Mengulas Barbarisme Tentara Komunis Tiongkok Menyerang Tentara India

Venus Uphadhayaya

Para veteran India menuduh Tentara Pembebasan Rakyat Tiongkok melakukan “barbarisme.” Selain itu, melanggar protokol dengan menggunakan senjata tajam melawan tentara India yang tidak bersenjata. Itu setelah 20 tentara India terbunuh di medan yang tidak ramah yaitu di Lembah Galwan di Ladakh pada malam tanggal 15 Juni 2020.

“Orang-orang kami tidak membawa tongkat atau peralatan semacam itu, tetapi tentara Tiongkok, dengan cara yang sudah direncanakan, membawa pentungan —  tongkat logam, [yang ditempeli] dengan paku di atasnya, atau tongkat kayu yang dililit kawat berduri, dan  knuckle-duster (sejenis senjata berupa rangkaian cincin yang dikenakan di jari-jari tangan), dan semua jenis peralatan ini — dan mereka memukul komandan dan orang-orang kita,” kata purnawirawan Letnan Jenderal Rakesh Sharma, yang sebelumnya bertugas di Angkatan Darat India pada tempat yang sama, kepada The Epoch Times edisi bahasa Inggris melalui sambungan telepon dari New Delhi.

Pada tanggal 18 Juni, pensiunan Kolonel Ajai Shukla, seorang analis pertahanan dan strategis, berbagi sebuah gambar di Twitter mengenai senjata yang digunakan.

“Batang-batang yang bertahtakan paku — disita oleh tentara India dari tempat kejadian di Lembah Galwan — di mana tentara Tiongkok menyerang patroli Angkatan Darat India dan membunuh 20 tentara India. Kebiadaban seperti itu pastilah dikutuk. Ini adalah premanisme, bukan prajurit,” tulisnya.

Letnan Jenderal Gurmeet Singh, seorang pensiunan wakil kepala staf Angkatan Darat India yang telah bertugas selama 40 tahun dan mengunjungi Tiongkok tujuh kali dalam perannya, berkata kepada The Epoch Times melalui telepon bahwa Tentara Pembebasan Rakyat Tiongkok telah melanggar protokol militer yang ditandatangani dengan tentara India. Ia mengatakan bahwa serangan itu menunjukkan kurangnya profesionalisme.

“Apakah ini pekerjaan seorang tentara? Apakah ini pekerjaan seorang prajurit? Ini menunjukkan bahwa Tentara Pembebasan Rakyat Tiongkok sebenarnya bukan pasukan seperti yang dimiliki negara-negara. Tentara Pembebasan Rakyat Tiongkok tidak menghargai cara pasukan tempur beroperasi. Dan memang demikian, karena Tentara Pembebasan Rakyat Tiongkok adalah pasukan partai politik,” kata Letjen Gurmeet Singh.

Sadar atas pembunuhan para prajurit, Perdana Menteri India Narendra Modi dalam sebuah pesan kepada bangsa India pada 17 Juni mengatakan bahwa “dalam segala keadaan,” India akan melindungi “setiap inci” tanahnya.

“Untuk melindungi integritas dan kedaulatan negara kita adalah prioritas kita, dan tidak ada seorang pun dapat menghentikan kita untuk melakukannya. Tidak seorang pun boleh ragu atau ilusi akan hal itu. Kita menginginkan perdamaian, tetapi jika diprovokasi, dalam keadaan apa pun kita mampu memberi balasan yang memadai,” kata Narendra Modi.

Meskipun pihak berwenang Komunis Tiongkok belum membuat pernyataan resmi mengenai korban di pihak Tiongkok, surat kabar India, India Navbharat Times pada tanggal 17 Juni melaporkan bahwa 43 tentara Tiongkok juga tewas dalam insiden itu.

Rakesh Sharma mengatakan bahwa, berdasarkan aktivitas helikopter di pihak Tiongkok, pihak India memperkirakan jumlah tentara Tiongkok yang terbunuh adalah 30 hingga 43 orang.

Apa yang Terjadi di Galwan?

Para veteran India mengatakan adalah penting untuk memahami medan dan aktivitas yang terjadi di perbatasan yang disengketakan, yang disebut Garis Kendali Aktual, antara India dengan Tiongkok untuk memahami insiden yang mengakibatkan kematian banyak prajurit.

Menurut Rakesh Sharma, insiden itu terjadi satu hingga dua mil jauhnya dari Sungai Galwan, anak Sungai Indus, bergabung dengan Sungai Shyok. Ini adalah daerah Himalaya, lebih dari 5.181 meter di atas permukaan laut dan dengan suhu –18 Celsius, yang sangat tidak ramah. Militer India sedang membangun sebuah jalan di wilayah tersebut, yang tidak disukai Tiongkok.

Rakesh Sharma mengatakan, baik pihak India maupun Tiongkok sama-sama tidak memiliki akses jalan ke Sungai Galwan, dan kedua belah pihak  berpatroli dengan berjalan kaki sampai saat ini.

“Selama tiga sampai empat tahun terakhir, kami membangun sebuah arteri utama membentang sepanjang sisi barat Sungai Shyok, dan membangun sebuah jembatan di Sungai Shyok,” kata Rakesh Sharma.

Peningkatan ketegangan baru-baru ini dimulai beberapa minggu yang lalu, setelah India mulai membangun sebuah jalan untuk mempermudah akses ke Lembah Galwan. Pada tanggal 15 Juni, militer India melihat tentara Tiongkok menyeberang ke sisi India dari Garis Kendali Aktual dan “daerah yang diduduki,” memicu pertarungan antara kedua militer.

Rakesh Sharma mengatakan kedua negara telah menandatangani lima perjanjian antara tahun 1993 hingga 2013 yang mendefinisikan protokol keterlibatan pada Garis Kendali Aktual yang disengketakan setiap kali kontroversi atau konflik terjadi.

“Kita seharusnya melepaskan diri dan kembali ke daerah kita sendiri dan kemudian bertemu di pertemuan pribadi lainnya untuk menyelesaikan masalah, dan ini telah terjadi berlanjut dari tahun 1993 dan seterusnya. Namun, dalam lima hingga enam tahun terakhir, Tentara Pembebasan Rakyat Tiongkok belum mengikuti protokol ini,” kata Rakesh Sharma.

Pada tanggal 15 Juni, komandan India, yang merupakan salah satu dari 20 orang yang terbunuh, pergi ke  Garis Kendali Aktual dan melihat tentara Tiongkok di wilayah India. 

“Ia segera meminta orang-orang itu angkat kaki dan kembali ke wilayah Tiongkok…dan itulah saatnya Tentara Pembebasan Rakyat Tiongkok memutuskan untuk mengambil bersikap ofensif” dan menyerang, kata Rakesh Sharma.

Pertempuran terjadi di “jalan setapak…di tepi sungai,” dan saat  tentara India yang tidak bersenjata diserang, saat itu adalah malam hari, dan suhu di bawah titik beku. Banyak yang jatuh dari jalan setapak dan mati, menurut Rakesh Sharma, yang menambahkan bahwa masih banyak informasi yang masuk.

Veteran India lainnya, Brig. Amul Asthana, yang telah bertugas di tempat medan yang tidak ramah yang sama, mengatakan kepada The Epoch Times melalui telepon bahwa Tiongkok ingin memperoleh posisi yang menguntungkan dari Garis Kendali Aktual untuk keuntungan militer strategis.

Banyak posisi menguntungkan ini saat ini di bawah kendali India. Sementara Tiongkok telah membangun infrastruktur di Garis Kendali Aktual, India hingga baru-baru ini di banyak lokasi sebagian besar adalah jalan setapak untuk berpatroli jalan kaki dan baru saja mulai membangun infrastruktur di sana.

Amul Asthana mengatakan daerah Himalaya tersebut menjadi semakin tidak dapat diakses setelah bulan Oktober, dan patroli kaki menjadi mustahil di salju setebal 6 meter — India juga memiliki “pos-pos yang dikosongkan musim dingin” dan “pos-pos yang terhalang di musim dingin” di daerah tersebut karena tidak memiliki infrastruktur dan kelayakan logistik yang memadai untuk mendukung  kehadiran di daerah tersebut sepanjang tahun.

“Jika saya memiliki akses, mengapa saya harus mengosongkannya,” kata Amul Asthana, menjelaskan mengapa Tentara Pembebasan Rakyat Tiongkok menciptakan masalah setiap kali tentara India berusaha membangun infrastruktur di Garis Kendali Aktual.

Analis India mengatakan insiden itu akan mengubah cara kedua negara terlibat satu sama lain di wilayah yang disengketakan dan akan mengarah ke lebih banyak penumpukan militer di sisi India.

Rakesh Sharma mengatakan akan mengubah cara India menangani masalah semacam itu dengan Tentara Pembebasan Rakyat Tiongkok. Selanjutnya akan mengarah pada debat serius dengan tentara India mengenai bagaimana melindungi pasukannya.

“Karena pihak Tiongkok sudah siap dengan semua ini, persenjataan tipe abad pertengahan, yang digunakan orang dua abad yang lalu, dan pihak Tiongkok siap untuk hal tersebut pada saat India akan bernegosiasi dan berbicara dengan pihak Tiongkok, maka saya percaya kita perlu berpikir di masa depan mengapa ini terjadi. Saya yakin itu adalah masalah debat serius dengan tentara,” kata Rakesh Sharma.

Girish Kant Pandey, seorang profesor Studi Pertahanan di Pt. Ravishankar Universitas Shukla, Raipur, di India Tengah, mengatakan kepada The Epoch Times bahwa insiden tersebut akan mendorong India untuk mengembangkan lebih banyak infrastruktur di perbatasan dan akan menyebabkan peningkatan pasukan serangan gunung.

“India meningkatkan pasukan serangan gunungnya menjadi 200.000. Ada kemungkinan jumlah pasukan semakin meningkat,” kata Girish Kant Pandey.

Ia juga menyebutkan bahwa India cenderung meningkatkan kemampuan misil jarak jauhnya serta armada laut timurnya.

“Ada sedikit kemungkinan bahwa konflik ini akan meningkat. Sebuah perang tidak menjadi kepentingan kedua negara. Semakin besar ekonomi, semakin besar kerugian yang akan diderita akibat perang,” kata Girish Kant Pandey. (Vv)

FOTO : Pekerja Kongres dan pendukung menyalakan lilin untuk menghormati para tentara yang kehilangan nyawanya setelah bentrokan baru-baru ini antara India dengan Tiongkok, di Kolkata, India, pada tanggal 17 Juni 2020. (DIBYANGSHU SARKAR / AFP via Getty Images)

FOKUS DUNIA

NEWS