Ntdtv.com
Sejumlah media Taiwan melaporkan bahwa Taiwan Eksekutif Yuan pada 14 April sore mengadakan konferensi pers mengenai rencana penyelamatan dan revitalisasi untuk mendukung petani melewati masa sulit.
Chen Chi-chung, Menteri Dewan Pertanian Taiwan dalam konferensi pers itu mengatakan, pemerintah Tiongkok pada akhir bulan Maret telah membeli dari seluruh dunia beras sejumlah 50 juta metrik ton. Taiwan saat ini memiliki persediaan beras sebanyak 900.000 metrik ton. Jika nanti ditambah dengan panen pertama dan kedua, total masih bisa menimbun 2,8 juta metrik ton. Sedangkan konsumsi bulanan adalah 100.000 metrik ton, sehingga persediaan cukup untuk pangan selama 28 bulan.
Chen Chi-chung mengatakan, banyak negara sekarang telah menerapkan pembatasan ekspor produksi pertanian, khususnya padi-padian. Cara yang dipakai termasuk menaikkan biaya ekspor dan larangan ekspor. Di antara negara yang melarang ekspor beras adalah India, Kamboja, Myanmar, Vietnam yang sebelumnya menerapkan larangan ekspor sekarang diubah menjadi ekspor berkuota. Sedangkan Kazakhstan, Rusia, Ukraina yang merupakan negara pengekspor gandum utama, kini juga menerapkan ekspor berkuota.
Menurut Chen Chi-chung, negara-negara Asia Tenggara selain menerapkan pengendalian ekspor terhadap beberapa produk pertanian yang relevan, bahkan mengimpor sejumlah besar produk pertanian untuk persediaan.
Dengan adanya pembelian beras sebanyak 50 juta metrik ton oleh komunis Tiongkok pada akhir bulan Maret lalu, maka dapat diduga harga padi-padian global akan meningkat.
Keterangan foto: Komunis Tiongkok “menyapu bersih” beras di seluruh dunia. Gambar hanya berupa ilustrasi (Seyllou/AFP/Getty Images)
Menanggapi komentar komunis Tiongkok “menyapu bersih” persediaan pangan dunia, Niu Fengrui, mantan direktur Pusat Pengembangan Perkotaan dan Penelitian Lingkungan dari Akademi Ilmu Sosial Tiongkok mengatakan bahwa itu adalah perbuatan para pengusaha Tiongkok yang memanfaatkan epidemi untuk menimbun pasokan guna mendapatkan keuntungan besar.
Niu Fengrui mengungkapkan kepada Radio Free Asia pada 15 April bahwa, Tiongkok pada masa lalu pernah mengalami bencana kelaparan. Banyak orang ketakutan terhadap terulangnya bencana tersebut, jadi berusaha untuk menimbun bahan pangan, pedagang memanfaatkan situasi tersebut lalu memborongnya dari segala pelosok dunia untuk di stok.
Namun, banyak netizen membandingkan kasus pembelian besar-besaran padi dengan memborong masker dari dunia pada awal menyebarnya epidemi, mereka tetap berpendapat bahwa pemerintah komunis Tiongkok-lah dalang yang berada di balik layar.
Hingga saat ini, epidemi pneumonia komunis Tiongkok telah berlangsung selama lebih dari 3 bulan. Pada awal epidemi, di satu sisi, komunis Tiongkok berusaha menyembunyikan fakta tentang epidemi. Di sisi lain, melalui kedutaan atau konsulat mereka di luar negeri, perusahaan Tiongkok di luar negeri, perusahaan pusat, masyarakat Tionghoa di luar negeri dan kamar dagang untuk memborong bahan-bahan pencegahan epidemi dari semua negara untuk dikirim ke daratan Tiongkok. Akibatnya, semua negara di dunia menjadi kurang berdaya dalam menghadapi pandemi global tersebut.
Saat ini, pandemi belum mereda, negara-negara di dunia sedang berusaha keras untuk mengendalikannya. Seiring dengan hal itu, kekurangan pangan ikut datang mengancam dunia. Tiongkok yang dipusingkan oleh masalah pangan selama bertahun-tahun, kini menghadapi situasi yang lebih buruk.
Keterangan foto: Komunis Tiongkok “menyapu bersih” beras di seluruh dunia. Gambar hanya berupa ilustrasi (Seyllou/AFP/Getty Images)
Setelah pembelian beras sebanyak 50 juta metrik ton oleh Tiongkok, negara-negara tetangga Tiongkok seperti Vietnam, Kyrgyzstan, Kazakhstan, Rusia, Thailand, Malaysia dan lainnya, mulai mengambil langkah-langkah untuk membatasi ekspor produk pertanian seperti gandum dan beras untuk melindungi pasokan pangan dalam negeri. Di pasar internasional, harga biji-bijian seperti gandum dan beras sudah mulai berfluktuasi.
Kepala tiga organisasi global, termasuk Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa (FAO) telah memperingatkan kepada dunia pada akhir bulan Maret bahwa jika negara-negara tidak dapat menangani dengan baik pandemi ini, dunia akan menghadapi krisis kekurangan pangan.
Tiongkok adalah negara pengimpor pangan terbesar di dunia. Pada tahun 2018, jumlah dana yang dikeluarkan untuk mengimpor produk pertanian adalah USD. 137.1 miliar. Kekurangan pangan global pasti akan mempengaruhi negara dengan populasi sebanyak 1.4 miliar jiwa itu.
Pada 1 April 2020 lalu, dokumen rahasia yang dikeluarkan oleh Kantor Komite Prefektur Linxia dari Provinsi Gansu terekspos. Dokumen itu berisi permintaan kepada pejabat setempat untuk mulai menimbun bahan pangan seperti biji-bijian, daging sapi, daging kambing, minyak goreng, garam dan lainnya.
Selain itu, perlu membimbing dan memobilisasi massa untuk secara sadar menyimpan persediaan pangan keluarga selama 3 – 6 bulan ke depan untuk menghadapi situasi tak terduga yang mungkin terjadi.
Pada saat yang sama, gelombang memborong bahan pangan oleh warga terjadi di banyak provinsi di daratan Tiongkok. Meskipun pejabat komunis Tiongkok berulang kali membantah adanya desas-desus bakal terjadi krisis pangan, namun tidak sanggup menghentikan keinginan warga untuk menimbun.
Hal yang membuat keadaan menjadi lebih buruk adalah hujan salju lebat yang tiba-tiba turun di banyak bagian Tiongkok pada pertengahan bulan April berpotensi ikut membuat panen biji-bijian gagal. Ditambah lagi dengan serangan pembunuh tanaman biji-bijian yang bernama ulat grayak dan belalang di beberapa provinsi di Tiongkok, ikut mendorong datangnya krisis pangan di Tiongkok.
Keterangan foto: Usai pemerintah Tiongkok memborong masker dunia, sekarang giliran ia “menyapu bersih” bahan pangan dari seluruh dunia saat pandemi pneumonia sedang merebak. Gambar hanya ilustrasi belaka. (Lillian Suwanrumpha/AFP/Getty Images)
sin/rp