Beijing Gagal Memenuhi Komitmen yang Ditandatanganinya dalam Tahap Pertama Perjanjian Perdagangan dengan Washington

oleh Emel Akan

Janet Yellen, calon Menteri Keuangan AS mengatakan bahwa dirinya tidak berencana segera mengambil tindakan untuk menghapus tarif hukuman yang diberlakukan oleh pemerintahan Trump atas komoditas yang diimpor dari daratan Tiongkok.

Janet dalam memberikan jawaban tertulis atas pertanyaan yang diajukan oleh Komite Keuangan Senat pada hari Kamis 21 Januari menyebutkan : “Kita sedang memantau dengan cermat kepatuhan komunis Tiongkok atas semua komitmennya yang tertuang dalam tahap pertama Perjanjian Perdagangan, termasuk janji pembelian dan komitmen struktural”. Pertanyaan tersebut diangkat Komite Keuangan Senat setelah sidang dengar pendapat pada pekan ini.

Tahap pertama dari perjanjian perdagangan yang ditandatangani pada bulan Januari tahun lalu, mengharuskan Beijing dari tahun 2020 hingga 2021 untuk membeli tambahan barang dan jasa AS senilai USD. 200 miliar atau di atas level tahun 2017.

Analisis yang dilakukan Peterson Institute for International Economics (PIIE) terhadap data perdagangan Tiongkok, menunjukkan bahwa Beijing sejauh ini hanya menyelesaikan 58% dari semua komitmen pembelian AS yang dicakup dalam tahap pertama perjanjian perdagangan.

PIIE dalam laporannya menyebutkan : Hingga bulan Desember 2020, total impor Tiongkok dari AS untuk produk yang tercakup dalam perjanjian hanya berjumlah USD. 100 miliar, padahal targetnya adalah USD. 173,1 miliar.

Laporan mengungkapkan bahwa Beijing hanya memenuhi 64% dari komitmennya untuk membeli produk pertanian Amerika Serikat, 60% dari pembelian produk manufaktur, dan 39% untuk pembelian produk energi.

Ekspor pertanian AS ke daratan Tiongkok, sangat penting untuk tahap pertama perjanjian perdagangan, karena sebelum tahun 2017, Tiongkok adalah pasar ekspor terbesar untuk produk pertanian AS. Petani Amerika Serikat sangat terpukul oleh tarif pembalasan Beijing.

Populasi Tiongkok menyumbang seperlima dari populasi dunia, tetapi lahan layak ditanam hanya menyumbang sepersepuluh dari dunia. Artinya, Tiongkok sangat bergantung pada produk pertanian impor, terutama kedelai, kapas, sorgum, gandum, dan kacang-kacangan.

Menurut tahap pertama perjanjian, pemerintah Tiongkok diminta untuk menambah  pembelian produk pertanian AS pada tahun 2020 sebesar USD. 12,5 miliar di atas tingkat patokan hampir USD. 24 miliar pada tahun 2017, dan tambahan USD. 19,5 miliar untuk tahun 2021.

Tahun lalu, Kementerian Pertanian AS menyatakan kekecewaannya atas lambatnya kemajuan pemerintah Tiongkok dalam memenuhi komitmen perjanjian perdagangannya.

Untuk memenuhi transaksi ini dalam situasi berkecamuknya epidemi, pemerintah komunis Tiongkok telah secara signifikan mempercepat pengadaannya dalam beberapa bulan terakhir. Tidak jelas bagaimana pemerintahan Biden akan memaksa Beijing untuk memenuhi janjinya.

Janet Yellen dalam menanggapi pertanyaan senator telah mengatakan bahwa, pemerintahan Biden akan melakukan peninjauan menyeluruh terhadap semua aspek kebijakan perdagangan administrasi Trump dengan Tiongkok, termasuk sejauh mana Beijing telah mematuhi persyaratan perjanjian tahap pertama.

“Sebagai bagian dari evaluasi, (Biden) akan berkonsultasi dengan sekutu untuk secara kolektif memberikan tekanan. Kita membutuhkan cara berbeda dalam memberikan tekanan yang nyata dan bermakna kepada pemerintah komunis Tiongkok”, kata Janet.

Pada 11 Januari, Robert Lighthizer, perwakilan perdagangan saat itu, memuji kebijakan perdagangan pemerintahan Trump dan mendesak pemerintahan baru untuk terus mempertahankan pengenaan tarif terhadap komoditas yang diimpor dari daratan Tiongkok.

Robert Lighthizer dalam wawancara dengan reporter Wall Street Journal mengatakan  : “Kita telah mengubah persepsi orang tentang perdagangan, dan kami juga telah mengubah cara kerja yang sudah terpola. Saya berharap situasi ini dapat terus berlanjut”.

Pemerintahan Trump memberlakukan tarif tambahan terhadap komoditas impor Tiongkok senilai hampir USD. 370 miliar, sebagai akibat kebijakan perdagangan Beijing yang tidak adil. Ini termasuk pencurian hak kekayaan intelektual, transfer teknologi paksa, subsidi pemerintah kepada perusahaan domestik, dan pembatasan akses perusahaan asing ke pasar domestik Tiongkok.

Perjanjian perdagangan tahap pertama tidak sepenuhnya menyelesaikan masalah struktural yang sudah berlangsung lama ini.

Saat menandatangani perjanjian tahap pertama ini, Presiden Trump saat itu menyatakan bahwa AS akan mempertahankan tarif sebagai alat tawar-menawar dalam perjanjian tahap kedua. Namun, setelah berkecamuknya epidemi, dia jadi ragu untuk menegosiasikan perjanjian tahap kedua dengan Tiongkok, terutama setelah Beijing gagal dalam menangani wabah virus komunis Tiongkok (COVID-19).

Tidak jelas apakah Amerika Serikat akan membuat kemajuan dalam menyelesaikan masalah perdagangan dengan Beijing di bawah kepemimpinan pemerintahan Biden. Beberapa ahli meragukan kemampuan rezim komunis Tiongkok dalam memenuhi komitmennya untuk mengadakan reformasi struktural.

Janet Yellen dalam jawaban tertulisnya menyebutkan : Aspek ekonomi yang menjadi  persaingan AS – Tiongkok merupakan yang paling penting. Kita masih akan menghadapi tantangan perlakuan tidak adil dan perilaku ilegal dari pemerintah komunis Tiongkok.

Janet mengkritik perlakuan komunis Tiongkok melemahkan daya saing perusahaan Amerika Serikat melalui anti-dumping, membuat penghalang, dan memberikan subsidi ilegal kepada perusahaan mereka. Dia juga mengkritik kebijakan komunis Tiongkok, karena memberikan perusahaan Tiongkok keunggulan teknologi tidak adil yang diperoleh secara ilegal dari perusahaan Amerika Serikat. (sin)

Ilustrasi (STR/AFP/Getty Images)

https://www.youtube.com/watch?v=LZWplcNl770