Ucapan Selamat Xi pada Biden Terkesan Tergesa-gesa

YANG WEI

Pada 25 November lalu, Xi Jinping secara resmi memberi selamat kepada Biden atas terpilihnya sebagai Presiden Amerika  Serikat.  Sikap Xi Jinping terhadap pemilihan AS tiba-tiba berubah, tampaknya sangat tidak biasa.

Setelah pemilihan umum AS pada 3 November, selama tiga minggu ini, Kementerian Luar Negeri Partai Komunis Tiongkok dan media partai selalu menyatakan bahwa mereka menunggu “hukum dan prosedur AS membuat keputusan”. 

Sekarang proses hukum untuk pemilihan AS baru saja dimulai secara menyeluruh, Xi Jinping sudah tidak bisa lagi menunggu. 

Ucapan selamatnya jelas jauh lebih lambat daripada kepala negara lain; tapi dibandingkan sejumlah kepala negara lainnya seperti: Rusia, Brasilia dan yang lain, terkesan terlalu buru-buru. Timing ucapan selamat Xi Jinping cukup mendadak dan serba canggung.

Ucapan selamat menjabat dari Xi Jinping terlalu tiba-tiba, realitanya hal itu adalah bagian dari tindakannya yang berulang- ulang dalam beberapa hari terakhir ini, ia telah membuat kesalahan penafsiran yang serius dan sedang berdasarkan hal ini meluncurkan babak baru serangan diplomatik. 

Perilaku abnormal Xi Jinping kemungkinan besar didorong oleh kebutuhan akan pertikaian kekuasaan internal, dan juga sekali lagi mencerminkan kecemasan batinnya yang serba dilematis, hal ini dapat menyebabkan hubungan AS-Tiongkok selangkah lebih memburuk dan memperberat krisis keruntuhan rezim Partai Komunis Tiongkok (PKT).

Misteri di balik ucapan selamat Xi Jinping

Trump baru saja memberi tahu Administrasi Layanan Umum (GSA) AS bahwa mereka dapat memberi tahu Biden perihal penyediaan sumber daya bagi tim transisinya. Hal ini mungkin merupakan sebuah alasan ucapan selamat dadakan dari Xi Jinping. 

Biden terus mencoba untuk membentuk apa yang disebut tim transisi dan berencana menggunakan sejumlah besar tokoh di era Obama, termasuk Antony Blinken, calon Menteri Luar Negeri yang disukai oleh media.

Blinken saat ini adalah kepala penasihat urusan luar negeri Biden, juga pernah menjabat sebagai wakil menteri luar negeri selama pemerintahan Obama. Selama kampanye Biden, Blinken pernah mengatakan dalam sebuah wawancara dengan media bahwa gagasan “Decouple (perlepasan keterkaian)” total dengan Tiongkok itu tidak realistis dan hanya akan membawa efek kontraproduktif  pada akhirnya. 

“A.S. telah menarik siswa,  bakat, ide, dan investasi dari seluruh dunia, termasuk Tiongkok, dan mendapatkan manfaat besar darinya, adalah salah jika ini sampai diputus begitu saja, terutama seharusnya ialah bagaimana memperoleh keseimbangan”, ujar Blinken.

Dikatakan bahwa Blinken adalah seorang garis keras terhadap Tiongkok di dalam Partai Demokrat, tetapi apa yang dia ungkapkan masih berupa kelanjutan kebijakan “kontak”, dan paling banter hanya menyebut Komunis Tiongkok sebagai “tantangan terbesar”. Tentu saja, inilah yang diharapkan oleh Xi Jinping yang cenderung berpikir bahwa ia bisa mengatasi Biden dan juga para mantan pejabat kabinet Obama. 

Bagi Xi Jinping, hubungan AS-Tiongkok tampaknya akan kembali ke ritme masa lalu, ini seharusnya adalah salah satu alasan kesalahan penilaiannya.

Dalam ucapan selamatnya, Xi Jinping berharap bahwa “hubungan Tiongkok-AS berkembang secara sehat dan stabil”, “tidak berkonflik dan tidak berkonfrontasi, saling menghormati”, “fokus pada kerja sama dan mengendalikan perbedaan”.

Xi Jinping secara terbuka menyapa Biden, berharap bahwa Biden dapat mengakhiri Decouple antara Amerika Serikat dan Tiongkok serta kembali ke keadaan semula seperti empat tahun lalu. 

Xi Jinping tidak hanya berseru sendirian secara terbuka, tetapi juga menginstruksikan kaki tangannya untuk menerbitkan artikel di The New York Times wahananya untuk berdiplomasi.

Artikel oleh mantan wakil menteri luar negeri Komunis Tiongkok di The New York Times pada 24 November, The  New  York Times menerbitkan sebuah artikel berjudul “Hubungan Kerjasama-Kompetitif Tiongkok- AS Memungkinkan”.  Penulisnya  adalah Fu Ying, mantan Wakil Menteri Luar Negeri dan saat ini menjabat sebagai Wakil Ketua Komite Urusan Luar Negeri Komunis Tiongkok. 

Seorang pensiunan diplomat Komunis Tiongkok yang  menerbitkan artikel di The New York Times tentu saja bukanlah pernyataan pribadi, hal seperti itu adalah tidak mungkin dalam sistem perpolitikan Partai Komunis Tiongkok. Tentu saja, dia dapat menerbitkan artikel seperti itu hanya di bawah instruksi Xi Jinping, jikalau hanya mengandalkan energi pribadinya, dia tidak mungkin dapat menerbitkan artikel di The New York Times.

Artikel itu secara blak-blakan menyatakan bahwa “Hubungan Tiongkok-AS telah rusak parah dalam empat tahun terakhir”, “AS telah memastikan bahwa Tiongkok hendak merebut hegemoni dunia”, “AS telah memblokir di mana-mana”, “Washington mulai menekan perusahaan teknologi Tiongkok”. 

Pernyataan Fu Ying tidak berbeda dari nada biasanya Komunis Tiongkok selama ini, mereka pada dasarnya menyalahkan pemerintah AS saat ini yang telah merusak hubungan AS- Tiongkok.

Setelah itu, artikel itu menyerukan kepada Biden, “Saat mengaktifkan kembali hubungan Tiongkok-AS, yang penting adalah menilai secara akurat niat pihak lain”, Komunis Tiongkok “tidak berniat untuk menggantikan posisi dominan Amerika Serikat di dunia”, “meskipun persaingan tak dapat dihindari”, juga dapat “mengembangkan semacam hubungan “kerjasama  dan persaingan”. 

Kata-kata ini hampir sepenuhnya menggemakan sikap Blinken, penasihat urusan luar negeri Biden. Artikel itu juga membuka sederetan daftar pembicaraan damai Komunis Tiongkok, termasuk “Washington seharusnya memberikan lingkungan yang adil bagi perusahaan Tiongkok yang beroperasi di Amerika Serikat”, seperti Huawei dan TikTok; “Amerika Serikat seharusnya menghentikan kebiasaannya mencampuri urusan dalam negeri negara lain”; “Tiongkok dan Amerika Serikat seharusnya saling menghormati dan mengakui bahwa sistem politik masing-masing adalah berbeda”, “Jangan memprovokasi Komunis Tiongkok dalam masalah Taiwan atau campur tangan dalam sengketa teritorial di Laut Tiongkok Selatan”. 

Topik-topik itu sama saja dengan meminta Biden untuk menggulingkan kebijakan Trump terhadap Tiongkok,  sikap Komunis Tiongkok bertaruh pada Biden tertera jelas di atas kertas. Mengenai masalah epidemi, artikel itu menyerukan kerja sama dalam memerangi epidemi. Tiongkok dan Amerika Serikat “bergandengan tangan untuk  meningkatkan ketersediaan dan keterjangkauan vaksin global”. 

Dengan kata lain, PKT tidak hanya tidak bersedia meminta maaf atas menyembunyikan epidemi, tetapi juga tidak mau memberi ganti rugi, malahan meminta Amerika Serikat untuk menyumbangkan teknologi vaksin sehingga Tiongkok dapat menggunakannya untuk keperluan produksi massal.

Xi Jinping dengan bersemangat berteriak kepada Biden dan membuat daftar tawar- menawar yang agresif, penerbitan artikel semacam itu di The New York Times tentu saja menuai kritik dari semua lapisan masyarakat. 

The New York Times juga secara khusus menerbitkan sebuah artikel berjudul “Mengapa Times Menerbitkan Artikel Fu Ying tentang Hubungan AS-Tiongkok”, membela diri mengapa media itu menerbitkan “kolom yang ditulis oleh Fu Ying,  seorang pejabat pemerintah Tiongkok.”

Dapat dilihat bahwa Xi Jinping telah mengerahkan banyak upaya  untuk  artikel ini. Biden belum benar-benar terpilih, apa- lagi menjabat, Xi Jinping sudah buru-buru menggunakan saluran di  Amerika Serikat. 

Pada momentum kritis investigasi penipuan pemilu di AS, Xi Jinping mengabaikan bahwa keterlibatan penyusupan PKT ke Amerika Serikat telah ketahuan, lebih-lebih mengabaikan terbongkarnya skandal transaksi kekuasaan dan uang dengan keluarga Biden. 

Ini menunjukkan bahwa Xi Jinping kemungkinan dipaksa oleh tekanan internal yang besar, atau ketidakpercayaan  dirinya  yang ekstrem, dan ingin mendapatkan kembali kerugian diplomatik yang parah.

Xi Jinping mencoba menerobos pengepungan lagi

Xi Jinping berturut-turut berbicara di  konferensi video APEC dan G20, mengungkapkan keinginannya untuk menerobos isolasi internasional, pada saat yang sama, ia juga membuat konsesi yang jelas, setuju untuk menandatangani Perjanjian Perdagangan Bebas ACEP Asia-Pasifik, dan bahkan mengklaim bahwa dia mungkin membuat konsesi yang lebih besar untuk berpartisipasi dalam Kemitraan Trans-Pasifik. Perjanjian Komprehensif dan Progresif (CPTPP).

Setelah Biden mengumumkan kemenangannya, meskipun Xi Jinping tidak memberi selamat kepadanya pada waktunya, pada kenyataannya ia menilai dan bertaruh bahwa Biden akan membalikkan hubungan AS- Tiongkok dan telah memulai sebuah putaran tindakan babak baru. Ucapan selamat yang baru saja diberikan hanyalah sebuah langkah yang lebih berani dari Xi Jinping.

Pada 24 November, Xi Jinping sekali lagi melakukan panggilan telepon dengan Kanselir Jerman Merkel untuk mencoba terobosan yang lebih besar.

Selama panggilan tersebut, Xi Jinping masih menekankan “multilateralisme” dan “pertukaran vaksin dan kerja  sama,” serta mengatakan bahwa “memperluas permintaan domestik dan keterbukaan” akan “membawa peluang baru ke Jerman.” 

Namun, menurut keterangan media PKT, Merkel hanya mengatakan “penguatan komunikasi tentang kerjasama vaksin”,  berharap dapat “mempromosikan kerjasama dalam perdagangan dan investasi, kendaraan energi baru dan bidang lainnya”, serta “berharap dapat meningkatkan upaya perundingan dengan Tiongkok dalam mempromosikan penyelesaian perjanjian investasi UE-Tiongkok  dalam  tahun ini.”

Tentu saja, Jerman berharap untuk memasuki pasar Tiongkok lebih banyak, tetapi belum berjanji untuk menyediakan teknologi vaksin, malah meminta PKT segera membuat konsesi dalam negosiasi perjanjian investasi. 

Boleh dikata, percakapan ini tidak membuahkan hasil, dan pemerintah Jerman tidak mungkin merusak aliansi dengan Amerika Serikat, panggilan telpon Xi Jinping sepertinya hanya menimbulkan ilusi bagi dirinya sendiri.

Pada saat yang sama, Xi Jinping mulai memercayai Menteri Luar Negeri Komunis Tiongkok Wang Yi lagi. Wang Yi, yang  sempat menghilang dari media partai untuk jangka waktu tertentu, tiba-tiba mengunjungi Jepang pada 25 November lalu dengan profil tinggi. 

Di saat bertemu dengan Perdana Menteri Jepang Yoshihide Suga, Wang Yi menyampaikan pesan penting Xi Jinping, tetapi Yoshihide Suga tidak pernah menyebutkan mengundang Xi Jinping untuk mengunjungi Jepang,  hal ini seharusnya menjadi tujuan utama perjalanan Wang Yi, dan sepertinya perjalanan itu gagal lagi.

Di situs web Kementerian Luar Negeri Partai Komunis Tiongkok, apa yang disebut “lima konsensus penting dan enam hasil spesifik” yang dicapai oleh Wang Yi dan Menteri Luar Negeri Jepang Toshimitsu Motegi telah dipublikasikan. Faktanya, semuanya adalah ucapan sopan-santun dan tidak dipublikasikan oleh media corong PKT. 

Kantor Berita Xinhua sengaja menerbitkan berita terkait lainnya bahwa “Wang Yi Membahas Masalah Kepulauan Diaoyu/Senkaku”, telah mengungkapkan perselisihan serius antara Tiongkok dan Jepang dalam membahas Kepulauan Diaoyu, disebutkan bahwa “baru-baru ini, beberapa kapal penangkap ikan pihak Jepang yang tidak diketahui asalnya telah berulang kali memasuki perairan sensitif Kepulauan Diaoyu, dan pihak Tiongkok terpaksa harus melakukan respons yang diperlukan.”

Perjalanan Wang Yi ke Jepang sepertinya tidak mampu menerobos, malah sekali lagi telah memancing pertikaian lagi. Tindakan pendobrakan Xi Jinping tidak efektif, justru pemberian ucapan selamat yang dadakan kepada Biden menjadi yang paling mencolok dan paling mungkin menghasilkan efek sebaliknya.

Kehancuran hubungan AS-Tiongkok di  tangan Xi Jinping telah menyebabkan semakin banyak kritikan di dalam internal PKT, jalan keluar pejabat di semua tingkatan telah diputus dan mereka menghambatnya dengan bekerja pasif, membuat rezim PKT sulit untuk tetap eksis secara berkesinambungan. 

Deklarasi kemenangan Biden secara sepihak tampaknya telah menjadi harapan terakhir bagi Xi Jinping, ia hanya bisa bertaruh pada Biden, dan tidak dapat melihat tembus bahwa kemenangan terakhir Trump adalah suatu keniscayaan. 

Xi Jinping tidak sabar menunggu hasil dari pertarungan hukum dalam pemilihan umum AS, dengan tergesa- gesa berharap dapat menerobos lewat Biden, hal ini menunjukkan ketidakstabilan ekstrem dalam internal rezim Komunis Tiongkok, kesalahan penilaian dan perilaku abnormal Xi Jinping kemungkinan dapat menyebabkan badai yang lebih besar serta mempercepat proses keruntuhan rezim Komunis Tiongkok. (lin)

Keterangan : Joe Biden dan pemimpin Komunis Tiongkok Xi Jinping bersulang saat Makan Siang Kenegaraan untuk Tiongkok yang diselenggarakan oleh Menteri Luar Negeri AS John Kerry di Departemen Luar Negeri di Washington, pada 25 September 2015. (Paul J. Richards / AFP melalui Getty Images)

https://www.youtube.com/watch?v=tVi1eFlEMOo