oleh Luo Ya dan Zhang Yujie
Aliran Sungai Yangtze bagian Tianxingzhou, Wuhan kembali terputus karena mengalami kekeringan yang serius. Namun media corong Komunis Tiongkok tidak melaporkannya. Para cendekiawan luar negeri mengatakan bahwa ini adalah bencana yang disebabkan oleh pembangunan Proyek Tiga Ngarai yang digagas oleh Partai Komunis Tiongkok sekian puluh tahun silam.
Akibat ambisi para penguasa yang atheis itu untuk merombak alam. Sekarang pemerintah komunis Tiongkok masih bermaksud untuk melaksanakan proyek modifikasi cuaca. Dikhawatirkan akan terjadi lebih banyak masalah di kemudian hari.
Mengutip gambar dari rekaman video yang diposting oleh netizen Tiongkok, baru-baru ini Radio Free Asia melaporkan bahwa aliran Sungai Yangtze di bagian Tianxingzhou, Wuhan telah mengalami kekeringan yang serius. Dasar sungainya pun terlihat, bahkan kendaraan roda 4 pun dapat melintas di dasar sungai berpasir yang luas. Sejumlah ikan mati terdampar di perairan dangkal yang penuh dengan pasir berwarna putih halus.
Malapetaka yang diakibatkan oleh Proyek Tiga Ngarai Partai Komunis Tiongkok
Seorang netizen daratan Tiongkok merekam video aliran sungai bagian Tianxingzhou, Wuhan tersebut pada bulan Februari tahun ini. Video menunjukkan bahwa yang tampak dari dasar sungai yang luas itu hanyalah pasir berwarna putih dengan sangat sedikit air yang masih mengalir. Masih jernih dalam ingatannya bahwa air sungai tersebut sempat meluap tatkala banjir melanda sebagian besar wilayah Tiongkok pada musim panas tahun lalu.
Dengan mengutip ucapan seorang warga tua yang hidup di sekitar sungai tersebut, fotografer menyebutkan bahwa sungai ini pada awalnya dapat digunakan untuk transportasi..
“Sungai Yangtze yang dulunya kaya akan spesies air dan memberikan kemakmuran bagi warga sekitar, kini tinggal tulisan yang ada dalam buku pelajaran di sekolah,” keluhnya.
Kekeringan yang serius sedang dialami aliran Sungai Yangtze di bagian Tianxingzhou, Wuhan. (video screenshot)
Seorang sarjana ekonomi menggunakan nama ‘Leng Shan Shi Ping’ yang mengaku sebagai pengamat independen pada 15 Maret menyebutkan bahwa dirinya pernah tinggal di Kota Wuhan untuk waktu yang cukup lama, dan hampir tidak pernah melihat situasi seperti itu.
Situasi ini membuat dirinya tercengang, karena di masa lalu, meskipun sedang musim kemarau, air sungai masih mengalir, dan tidak pernah terjadi kekeringan air separah saat ini.
Menurutnya Proyek Tiga Ngarai yang dicanangkan oleh Partai Komunis Tiongkok adalah penyebab dari situasi ini. Proyek Tiga Ngarai mempercepat pelepasan air selama musim banjir. Hal ini yang memperburuk banjir di daerah hilir sungai.
Di musim kemarau dimana debit air berkurang, proyek ini menyimpan air untuk pembangkit listrik, mengubah wilayah hilir Sungai Yangtze menjadi padang rumput dan padang pasir. Sungai telah kehilangan fungsi pengaturan alaminya.
Wang Weiluo : Proyek “merombak alam” komunis Tiongkok menimbulkan banyak masalah
Wang Weiluo, seorang ahli perencanaan lahan dan irigasi asal Tiongkok yang kini tinggal di Jerman, ketika menerima wawancara reporter grup media ‘Epoch Times’ pada 17 Maret lalu mengatakan, bahwa kumpulan foto yang diunggah oleh netizen di Internet itu adalah fakta.
Ada sebuah pulau yang berada di tengah aliran Sungai Yangtze yang membagi aliran sungai menjadi dua bagian. Yang satu menjadi saluran utama dan yang lain adalah saluran sekunder.
Saluran utama relatif lebih dalam dasar sungainya ketimbang yang sekunder. Rekaman video dari netizen tersebut diambil dari saluran yang sekunder, sehingga aliran Sungai Yangtze terlihat sangat sempit.
Wang Weiluo mengatakan : “Sesuai dengan niat pemerintah komunis Tiongkok pada saat itu, bendungan waduk yang diperkenalkan dari Uni Soviet ini awal rencananya adalah untuk menampung air di waktu banjir dan melepaskannya di waktu musim kemarau. Namun, hal yang diinginkan selain tidak terjadi, malahan hasil sebaliknya yang muncul, yakni selama periode banjir, waduk tidak mampu membendung luapan air bah, dan ketika musim kemarau datang, air pertama digunakan untuk pembangkit listrik, memperburuk kekeringan di wilayah hilir sungai. Masalah ini menjadi semakin serius”.
Menurutnya pada musim panas lalu Sungai Yangtze dilanda banjir besar, tetapi ketinggian airnya menyusut drastis pada akhir tahun lalu. Perbedaan pada 2 situasi itu sangat besar.
“Dasar sungai yang mendangkal tahun ini mungkin terkait dengan sedimentasi pasir yang terbawa arus dari hulu Sungai Yangtze tahun lalu, karena pasirnya relatif masih terlihat baru. Tidak ada tumbuhan dan tidak ada kehidupan di atasnya, yang tampak hanya lumpur pasir baru,” katanya.
Menurut Wang Weiluo, pada bulan Desember 2020, Dewan Negara Tiongkok mengeluarkan pemberitahuan yang isinya mendorong masyarakat Tiongkok untuk memperbesar upaya pengaruh manusia terhadap iklim di Tiongkok.
Seperti meningkatkan curah hujan buatan untuk mengatasi masalah kekeringan, mengandalkan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk mengatasi alam, dan lain sebagainya. Kuncinya adalah pemerintah komunis Tiongkok masih beranggapan bahwa manusia dapat menaklukkan alam. Berpikir bahwa manusia dapat mengubah alam dan berkembang ke arah yang dibutuhkan orang. Dengan demikian banyak persoalan muncul, bahkan mereka sendiri pun pada akhirnya tidak sanggup mengatasinya.
Pada bulan Desember tahun lalu, pemerintah komunis Tiongkok menghendaki “sistem kerja modifikasi cuaca buatan” sudah disempurnakan dan dapat dilaksanakan pada tahun 2025.
Pada saat itu, pakar iklim India Dhanasree Jayaram kepada BBC mengatakan bahwa kekhawatiran terbesarnya adalah bahwa komunis Tiongkok mungkin saja menerapkan rencana mereka tanpa berkonsultasi terlebih dahulu dengan negara lain.
“Jika mereka melakukannya secara sepihak, kemudian terjadi kesalahan, apa yang akan terjadi ? Dan siapa yang menanggung resikonya ?” kata Jayaram mempertanyakan.
Selain itu, Wang Weiluo juga sempat memperhatikan bahwa tahun ini media daratan Tiongkok pada dasarnya tidak melaporkan adanya penurunan level air sungai di Kota Wuhan. Pada awal tahun 2020 sebelum kota itu ditutup karena penyebaran virus Komunis Tiongkok atau COVID-19, media Tiongkok hanya melaporkan bahwa Kota Wuhan kini memiliki tambahan pantai tempat untuk bermain, tetapi tidak menyinggung soal penurunan level air sungai di Wuhan.
Menurut laporan beberapa media daratan Tiongkok, seperti situs cjn.cn (changjiang net) yang menginformasikan terjadinya penurunan level air sungai di Kota Wuhan dengan menyebut bahwa bagian tengah dan hilir Sungai Yangtze sedang memasuki periode kemarau, setelah itu tidak ada informasi lebih lanjut sampai sekarang.
Pada 15 Maret, media corong Partai Komunis Tiongkok, Xinhuanet, bahkan melaporkan : “Banyak warga datang untuk rekreasi dan bermain di sebuah pantai sungai telanjang yang berada di bagian Chengzi County, Distrik Chaisang, Kota Jiujiang, Provinsi Jiangxi. Tanpa menyinggung soal penurunan level air di wilayah hilir Sungai Yangtze.” (sin)