Zhou Enlai, Perdana Menteri Kontroversial pada Zamannya (7)

Chen Weiyu

Akan tetapi, setelah  Lin Biao  tewas dalam kecelakaan pesawat, reputasi Mao di mata para petinggi Partai Komunis Tiongkok (PKT) merosot, sementara reputasi Zhou Enlai meningkat, ditambah lagi Zhou Enlai sangat berkuasa di internal partai dan militer, juga mahir berpura-pura dan melindungi diri, membuat Mao Zedong yang pada waktu itu tidak bisa secara langsung mencelakakan Zhou Enlai, hanya bisa meminjam Revolusi Kebudayaan menghardik Zhou Enlai, membuat Zhou merasa sangat ketakutan. 

Selama 4 bulan sebelum Zhou Enlai meninggal, sebelum dimasukkan ke dalam ruang operasi, ia berteriak “Aku bukan kapitulator!”

Kenyataannya, sebulan setelah meninggalnya Lin Biao, Zhou Enlai begitu takut setiap kali naik pesawat, bahkan awak pesawat pun menyadari hal itu. Dalam sebuah catatan sejarah yang dipublikasikan pada Oktober 1971, Raja Ethiopia yakni Haile Selassie I berkunjung ke Tiongkok, Zhou Enlai mendampinginya berkunjung ke wilayah selatan. 

Sebelum naik pesawat, Zhou Enlai berulang kali menanyakan kondisi pemeriksaan keamaan pesawat, setelah naik pesawat, Zhou  Enlai mengalami halusinasi, mengira pesawat sedang terbang ke luar negeri, sempat sangat tegang; ketakutan dan kecurigaan Zhou itu terlihat jelas pada wajahnya. Zhou Enlai takut akan menapaki jejak Lin Biao.

Namun, Mao Zedong masih dapat memanfaatkan sebuah peluang.  Pada Mei 1972, setelah melakukan tes urine bulanan Zhou Enlai didiagnosis mengidap penyakit “karsinoma sel transisional  kandung kemih”. Jika dirawat tepat waktu, angka kesembuhannya bisa mencapai 80 – 90%. Menurut ketentuan Komite Sentral Partai Komunis Tiongkok, semua  rencana perlakuan untuk pemimpin di atas anggota Politbiro harus disetujui oleh Mao Zedong sebelum direalisasi. 

Namun, Mao Zedong, melalui Wang Dongxing (yang di saat itu menjabat sebagai komandan pengawal pribadi Mao), menyampaikan empat instruksi kepada ahli medis yang bertanggung jawab atas perawatan kesehatan Zhou Enlai: Pertama, jaga kerahasiaan, jangan beri tahu Perdana Menteri dan sang istri; kedua, jangan diperiksa; ketiga, jangan dioperasi; keempat, perkuat perawatan dan nutrisi.

Empat pasal dari Mao ini setiap pasalnya dapat berakibat fatal, karena semuanya pantangan besar bagi pasien kanker.

Para pakar medis itu tidak memahami politik, hanya mengetahui hal  yang menyangkut nyawa manusia sangat penting, tidak puas terhadap Empat Pasal Mao itu, mereka berkali-kali berupaya mengklarifikasi, Wang Dongxing mewakili pusat menemui mereka untuk berdialog, meminta agar mereka “tenang”, menekankan keputusan dari pusat adalah untuk “melindungi perdana menteri”, dan mengatakan: Kalian harus mendengarkan Tuhan, harus mengikuti pola pikir ketua yang sedang mempertimbangkan masalah secara menyeluruh. 

Akhirnya, Mao Zedong memanfaatkan penyakit kanker Zhou untuk membunuh Zhou, dan membuat Zhou Enlai meninggal lebih dulu. 8 bulan kemudian, barulah Mao Zedong meninggal dunia pada 1976.

Bagi banyak orang, Zhou Enlai adalah sosok yang setia, walaupun tidak  memiliki keturunan, tapi tidak pernah meninggalkan istrinya Deng Yingchao. Tapi, segala sesuatu pada Zhou Enlai telah diperindah dan dikemas oleh propaganda partai.

Faktanya adalah, berapa banyak wanita yang dimiliki Zhou Enlai semasa hidupnya, mungkin selamanya tidak pernah ada yang tahu persis. Akan tetapi, dalam sebuah artikel kenangan oleh Deng Yingchao disebutkan, setelah menikah dia jarang berkumpul bersama Zhou, kemana dia pergi, “apa yang dilakukan, berapa lama pergi, tidak pernah diceritakannya”. 

Dan hal yang hendak mereka bicarakan, terutama masalah rumah tangga, kebanyakan dibicarakan di kamar mandi, memanfaatkan waktu saat Zhou Enlai sedang membersihkan wajah atau sikat gigi. Jadi kamar mandi pun menjadi “kantor pertama” dan “ruang berbicara” bagi mereka.

Selain  hubungan lawan  jenis yang membingungkan, seorang wartawan Hong Kong bernama Tsoi Wing-Mui pernah menjabat  sebagai  editor  majalah  politik  Hong Kong  yakni  Open  MagaZIne,  menghabiskan waktu tiga tahun untuk menyelesaikan buku berjudul “The Secret Emotional Life of Zhou  Enlai”.  Buku  tersebut  mengungkapkan,  Zhou  Enlai  mungkin  adalah  seorang gay,  dan  pernah  berpacaran  dengan  adik kelasnya yakni seorang pria yang bernama Li Fujing selama 2 tahun.

Buku itu mengungkapkan, awalnya Zhou Enlai berharap setelah Li Fujing lulus dari Universitas Nankai, akan mengikutinya menempuh studi lanjutan di Jepang, tapi setelah mengetahui Li Fujing ternyata pindah ke Hong Kong melanjutkan studi, Tsoi Wing-Mui melihat “hancurnya  perasaan” pada diri Zhou Enlai, susunan buku hariannya tiba-tiba menjadi kacau, bahkan hanya tertulis beberapa kata saja. Dan di dalam buku hariannya Zhou Enlai menyebut Li Fujing dengan sebutan “sahabatku tercinta” dan “adikku tercinta”, menurut Tsoi Wing-Mui ini adalah salah satu bukti hubungan yang intim antara Zhou Enlai dengan Li Fujing.

Zhou Enlai yang mengalami kendala dalam studinya di Jepang pada 1920,  dan Li Fujing yang meninggalkan studinya di Hong Kong, keduanya berangkat ke Prancis dengan status “sekolah sambil bekerja”, tapi tujuannya adalah studi ke Inggris. Li Fujing berhasil diterima di Inggris, namun Zhou Enlai tidak diterima, maka ia terpaksa pergi ke Prancis. 

Dalam buku hariannya Zhou Enlai mengungkapkan penderitaan yang dirasakannya akibat “perasaan” ini. Ia menuliskan: “Pacaran timbul karena adanya perasaan. Tidak membedakan pria atau wanita, tidak membedakan apa pun, jika ada satu pihak timbul perasaan, pihak lain akan dapat merasakannya, dan ini sudah bisa dikatakan berpacaran.”

Tsoi Wing-Mui menilai, Zhou Enlai setelah “mengalami keretakan hubungan dengan Li Fujing, pikirannya pun mendadak berubah radikal”. 

Selama Zhou Enlai berada di Prancis, dirinya didanai oleh Komunis Internasional, pada 1921 ia bergabung dengan Partai Komunis Perancis. Pada 1923, mendadak ia mengirimkan surat dari Prancis kepada Deng Yingchao untuk melamarnya. Deng Yingchao adalah teman UKM Zhou di “Juewushe”, tapi bahkan Deng Yingchao sendiri pernah mengatakan, terhadap lamaran Zhou Enlai yang begitu mendadak itu dirinya juga merasakan sangat di luar dugaan.

Tsoi Wing-Mui menyatakan, kemudian Zhou Enlai menikah dengan Deng Yingchao adalah untuk menutupi penyimpangan seksual pada  dirinya, juga demi pertimbangan karir politiknya dan melanjutkan keturunan. 

Pada saat  itu Deng Yingchao telah menjadi anggota Komisi Pusat Partai Nasionalis (Kuo Min Tang, red.), reputasinya jauh melebihi Zhou Enlai.

Tsoi Wing-Mui juga menilai, Zhou Enlai di masa kekuasaan Mao Zedong telah memiliki kekuasaan yang konkrit, bahkan secara citra dan reputasi melebihi Mao Zedong, namun sikapnya terhadap Mao “sangat rendah diri, dan menerima”, secara logika hal ini sangat sulit dimengerti. 

“Itu karena Zhou Enlai ada sebuah rahasia”, takut Mao Zedong mengetahui dirinya adalah gay, karena gay pada masa itu di dalam partai komunis dianggap sebagai “kejahatan gengster”.  Tsoi  Wing-Mui   berpendapat, ini merupakan kunci rahasia untuk membuka sosok Zhou Enlai yang sangat menjaga citranya sehingga bersikap sedemikian tunduk terhadap Mao Zedong.

Banyak orang keheranan mengapa Zhou Enlai seumur hidupnya tidak memiliki keturunan, atas pertanyaan ini tidak terdapat jawaban yang tepat di dalam catatan sejarah mana pun hingga kini. Tapi berdasarkan informasi yang kami peroleh dan setelah dianalisa, seharusnya terdapat beberapa penyebab. 

Deng Yingchao pernah dua kali mengalami keguguran. Kali pertama pada saat melarikan diri dari kejaran pasukan Kuomintang, dan kali  kedua setelah  diperiksa janinnya ada kelainan,  sehingga langsung digugurkan.

Selain itu Zhou Enlai berkali-kali menggusur kuburan leluhur dan setelah meninggal dia meminta agar dikremasi dan abunya dilarung, menjelaskan dirinya tidak ingin meninggalkan apapun yang bisa dijadikan perhitungan oleh generasi penerus, maka dia semakin tidak akan meninggalkan keturunan yang akan dikecam di kemudian hari, setidaknya tidak boleh ada satu pun anak yang merupakan keturunannya yang sah. 

Masalah lainnya adalah penyimpangan seksualnya. Melihat dari hal ini, pernikahan Zhou Enlai dengan Deng Yingchao sangat besar kemungkinannya merupakan pernikahan politik, karena kebutuhan Komunis Internasional.

Sejarah ibarat arus sungai yang bergelora dan berlalu begitu saja, menerpa waktu, dan mengendapkan fakta. Fakta itu kemudian akan muncul ke permukaan seiring dengan mengalirnya sangkala. (sud)

Video Rekomendasi :

https://www.youtube.com/watch?v=B3vF8PbLus0