Dr. Frank Tian Xie
Pada saat ini hasil pilpres dan pemilu ulang kongres sementara memasuki kebuntuan banyak orang mencemaskan hal ini, bahkan sampai merasa serba salah. Masyarakat yang menyoroti peristiwa ini, jauh melampaui ruang lingkup masyarakat AS, dan menyangkut pula masyarakat dari berbagai tempat di dunia.
Kekhawatiran dan kecemasan masyarakat ini tentu bisa dimengerti: Kita merasa amat sangat membenci kekotoran politik kekuasaan di tengah masyarakat; merasa kecewa karena politikus yang tidak punya rasa malu, yang korup dan berkomplot dengan Partai Komunis Tiongkok (PKT) itu tidak segera mendapat ganjaran hukuman yang setimpal. Merasa geram karena panji kebebasan dunia yakni demokrasi di Amerika telah ditertawakan oleh PKT dan rezim lainnya, merasa bingung tidak habis pikir karena arus dunia dalam mengenyahkan komunisme sepertinya telah mengalami hambatan.
Akan tetapi, kebuntuan dan konfrontasi seperti ini, serta waktu yang dibekukan ini, jika dilihat dari sudut pandang lain yang lebih tinggi, bukankah ini merupakan ujian dari Tuhan terhadap tekad dan keteguhan hati kita?
Bukankah Tuhan tengah secara seksama mengamati sikap manusia, dengan membiarkan kekuatan komunisme serta kejahatan tampil lebih menyeluruh dan tuntas, membuat semakin banyak orang memahami fakta dan memilih pihak, serta membiarkan Tuhan menyeleksi manusia yang masih pantas diselamatkan, membuat penentuan terakhir, sekaligus memanfaatkan kesempatan ini menguji keyakinan dan kepercayaan diri kita?
Ada orang yang merasa lemah dan tak berdaya, itu ketika melihat kegilaan para penganut sosialisme, penyimpangan para kaum sayap kiri yang curang dan perekayasaan suara dalam pemilu, bahkan merasa ingin menyerah.
Seorang netizen berkata, “Saya merasa peluang untuk membalikkan situasi lewat jalur hukum tidak besar, terlalu banyak warga AS yang tidak menyukai Trump. Sangat tidak mudah dunia akhirnya akan bersatu melawan Partai Komunis Tiongkok, sangat tidak mudah melihat secercah harapan di tengah kegelapan! Ah! Berakhir sudah, kejahatan telah menang!”
Penulis Dr. Frank Tian Xie selaku Associate Professor dari Pemasaran dan John M. Olin Palmetto Chair di Business di University of South Carolina Aiken, membesarkan hati warganet itu dan berkata, “Mutlak tidak akan sampai tak ada harapan. Kejahatan tidak mampu mengalahkan kebenaran, keadilan pasti akan menang dari kejahatan.”
Tatkala kebenaran dan kejahatan berperang, setiap pejuang yang berpihak pada keadilan, tidak memiliki hak untuk menyerah.
Bagaimana kita bisa dengan mudahnya menyerah dan mundur? Mana bisa begitu? Kalau begitu maka melakukan apapun pasti tidak akan pernah berhasil. Seperti dikatakan banyak orang, Tuhan melihat hati manusia, hasil pilpres telah ditakdirkan, proses ini adalah menguji hati manusia.
Kalau manusia memang percaya akan keberadaan Tuhan, maka harus berani percaya pada hati nurani Anda, dalam pikiran terus mendukung, dan tidak boleh menyerah. Di saat kita menghadapi pilihan, selamanya pilihlah pihak yang benar, selamanya peganglah teguh pada keyakinan terhadap Tuhan, selamanya peganglah teguh kepercayaan.
Di tengah perang antara kebenaran melawan kejahatan sedikit pun tidak gentar dan tidak mundur, maka kejahatanlah yang akan merasa takut, serta akan dapat dihancurkan tuntas, dan perubahan situasi akan muncul pada saat itu.
Pemilu kali ini, dari proses kampanye, gangguan dari berbagai kekuatan, serta pikiran dari masing-masing pihak, sampai kecurangan dalam proses pengambilan suara, membuat lumpur kotor yang mengendap di tengah masyarakat AS yang telah terakumulasi lebih dari setengah abad lamanya, seluruhnya meluap muncul ke permukaan.
Masyarakat melihat, di tengah arus yang menggelora itu Trump tidak hanya tak tergoyahkan, hal ini sudah sangat sulit, tapi ia bahkan terus berjuang naik melawan arus, dan membuat sejumlah prestasi. Hal baik memang harus banyak diasah.
Ketika Bhiksu Tong Sam Cong mengambil kitab ke Barat, ia harus melalui 81 kali rintangan; Trump mungkin belum menyelesaikannya, sehingga belum bisa mewujudkan buah sejatinya, misinya belum berakhir, dan masih harus terus dilakukan. Menempuh jalan kebenaran, sejak dulu merupakan hal yang sulit dijalani. Manusia merasa saat segala sesuatunya lancar tanpa hambatan, mungkin saat itulah Anda sedang merosot jatuh bersama iblis.
Seminggu sebelum pilpres, penulis menyebutkan dalam artikel, dengan data dari media sosial penulis telah melakukan analisa Chi-Square Test, kesimpulan yang didapat sungguh menarik: Para pendukung Trump maupun Biden, terdapat perbedaan yang sangat mencolok secara statistik dalam hal kepercayaan. Pendukung Trump, mayoritas adalah orang yang memiliki agama kepercayaan; sedangkan pendukung Biden mayoritas adalah kaum atheis dan penganut Agnostisisme. Manusia percaya atau tidak kepada Tuhan, terhadap siapa capres yang mereka dukung, hubungan kaitannya secara statistik memiliki tendensi yang sangat tinggi.
Mengapa kita mendukung Trump, apakah mendukung impian presiden Trump pribadi? Tentu tidak. Apakah kita mendukung tekadnya dalam membangun kembali Amerika? Sebagiannya memang benar. Yang paling krusial adalah, karena dia memiliki konsep pemikiran: Mengembalikan nilai tradisi, kembali ke konservatisme, kembali pada kepercayaan kepada Tuhan, meruntuhkan komunisme, membuat panji kebebasan demokrasi dunia yakni Amerika menjadi kuat lagi, dan dapat menggentarkan kejahatan serta negara hooliganisme.
Pada diri Trump, kita akan dengan mudah melihat kehendak Ilahi. Dengan status seorang amatir politik, Trump mendobrak masuk ke rawa politik AS dan sedang membersihkan lumpur di Washington. Trump dan istri positif terjangkit virus, tiga hari kemudian pulih secara ajaib, energinya justru semakin meningkat.
Pada hari terakhir kampanye, manula berusia kepala tujuh tersebut, bahkan menggelar enam kali pidato di pawai akbar, menyelesaikan jadwalnya yang padat dan mengejutkan seluruh dunia.
Melihat pentas politik AS, dialah satu-satunya politisi yang mewujudkan satu persatu janji politiknya, ia menetapkan dan menerapkan strategi menghantam sosialisme dan komunisme, tidak ada yang mampu menandinginya.
Tentu, kita semua tahu, politik demokrasi di AS sekarang ini membuat kita kecewa, banyak terjadi kecurangan: suara pemilu yang melebihi 100%, banyak surat suara Trump dibuang, satu orang menerima belasan kertas suara, orang yang bukan warga AS pun menerima surat suara dan lain-lain yang begitu mengejutkan.
Pusat terjadinya kecurangan adalah Philadelphia, Atlanta, Detroit, dan lain-lain yang merupakan tempat yang populasinya sangat padat dengan tingkat kejahatan sangat tinggi, dan merupakan basis suara bagi Partai Demokrat, hal seperti ini sangat disayangkan.
Tapi, kekecewaan seperti ini sudah sejak dulu disadari oleh para pendahulu Amerika. Presiden kedua AS, John Adams mengatakan: “Pemerintah kita tidak berdaya menghadapi luapan perasaan manusia yang tidak mendapatkan ajaran etika dan rambu-rambu agama. Konstitusi kita hanya ditetapkan bagi bangsa yang memiliki moral dan agama kepercayaan, dan sangat tidak memadai untuk menangani bangsa lain. Konstitusi ini hanya cocok bagi kaum yang bermoral dan beragama.”
Jadi, adalah akibat merosot dan telah rusaknya moral manusia yang menyebabkan model politik yang telah diciptakan sedemikian rupa ini, tidak bisa lagi beroperasi sebagaimana mestinya.
Tepat 73 tahun silam, yakni pada 11 November 1947, mantan Perdan Menteri Inggris, Winston S. Churchill mengatakan: “Banyak sistem pemerintahan telah dicoba oleh masyarakat, tidak ada yang mengatakan bahwa system demokrasi adalah sempurna dan paling bijaksana. Faktanya, persis seperti yang dikatakan masyarakat, sistem demokrasi adalah model pemerintahan yang paling parah, hanya saja masyarakat telah mencoba berbagai model lainnya, yang ternyata tidak ada yang lebih baik daripada demokrasi.”
Kecurangan dalam politik Amerika telah terungkap tanpa kecuali, persis seperti yang dikatakan awam, jikalau Tuhan mengizinkan hal seperti ini terjadi, membuat Trump dan masyarakat AS mengalami proses seperti ini, itu menandakan bahwa Tuhan hendak melanjutkan pemurnian Amerika!
Seorang warganet Twitter Tiongkok menulis pesan di media sosial mengatakan, “Mr Xie Tian, sejak 20 tahun ini saya sudah belajar menembus firewall, untuk menyoroti masalah gerakan demokrasi, masalah Falun Gong, selama belasan tahun saya menahan kecaman keluarga dan teman yang tidak memahami saya, seorang diri saya mempertahankan kehormatan sebagai manusia. Hari ini dengan hasil seperti ini, saya sungguh tidak tahu bagaimana harus menghadapinya, apa yang akan terjadi pada kehidupan saya?”
Penulis menyarankan kepada warganet tersebut, “Percayalah pada pengaturan oleh sang Pencipta, percayalah kebenaran pasti akan mengalahkan kejahatan, di saat Anda semakin merasa tidak ada harapan, kemungkinan harapan itu sudah berada di depan mata.”
Memang demikian halnya, yang dihancurkan oleh kejahatan adalah rasa keadilan dan kebenaran dalam setiap diri manusia, membuat Anda putus asa dan membuat Anda menyerah. Maka janganlah menyerah, terus maju tanpa menoleh ke belakang, semuanya pasti akan berubah. Kita harus menjaga keyakinan, dan kepercayaan diri kita, jangan pernah melepaskan kepercayaan kita terhadap Tuhan, tetap teguh dan tidak berubah pada pemikiran, kebaikan, ketulusan nilai-nilai universal. Keadilan bisa terlambat, tapi tak akan pernah absen, hendaknya sistem peradilan Amerika dibiarkan merampungkan misinya.
Seorang produsen acara televisi di New York mengatakan, “Hasil pemilu sulit terwujud, sangat mengecewakan. Histeris. Kita telah meremehkan tingkat kejahatan mereka. Sekarang Amerika berada di masa kegelapan, bahkan di Amerika yang merupakan mercusuar demokrasi dan panji demokrasi pun mengalami kejadian seperti ini, seluruh dunia benar-benar telah dikuasai oleh iblis, hanya saja tak disangka sudah mencapai tahap seperti ini.”
Memang benar, hari ini di mana dunia telah dikuasai iblis dan moral telah runtuh, kebuntuan pemilu ini justru merupakan pengujian terhadap keyakinan kita, juga menguji kepercayaan sejati pada diri manusia, membuat semua kejahatan terungkap, membuat perbandingan antara kebenaran dengan kejahatan menjadi semakin mencolok, membuat manusia dapat melihat dengan jelas sebelum menyatakan sikap, agar Tuhan dapat menentukan seleksi terakhir.
Selain itu, sekarang mungkin manusia juga bisa berpikir kembali tentang sistem demokrasi ini, suatu peluang bagi manusia untuk menjelajahi model masyarakat yang baru. (Lie)
Dr. Frank Tian Xie selaku Associate Professor dari Pemasaran dan John M. Olin Palmetto Chair di Business di University of South Carolina Aiken
Video Rekomendasi :