Dr. Frank Tian Xie
Seminggu sejak Biden masuk ke Gedung Putih pada (27/1), tim pemerintahannya dan berbagai macam kebijakan pemerintahannya pun bermunculan, masyarakat dapat melihat pengaruh seperti apakah yang akan didatangkan kabinet Biden ini kepada Amerika di masa mendatang.
Di bidang ekonomi dan perdagangan serta kebijakan luar negeri, masyarakat lebih peduli akan bagaimanakah masa depan hubungan AS-rezim Tiongkok. Apakah perang dagang akan berlanjut? apakah pemerintahan AS sekarang akan meneruskan kebijakan Trump atau berbalik arah secara drastis kubu rezim komunis global yang dikepalai oleh Komunis Tiongkok, apakah di bawah kebijakan “kesabaran strategis” pemerintahan baru AS ini, nantinya akan mendapatkan kesempatan untuk bernapas lega, dan menyelamatkan nyawanya yang sekarang telah sekarat?
Pemimpin Partai Komunis Tiongkok (PKT), Xi Jinping menyampaikan pidato pada konferensi World Economic Forum, bahkan berseru kepada Biden dan terus mendesak secara bertahap. Tak pelak masyarakat pun bertanya-tanya, mampukah Biden menghadapinya secara efektif dan leluasa?
Menlu Pompeo di masa kekuasaan Trump menyerukan kepada pemerintahan Biden: jangan mengalah lagi pada Partai Komunis Tiongkok! PKT menutupi pandemi covid-19, mengakibatkan AS dan banyak negara menderita karenanya, apa-lagi mengalah pada PKT, tidak akan membuat PKT berubah! AS harus membuat PKT mendapat perlawanan yang keras dan harus membayar mahal atas perbuatan jahatnya!
Sayangnya, nasihat itu mungkin hanya dianggap angin lalu saja, dan membuat masyarakat sangat mengkhawatirkan masa depan Amerika.
Perwakilan Partai Republik di DPR AS yang kritis yakni Steve Scalise menunjukkan, minggu pertama Biden di Gedung Putih, telah membatalkan proyek pipa minyak bumi Keystone, telah melukai teman sekutu AS yakni Kanada, dan menghilangkan ribuan lapangan kerja AS. Bahkan, menghentikan pengusiran imigran gelap dan pembangunan tembok perbatasan.
Hal demikian, membuat AS langsung berada dalam kondisi bahaya. Serta mengeluarkan uang puluhan juta dollar AS untuk bergabung kembali dengan WHO yang dikuasai oleh rezim TIongkok. Hal ini membuat penanggulangan pandemi, kembali terjebak dalam krisis; menghentikan eksplorasi dan penambangan minyak bumi. Itu membuat AS yang baru saja berswasembada energi kembali terjebak dalam ketergantungan terhadap Timur Tengah.
Juru bicara pers Biden ditanya mengapa perintah eksekutif Biden mengizinkan rezim TIongkok masuk ke dalam jaringan listrik AS, juru bicara tersebut tidak bisa menjawab dan mengalihkan pembicaraan. Masalah besar yang menyangkut keamanan negara seperti ini, dianggap sebagai lelucon.
Presiden Trump pada 12 November tahun lalu mengeluarkan perintah eksekutif, mengumumkan bahwa terhitung (11/1/2021), melarang investasi AS untuk masuk ke perusahaan Tiongkok yang ditetapkan Washington dikendalikan oleh pihak militer PKT.
Namun demikian, Menteri Keuangan Biden telah merevisi tindakan pembatasan tersebut, dengan menunda tanggal efektivitas perintah eksekutif tersebut hingga akhir Mei mendatang.
Selain itu, berbagai fenomena kacau dan aneh seperti orang yang melakukan transgender diperbolehkan lagi bergabung dalam militer, pria yang berganti kelamin bisa bertanding di cabang olahraga wanita, dan lain sebagainya, ini baru bencana yang timbul hanya dalam seminggu ini. Jika hal ini diteruskan, akan jadi apakah Amerika nantinya?
Beberapa hari lalu penulis, menghadiri wawancara oleh reporter VoA bernama Lin Feng, bersama dengan mantan dosen Trinity College yakni James Wen Guanzhong membahas sikap pemerintahan Biden di bidang ekonomi terhadap Tiongkok. Terus terang, melihat sikap Biden selama ini dan tim yang dibentuk, masa depan AS terasa sangat mengkhawatirkan.
Beberapa calon anggota kabinet Biden, termasuk Menkeu Yellen yang baru saja disetujui oleh senat, calon USTR (perwakilan dagang AS) Katherine Tai, dan calon Mendag Gina Raimondo, walaupun mereka menyatakan akan mempertahankan “sikap keras” terhadap Tiongkok. Tapi melihat kinerja personalia yang diangkat, mayoritas anggota kabinet adalah mantan bawahan Obama dan Clinton, selama kampanye Biden juga tidak mengemukakan kebijakan yang jelas terhadap Tiongkok, sebaliknya justru menunjukkan sikap akan memberi kelonggaran bagi rezim Tiongkok, dan memberikan peluang bagi Tiongkok untuk bernapas lagi.
Sekretaris pers Gedung Putih Jen Psaki mengatakan dalam menghadapi rezim Tiongkok “harus memiliki kesabaran strategis, untuk menemukan cara mengatasi tantangan Tiongkok”.
Hanya jika sasaran strategis tidak jelas, dan situasi ajang perang yang tidak menggembirakan, seorang ahli strategi baru bisa berbicara soal “kesabaran strategis”.
Pemerintahan Trump pada masa jabatan empat tahun pertama, telah berhasil mengungkap wajah PKT yang sesungguhnya kepada seluruh dunia, menyatakan komunis Tiongkok sebagai ancaman terbesar bagi AS, dan adalah musuh nomor satu AS.
Di saat penetrasi Komunis Tiongkok telah menyusup ke berbagai aspek kehidupan AS hingga ke kalangan politik, bisnis, pendidikan, media massa, dan etnis Tionghoa di AS, ketika musuh telah masuk lewat pintu rumah, masih royal bicara soal “kesabaran strategis.” Tidak siapnya pemerintahan Biden, tiadanya perencanaan dan nihil akal sehat, bisa dibilang sama saja tidak akan berbuat banyak.
Menteri Perdagangan yang dinominasikan Biden yakni Gina Raimondo adalah gubernur negara bagian Rhode Island yang sekarang, dipandang sebagai seorang Partai Demokrat yang moderat, juga seorang investor yang berani mengambil risiko.
Dia berkata, “Akan memanfaatkan seluruh kotak perkakas yang saya kuasai, dalam batasan terbesar berusaha melindungi warga AS dan jaringan internet dari gangguan atau pengaruh buruk.”
Di dalam kotak perkakas semuanya adalah peralatan, sejak masa pemerintahan Clinton hingga Obama sampai Bush Junior, sudah ada sejak dulu, hanya saja tidak pernah dipergunakan terhadap Komunis Tiongkok. Yang digunakan oleh Trump selama empat tahun, tidak ada peralatan yang baru, melainkan hanya alat tarif masuk yang paling kuno namun paling efektif.
Pemerintahan Biden hanya bisa mengekor, tidak meneruskan kebijakan Trump yang benar, melainkan hanya mengulang kebijakan Obama yang salah, walau Raimondo mempunyai peralatan, apa gunanya?
Sedangkan Yellen pernah menjadi penasihat ekonomi Gedung Putih, Direktur The Fed, lalu sekarang menjabat sebagai Menteri Keuangan Biden, akhirnya dari tingkatan penasihat dan kebijakan terjun langsung ke kolam, masuk ke dalam operasional yang konkrit.
Yellen menjelaskan, “Tiongkok adalah lawan persaingan strategis kita yang paling penting”, pemikiran ini masih melanjutkan pemahaman di masa Obama terhadap rezim Tiongkok. Yellen menekankan bahwa AS, seharusnya “mencari investasi pembangunan infrastruktur dan pengembangan, tak lain agar dapat menguatkan ekonomi sendiri dan bekerjasama dengan sekutu”.
Mengokohkan ekonomi sendiri, dan memperkuat Amerika, adalah sasaran utama Trump untuk “membuat Amerika kuat kembali”, tapi Biden justru semakin meninggalkannya.
Pada minggu pertama masa jabatannya dari puluhan Keppres yang telah ditandatanganinya, secara langsung telah menggulingkan dan bertolak belakang dengan kebijakan Trump, hal ini bakal membawa kegelapan bagi Amerika.
Sejak 2017 hingga kini, wajah Komunis Tiongkok yang sebenarnya, ambisinya yang menentang kemanusiaan, berupaya menggulingkan dunia bebas, menggulingkan Amerika, dan menghancurkan umat manusia, telah dikenali dengan jelas oleh pemerintahan AS dari kabinet Trump. Serta telah secara jelas diperlihatkan kepada seluruh dunia.
Himbauan Trump terkait ancaman rezim Tiongkok serta sosialisme dan komunisme terhadap dunia bebas, di depan DPR AS, di forum PBB, di pentas dunia, dan dimana-mana.
Masyarakat AS telah mulai tersadar, para pendukung Trump semakin memahami situasi, tapi mengapa pemerintahan Partai Demokrat seolah-olah tidak mendengarnya, dan seakan tidak melihatnya?
Perundingan bilateral dan dialog langsung Trump, sanksi tarif masuk dan blokir teknologi Trump terhadap rezim TIongkok, sangat efektif membuat Komunis Tiongkok menderita dan terpojok di jurang kehancuran.
Kesepakatan dagang tahap pertama AS-rezim Tiongkok resmi berlaku telah genap setahun, dalam hal memenuhi janji membeli produk AS, rezim Tiongkok masih sangat jauh dah hanya mencapai 30% hingga 60% saja. Penyebabnya adalah, dikarenakan pandemi dan pilpres telah menyulitkannya, membuat pemerintahan Trump tidak sempat memperhatikannya, sehingga Rezim Tiongkok berpeluang bernafas lega, Jika kebijakan Trump ini diteruskan, rezim Tiongkok mungkin telah runtuh pada 2020, sayang sekali dunia kehilangan peluang yang sangat baik.
Bagaimanakah pemerintahan Biden memperlakukan kesepakatan dagang AS-Tiongkok tahap pertama? Masa depan sangat suram! Karena ini adalah kinerja Trump, ini adalah pencapaian Trump, sangat sulit membayangkan orang-orang Partai Demokrat yang berpikiran sempit akan mengedepankan kepentingan negaranya, mengesampingkan perseteruan antar partai, dan merampungkan program unggulan pemerintahan Trump yang belum tuntas itu.
AS dan rezim Tiongkok terus melepas keterkaitan dan upaya mematahkan kemampuan rezim Tiongkok mencelakakan dunia, juga mungkin karena kaum sayap kiri mentoleransi dan pro terhadap sosialisme, akan muncul titik balik.
Sedangkan mengenai Biden apakah akan menginisiasi perundingan dagang lagi, sepertinya adalah hal yang mustahil.
Kepala negara rezim Tiongkok, Xi Jinping menyampaikan pidato secara daring dalam forum WEF minggu lalu, ambisi komunis Tiongkok pun diungkap tuntas: “Masyarakat internasional seharusnya dikelola berdasarkan peraturan dan kesepahaman yang telah dicapai bersama oleh setiap negara, dan tidak bisa diperintah oleh satu negara atau beberapa negara.”
Itu adalah tantangan dan provokasi rezim Tiongkok terhadap Biden, menuntut Biden agar kembali pada kebijakan di masa pemerintahan Obama. Serta terus membiarkan rezim PKT melakukan penetrasi, ekspansi, dan pencurian. Hal demikian adalah sikap secara terbuka menantang kepemimpinan AS di dunia, sekaligus merupakan ancaman kejahatan komunisme terhadap seluruh umat manusia!
Duta besar rezim TIongkok untuk Amerika Serikat, Cui Tiankai, juga secara agresif mengatakan kepada pemerintahan Biden bahwa “tidak hanya harus bersabar, tetapi juga secara rasional dan tulus mengintrospeksi kebijakan terhadap rezim TIongkok masa lalu”!
Sungguh sebuah “introspeksi yang tulus”, ini benar-benar bertentangan dengan langit! Orang-orang yang berasal dari daratan Tiongkok tentu sangat akrab dengan perilaku absurd “menulis introspeksi”, ini adalah taktik yang biasa digunakan oleh rezim komunis Tiongkok dengan kekerasan dan pornografi, tak lain untuk memperkosa opini publik. Tak hanya itu, memaksa orang-orang Tiongkok untuk tunduk, serta mengungkapkan penyesalan serta kesetiaan mereka kepada Partai Komunis Tiongkok. Ini adalah metode cuci otak, penyiksaan mental, serta penghancuran tubuh dan pikiran orang-orang yang dilakukan oleh rezim TIongkok.
Para diplomat rezim TIongkok tidak mengubah kebiasaan buruk mereka, malah menggunakan tipuan roh jahat ini di atas kepala pimpinan pemerintah AS, sungguh tidak masuk akal!
Dapatkah rezim Biden tersadarkan dan bertobat dengan tuntas setelah mengalami penghinaan seperti itu? Sepertinya tidak mungkin.
Pemimpin Partai Komunis Tiongkok berkata, “Tiongkok berusaha untuk mencapai puncak emisi karbon dioksida pada 2030 dan mencapai netralitas karbon pada 2060.” Dapatkah kebohongan seperti itu dipercaya oleh Amerika Serikat dan pihak Barat?, ini tidak diragukan lagi, adalah lampu hijau bagi ekonomi Tiongkok dan membiarkan kekuatan ekonomi dunia bebas mengalami penurunan drastis.
Pemimpin Partai Komunis Tiongkok berbohong hendak “menjunjung tinggi nilai-nilai perdamaian, pembangunan, keadilan, kebenaran, demokrasi, dan kebebasan seluruh umat manusia secara bersama-sama.” Akan tetapi, tuntutan sebenarnya adalah bahwa Amerika Serikat harus meninggalkan “prasangka ideologis” dan menahan diri dari memaksakan “sistem sosial pada orang lain”. Ini adalah rezim Komunis sedang menantang kepada seluruh dunia, mencoba menjejalkan kekuasaan komunismenya kepada dunia!
Pemerintahan Biden yang telah tunduk pada tekanan sosialisme sayap kiri di AS, masihkah berusaha untuk “sabar dan bertahan” dalam menghadapi teriakan agresif komunisme? (sud)
Keterangan Foto : Apakah kesabaran strategis Biden mampu mengatasi tekanan PKC di Forum Ekonomi Dunia dan kesempatan lainnya? Gambar tersebut menunjukkan partisipasi Presiden Prancis Macron dalam pertemuan World Economic Forum (WEF) di Istana Elysee pada 26 Januari 2021. (FRANCOIS MORI / POOL / AFP melalui Getty Images)
Dr. Frank Tian Xie, selaku John M. Olin Palmetto Ketua Profesor Bisnis dan Associate Professor Pemasaran di University of South Carolina Aiken, di Aiken, South Carolina, AS