereka juga ditolak menginap di hotel.
Juru bicara Departemen Luar Negeri Amerika Serikat mengatakan: “Disaat kita harus saling membantu dalam memulihkan diri dari ancaman wabah, pejabat komunis Tiongkok sebaliknya justeru sibuk mengusir para mahasiswa Afrika, membuat mereka terlunta-lunta di jalanan tanpa makanan dan tempat tinggal. Sangat disayangkan melihat insiden diskriminasi terhadap Afrika seperti itu oleh otoritas Tiongkok, namun itu tidak mengejutkan. Siapa pun yang mengamati rencana Tiongkok di seluruh Afrika itu sadar akan pelecehan dan manipulasi seperti itu.”
Menurut pemberitahuan sebelumnya dari pejabat Guangzhou, lebih dari 6.000 orang asing telah diisolasi di wilayah setempat. Sementara itu paparan di media sosial menyebutkan, bahwa telah terjadi ledakan wabah di Sanyuanli, provinsi Guangzhou, sementara itu di daerah Yaotai (baca: Yau Thai), tempat tinggal orang-orang Afrika telah ditutup, dan otoritas setempat telah memulai penyelidikan skala besar. Menurut laporan pejabat setempat, setidaknya seribu orang Afrika telah dites positif asam nukleat.
Sejumlah besar toko lokal setempat terpaksa tutup untuk isolasi. Sementara para pejabat mulai melakukan pengusiran massal, menangkap orang-orang Afrika, dan bahkan menyita paspor warga asing. Untuk menghindari ikut terlibat dalam hal terkait, pemilik rumah sewa setempat juga mengusir orang-orang Afrika dari kontrakannya. Banyak orang Afrika terpaksa tidur di jalanan atau melarikan diri ke tempat lain.
Baru-baru ini, tiga warga Nigeria di Guangzhou dikarantina, mereka sehat dan tidak terinfeksi, namun, mereka tetap saja dibawa paksa dari hotel oleh petugas polisi, dan menyita paspor mereka. Ketika konsulat Nigeria di Guangzhou tiba di tempat kejadian, ia dengan marah mengecam petugas komunis Tiongkok, dan merampas kembali paspor dari tangan petugas. Video terkait menjadi viral di dunia maya.
Tiga warga Nigeria di Guangzhou dikarantina, mereka sehat dan tidak terinfeksi, namun, mereka tetap saja dibawa paksa dari hotel oleh petugas polisi, dan menyita paspor mereka.
Ketika konsulat Nigeria di Guangzhou tiba di tempat kejadian, ia dengan marah mengecam petugas komunis Tiongkok, dan merampas kembali paspor warganya dari tangan petugas.
Jika pemerintah Nigeria memperlakukan warga Tiongkok seperti itu, apa yang akan dilakukan oleh konsulat Tiongkok?
Keterangan foto: Sejumlah besar video di internet menunjukkan banyak orang Afrika diusir dari hotel dan bermalam di jalanan. Polisi komunis Tiongkok juga menangkap mereka di jalanan sekitar. Ada yang ditangkap oleh beberapa petugas, juga ada yang dibekuk ke lantai trotoar. (Tangkapan layar video)
Johny / rp
Video Rekomendasi