Katie Jiang dan Jennifer Zeng
Seorang ahli, rezim Komunis Tiongkok menggunakan Sungai Mekong, sistem air terpenting di Asia Tenggara, untuk mengendalikan separuh dari sepuluh negara anggota Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara – ASEAN.
Sungai Mekong berasal dari Dataran Tinggi Tibet di Tiongkok dan mengalir melalui enam negara. Pada awal tahun 2021, kembali terjadi penurunan permukaan air Sungai Mekong yang parah, yang menyebabkan keprihatinan internasional yang meluas. Komisi Sungai Mekong, sebuah organisasi internasional, mengeluarkan pernyataan pada 12 Februari, yang menyebutkan bahwa permukaan air Sungai Mekong telah turun ke “tingkat-tingkat yang mengkhawatirkan.”
Kenyataannya, selama lebih dari satu dekade sejak tahun 2010, krisis air kerap muncul di Sungai Mekong.
Seorang ahli hidrologi Tiongkok memberitahu grup media The Epoch Times bahwa salah satu alasan di balik Partai Komunis Tiongkok mengambil kendali atas “keran air” di Mekong, dan bahwa Sungai Mekong telah menjadi sebuah kepingan tawar-menawar politik bagi Partai Komunis Tiongkok untuk mengendalikan separuh dari sepuluh negara anggota ASEAN.
Selama wawancara eksklusif baru-baru ini dengan grup media The Epoch Times, Wang Weiluo, seorang ahli hidrologi yang tinggal di Jerman, menuturkan bahwa sejak tahun 2010, Sungai Mekong sering mengalami krisis air. Tetapi bagi Partai Komunis Tiongkok, Sungai Mekong bukanlah sekadar sebuah masalah pemanfaatan sumber daya air, tetapi lebih merupakan pengaruh politik dan diplomatik.
Dengan mengendalikan “keran air” Sungai Mekong, Partai Komunis Tiongkok mendapatkan pengaruh politik untuk mengendalikan separuh negara-negara anggota ASEAN. Perilaku hegemoni Partai Komunis Tiongkok di Cekungan Sungai Mekong juga menarik perhatian Amerika Serikat dan Jepang, menjadikan Sungai Mekong sebagai sebuah titik panas geopolitik yang baru.
Menurut Wang Weiluo, menggunakan Sungai Mekong sebagai sebuah kepingan tawar-menawar politik adalah berbahaya bagi negara-negara lain dan Partai Komunis Tiongkok itu sendiri.
Bendungan-bendungan besar dan kecil dibangun di aliran Sungai Lancang, hulu Sungai Mekong di pedalaman Tiongkok, tidak hanya menjadi sebuah ancaman langsung bagi 70 juta rakyat yang memiliki mata pencaharian bergantung pada Sungai Mekong, tetapi juga menjadi sebuah ancaman langsung bagi orang-orang Tiongkok di Cekungan Sungai Lancang. Perkembangan air predator Partai Komunis Tiongkok juga mengakibatkan sebuah pemborosan sumber daya.
Dari Kelimpahan Air Hingga Mengalami Krisis Air
Hulu Sungai Mekong adalah Sungai Lancang di Tiongkok. Hulu Sungai Mekong berasal dari Pegunungan Tanggula di Dataran Tinggi Qinghai-Tibet, Tiongkok. Sebagai sungai terpanjang kesepuluh di dunia, dan sebagai sungai terpanjang keenam di Asia, Sungai Mekong mengalir melalui enam negara termasuk Tiongkok, Myanmar, Laos, Thailand, Kamboja, dan Vietnam, sebelum akhirnya mengalir ke Laut Tiongkok Selatan.
Bagian hilir dan hulu Sungai Mekong secara kolektif dikenal sebagai Sungai Lancang-Mekong, yang memiliki sebuah bagian utama yang panjangnya lebih dari 4.000 kilometer. Sungai Mekong adalah sungai terpanjang di Asia Tenggara, dan dikenal sebagai “Danube of Asia.”
Menurut Voice of America, sekitar 70 juta orang secara langsung memiliki mata pencaharian yang bergantung pada Sungai Mekong.
“Baik Sungai Lancang maupun Sungai Mekong pada awalnya adalah sangat kaya akan sumber daya tenaga air,” kata Wang Weiluo.
Menurut Wang Weiluo, Sungai Lancang maupun Sungai Mekong secara langsung berasal dari Dataran Tinggi Tibet menuju selatan, dan kemiringan hulu adalah sangat curam. Di sisi selatan bagian hilir, karena pengaruh angin muson, secara relatif curah hujan yang melimpah selama musim hujan juga membuat Sungai Lancang maupun Sungai Mekong menampung lebih banyak air. Sungai Mekong mengalami musim kemarau dan musim hujan yang berbeda, di mana musim kemarau yang panjang biasanya berlangsung dari bulan November hingga April dan musim hujan berlangsung dari bulan Mei hingga Oktober.
Namun, Sungai Mekong yang semula kaya akan sumber daya air, ternyata sering mengalami krisis sumber daya air sejak tahun 2010.
Menurut laporan Eyes on Earth: Memantau Kuantitas Air yang Mengalir Melalui Cekungan di Hulu Sungai Mekong Di Bawah Keadaan-Keadaan Alami (Tanpa Hambatan), pada tahun 2010, saat krisis air pertama muncul di Sungai Mekong, Stasiun Pembangkit Listrik Tenaga Air Xiaowan di Sungai Lancang diselesaikan dan unit pembangkit listrik tersebut sudah beroperasi.
Dengan melakukan simulasi aliran Sungai Mekong dari tahun 1992 hingga 2019, dan membandingkan data sebelum dan sesudah bendungan-bendungan dibangun, Eyes on Earth menunjukkan bahwa pembangunan di hulu bendungan-bendungan tersebut oleh Partai Komunis Tiongkok telah mempengaruhi volume air di Sungai Mekong.
Menurut laporan tersebut, “Perbedaan-perbedaan yang cukup besar dalam mengukur dan memperkirakan arus terjadi pada tahun 2010, saat Bendungan utama Xiaowan diselesaikan dan generator-generator bekerja.”
Laporan tersebut mengatakan, “Seperti disebutkan sebelumnya, Bendungan Xiaowan ini dapat menampung tujuh kali jumlah air dari gabungan tiga bendungan sebelumnya, oleh karena itu kemampuan Bendungan Xiaowan untuk mengatur dan membatasi aliran naik ke urutan besaran yang lain. Kapasitas untuk membatasi aliran ditunjukkan secara jelas dalam hubungan antara aliran alami yang diprediksi dengan aliran terukur, karena sejumlah besar air yang ‘hilang’ di pengukur selama musim panas, saat aliran sungai biasanya akan sangat meningkat, karena salju yang mencair dan endapan di dataran tinggi Tibet yang terjadi baru-baru ini.”
Permainan Angka untuk Mengalihkan Tanggung Jawab
Pada tahun 2010, Thailand, Laos, Vietnam, dan Kamboja mengirimkan delegasinya ke Partai Komunis Tiongkok untuk membahas penurunan permukaan air yang parah di Sungai Mekong, berdebat bahwa bendungan-bendungan Partai Komunis Tiongkok di Sungai Mekong menyebabkan kekeringan di hilir Sungai Mekong.
Qin Gang, juru bicara Kementerian Luar Negeri Partai Komunis Tiongkok saat itu, menolak klaim tersebut. Qin Gang mengaku arus tahunan Sungai Lancang hanyalah 13,5 persen aliran sungai Mekong menuju ke laut, dan di mana persentase kecil semacam itu tidak dapat mempengaruhi keseluruhan situasi.
Penasihat politik Partai Komunis Tiongkok bernama Chen Dehai juga mengatakan bahwa tiga bendungan yang dibangun di sepanjang Sungai Lancang, yaitu Manwan, Dachaoshan, dan Jinghong, semuanya adalah bendungan yang sangat kecil, dan dampak-dampak tiga bendungan tersebut. tidak bermakna.
Tetapi Wang Weiluo berkata bahwa ini semua hanyalah manipulasi angka-angka oleh Partai Komunis Tiongkok untuk menghindari tanggung jawab. Banyak data mengenai sungai-sungai di Tiongkok yang dirahasiakan. Bahkan data yang diungkapkan seringkali kontradiktif.
Wang Weiluo mengatakan, misalnya, rata-rata arus keluar tahunan Sungai Lancang di perbatasan Tiongkok adalah sekitar 64 miliar meter kubik, tetapi ada perkiraan lain yang menempatkannya di angka 76 miliar meter kubik, ada selisih 12 miliar meter kubik air.
Jika seseorang mengambil angka 76 miliar meter kubik sebagai angka yang sebenarnya, aliran tahunan Sungai Lancang akan menjadi 16 persen aliran Sungai Mekong menuju ke laut, dan akan ada selisih 2,5 persen dibandingkan dengan angka 13,5 persen yang diklaim oleh Qin Gang.
Menurut Wang Weiluo, Partai Komunis Tiongkok pernah juga mengklaim bahwa Tiongkok memiliki 18,6 persen hak atas air Sungai Lancang-Mekong, yang berarti 18,6 persen sumber daya air tersebut adalah milik Tiongkok.
Jadi intinya, angka-angka mengenai Sungai Lancang-Mekong yang dikeluarkan oleh Partai Komunis Tiongkok terus berubah-ubah, dari 13,5 persen menjadi 16 persen, dan kemudian menjadi 18,6 persen.
Saat membahas hak atas air Sungai Lancang-Mekong, Partai Komunis Tiongkok memilih angka 18,6 persen, tetapi jika menyangkut masalah pertanggungjawaban, Partai Komunis Tiongkok memilih angka 13,5 persen.
Wang Weiluo mengatakan, meski angka riilnya adalah 13,5 persen, bukan berarti bahwa Partai Komunis Tiongkok tidak harus memikul tanggung jawab apa pun.
Qin Hui, seorang profesor di Universitas Tsinghua di Tiongkok, mengatakan dalam sebuah artikel bahwa 13,5 persen adalah hasil pembagian limpasan tahunan rata-rata di pintu keluar Sungai Lancang berdasarkan rata-rata limpasan tahunan di muara Sungai Mekong.
Namun, di sebagian besar bagian-bagian sungai di Tiongkok, seperti di bagian Luang Prabang, arus keluar dari Tiongkok menyumbang sekitar dua pertiga total jumlah air di Sungai Mekong.
Wang Weiluo juga menjelaskan, “Angka 13,5 persen tidak ada artinya, sama seperti anda mengukur jumlah air di Sai Kung, muara Sungai Mekong menuju Laut Tiongkok Selatan, adalah 13,5 persen. Tetapi cara yang tepat untuk mengukurnya adalah dengan melihat bagian sungai di dekat Tiongkok, yaitu, bagian tepat setelah Sungai Lancang mengalir keluar dari Tiongkok. Artinya, jika anda memeriksa bagian sungai yang keluar dari Tiongkok, dan dalam 300 kilometer dari perbatasan Tiongkok, anda akan menemukan bahwa 2/3 air berasal dari hulu Tiongkok. Jika anda menghentikan air di Tiongkok, orang-orang di hilir akan berteriak bahwa tidak ada air yang mengalir turun.”
Sebuah laporan yang diterbitkan bersama oleh Kementerian Sumber Daya Air dan Komisi Sungai Mekong juga menegaskan sudut pandang ini. Menurut laporan ini, selama musim kemarau di Sungai Mekong, aliran keluar dari bendungan Jinghuang di Tiongkok mencapai 41 persen aliran cabang sungai utama Sungai Lancang-Mekong antara tahun 2010 hingga 2015.
Volume rata-rata untuk musim kemarau dan rasionya terhadap volume tahunan di sepanjang arus utama Lancang-Mekong. (Komisi Sungai Mekong dan Kementerian Sumber Daya Air Tiongkok).
Saat menganalisis dampak bendungan-bendungan di Sungai Mekong, laporan tersebut mengatakan, “Menggunakan debit rata-rata bulanan tahun 1960–2009 dan tahun 2010–2015, volume rata-rata untuk musim kemarau – Desember sampai Mei – dievaluasi di Jinghong dan tujuh stasiun hidrologi lainnya di sepanjang Sungai Mekong. Hasil-hasil menunjukkan bahwa beroperasinya bendungan kaskade Sungai Lancang semakin meningkat pada volume musim kemarau di Jinghong dari 11,82 miliar m3 atau 21 persen volume tahunan 1960–2009 menjadi 17,77 miliar m3 atau 41 persen volume tahunan 2010–2015, memberikan kontribusi 5,95 miliar m3 atau 20 persen.”
Qin Hui juga mengkritik para pejabat Tiongkok karena mengatakan hanya ada “tiga bendungan” di Sungai Lancang, yaitu Manwan, Dachaoshan, dan Jinghong, sementara tidak menyebut Bendungan Xiaowan, yang memiliki kapasitas lebih dari 15 miliar meter kubik.
Stasiun Pembangkit Listrik Tenaga Air Xiaowan mulai menghasilkan listrik pada bulan September 2009. Kapasitas Bendungan Xiaowan hampir lima kali lipat kapasitas gabungan Bendungan Manwan, Dachaoshan, dan Jinghong, yang memiliki sebuah dampak bermakna pada aliran hilir.
Qin Hui bertanya, “Mengapa hal ini menjadi ‘hampir tidak berdampak’ di mulut para pejabat?”
Menurut laporan Eyes on Earth, selain Bendungan Xiaowan, Partai Komunis Tiongkok telah membangun Bendungan Nuozadu yang lebih besar di Sungai Lancang, yang berkapasitas 27,49 miliar meter kubik. Generator pertama Bendungan Nuozadu bekerja pada tahun 2012, dan dampaknya di hilir melebihi dampak Bendungan Xiaowan.
Mengulurkan Bantuan atau Kepingan Tawar-Menawar Politik?
Sementara Partai Komunis Tiongkok memilih untuk mengabaikan kekeringan di Cekungan Sungai Mekong pada tahun 2010, Partai Komunis Tiongkok menawarkan bantuan enam tahun kemudian.
Pada tahun 2016, Vietnam, yang terkenal dengan produk beras dan hasil perikanan, mengalami kekeringan yang parah, di mana beberapa daerah pantai dirambah oleh air laut karena penurunan air sungai.
Menurut kantor media pemerintah Tiongkok Xinhua, Partai Komunis Tiongkok mengulurkan bantuan ke negara-negara Sungai Mekong yang lebih rendah letaknya. Lu Kang, juru bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok pada saat itu, mengatakan pada sebuah konferensi pers bahwa Tiongkok akan menyediakan pasokan air darurat ke hilir Sungai Mekong mulai 15 Maret 2016 hingga 10 April 2016, melalui Pembangkit Listrik Jinghuang Yunnan di Provinsi Yunnan, Tiongkok.
Pada bulan Oktober tahun yang sama, laporan tersebut yang dikeluarkan bersama oleh Komisi Sungai Mekong dan Kementerian Sumber Daya Air Tiongkok menyatakan bahwa pelepasan air dari bendungan-bendungan kaskade yang dibangun oleh Partai Komunis Tiongkok di hulu Sungai Mekong membantu menaikkan permukaan air Sungai Mekong selama musim kekeringan.
Laporan tersebut mengatakan, “Pengoperasian bendungan-bendungan kaskade Sungai Lancang semakin meningkatkan volume musim kering di Jinghong dari 11,82 miliar m3 atau 21 persen volume tahunan 1960-2009 menjadi 17,77 miliar m3 atau 41 persen volume tahunan 2010-2015, memberikan kontribusi sebesar 5,95 miliar m3 atau 20 persen.”
Wang Weiluo memberitahu grup media The Epoch Times bahwa pada tahun 2016, selama periode “bantuan bencana” Partai Komunis Tiongkok, Partai Komunis Tiongkok melepaskan setidaknya 1.000 meter kubik per detik air ke bagian hilir Sungai Mekong setiap hari, dan pelepasan maksimal adalah lebih dari 2.000 meter kubik per detik, sedangkan aliran alami Sungai Lancang saat itu sekitar 400 meter kubik per detik.
Hal ini berarti bahwa skala pelepasan air oleh Tiongkok melebihi aliran Sungai Lancang pada musim kemarau, dan adalah lima kali lipat aliran alami dengan jangkauan yang lebih rendah.
Hal ini juga berarti bahwa Tiongkok telah mengambil kendali atas “keran air” Sungai Mekong.
Wang Weiluo mengatakan perlu dicatat bahwa transfer air Tiongkok ke daerah Sungai Mekong yang lebih rendah letaknya dilakukan oleh Pengendalian Banjir Tiongkok dan Perintah Bantuan Kekeringan Tiongkok, yang artinya bahwa Partai Komunis Tiongkok menggunakan dana “bantuan bencana” untuk melakukannya. Itu adalah uang pembayar pajak Tiongkok, dan orang-orang Tiongkok yang membayar tagihan untuk Partai Komunis Tiongkok.
Wang Weiluo mengatakan alasan mengapa Partai Komunis Tiongkok memilih untuk mengulurkan bantuan pada tahun 2016 adalah di luar pertimbangan-pertimbangan politik.
Pada tahun 2014, Perdana Menteri Tiongkok Li Keqiang mengusulkan pembentukan Konferensi Tingkat Tinggi – KTT Lancang-Mekong di Pertemuan Para Pemimpin Tiongkok-ASEAN.
Dua tahun berikutnya, tepatnya pada Maret 2016, dilaksanakan KTT Lancang-Mekong yang pertama yang diadakan di kota Sanya, Provinsi Hainan, di Tiongkok. Para pemimpin dari 5 negara di daerah Sungai Lancang-Mekong menghadiri KTT Lancang-Mekong. Xinhua melaporkan KTT tersebut dengan cara yang sangat terkenal dan Partai Komunis Tiongkok mengambil kesempatan tersebut untuk menunjukkan persahabatan dengan melepaskan air ke hilir Sungai Mekong.
Dalam pidatonya di pertemuan tersebut, Li Keqiang menyebutkan bahwa adalah perlu untuk membangun sebuah “Komunitas Masa Depan Bersama” di antara negara-negara Lancang-Mekong, dan bahwa “Tiongkok telah menandatangani atau sedang bernegosiasi dengan beberapa negara Sungai Mekong karena adanya inisiatif untuk membangun ‘proyek-proyek Satu Jalur, Satu Jalan.”
Wang Weiluo mengatakan bahwa menunjukkan beberapa sikap yang baik adalah sebuah kebutuhan politik Partai Komunis Tiongkok pada waktu itu. Upaya “bantuan bencana” juga dapat membuka jalan bagi Partai Komunis Tiongkok untuk berinvestasi di negara-negara Asia Tenggara.
Menurut media Tiongkok, China Times, yang menyertai KTT Lancang-Mekong yang pertama kali pada tahun 2016 adalah sebuah daftar yang terdiri dari 78 proyek, sebuah dana khusus untuk kerjasama Lancang–Mekong, sebuah pinjaman sebesar 10 milyar RMB atau sekitar USD 1,55 milyar, dan sebuah batas kredit sebesar usd 10 miliar, yang semuanya itu disediakan oleh Partai Komunis Tiongkok.
Apa Yang Dapat Diperoleh Partai Komunis Tiongkok dari Negara-negara Mekong?
Negara-negara Cekungan Sungai Mekong secara relatif adalah terbelakang secara ekonomi, tetapi kaya sumber daya alam. Dengan berinvestasi di Cekungan Sungai Mekong, Partai Komunis Tiongkok dapat tidak hanya memperluas perdagangan internasional dan mengekspor kapasitas kelebihan dalam negeri Tiongkok melalui proyek Jalur dan Jalan, tetapi juga dapat memperoleh akses ke kekayaaan sumber daya alam negara-negara di Cekungan Sungai Mekong.
Ambil Laos sebagai contoh. Menurut Panduan Kerjasama Penanaman Modal Asing berdasarkan negara yang dikeluarkan oleh Kementerian Perdagangan Tiongkok, Laos adalah kaya akan cadangan emas, tembaga, timah, timbal, kalium, besi, gipsum, batu bara, dan garam.
Sementara itu, Laos juga kaya akan tenaga air dan sumber daya kehutanan. Laos memiliki sekitar 17 juta hektar hutan, di mana laju tutupan hutan nasional sebesar sekitar 50 persen.
Laos menghasilkan kayu berharga seperti jati, kayu asam, dan rosewood. Tiongkok mengimpor tembaga, kayu, dan produk pertanian dari Laos.
Menurut platform layanan profesional Kementerian Perdagangan Tiongkok Investgo.cn, Tiongkok juga merupakan investor terbesar di Laos, dimana berinvestasi dalam pembangkit listrik tenaga air dan pengembangan mineral.
Menurut Kementerian Perdagangan Tiongkok, Kamboja, negara lain di Cekungan Sungai Mekong, juga kaya akan sumber daya kehutanan, mineral, dan perikanan, termasuk kayu-kayu berkualitas tinggi seperti jati, kayu ulin, kayu rosewood, dan kayu hitam, serta berbagai jenis bambu.
Cadangan mineral Kamboja mencakup minyak, gas alam, fosfat, batu permata, emas, besi, bauksit, dan lain-lain.
Danau Tonle Sap di Kamboja adalah danau air tawar alami terbesar di Asia Tenggara dan dikenal sebagai sebuah “Danau Ikan.”
Menurut Investgo.cn, pada tahun 2019, volume perdagangan antara Tiongkok dengan Kamboja mencapai usd 9,43 miliar, naik 27,7 persen dari tahun ke tahun.
Dan pada tahun yang sama, perusahaan-perusahaan Tiongkok menandatangani kontrak-kontrak konstruksi baru sebesar usd 5,58 miliar baru, di Kamboja, naik 93,6 persen tahun ke tahun.
Menurut Wu Fu-cheng, Wakil Direktur Pusat Strategi Pembangunan di Institut Ekonomi untuk Penelitian Ekonomi, Partai Komunis Tiongkok memiliki sebuah tujuan strategis geopolitik yang kuat di Mekong. Investasi bertujuan membangun sebuah kemitraan yang strategis dengan ASEAN dan memperdalam hubungan antara Tiongkok dengan ASEAN.
Wang Weiluo memberitahu grup media The Epoch Times bahwa dengan berinvestasi di Cekungan Sungai Mekong, Partai Komunis Tiongkok juga dapat memperluas rute pelayarannya. Partai Komunis Tiongkok dapat mendapatkan kesempatan untuk membuat jalur pelayaran alternatif ke Selat Malaka yaitu dengan membuka sebuah rute alternatif ke Laut Tiongkok Selatan melalui Sungai Mekong.
Rute ini dapat membantu Partai Komunis Tiongkok untuk mengimpor energi seperti minyak, dan mengurangi kendali yang dimiliki Amerika Serikat dan Jepang atas rute pelayarannya.
Apa Bahaya yang Dibawa Partai Komunis Tiongkok ke Sungai Lancang-Mekong?
Wang Weiluo berkata dengan mengubah bendungan-bendungan menjadi alat tawar-menawar politik, Partai Komunis Tiongkok melakukan banyak hal yang membahayakan orang-orang di Cekungan Sungai Lancang-Mekong. Tidak hanya sering mengalami kekeringan, tetapi industri perikanan mereka menderita juga mengalami dampak yang bermakna.
Wang Weiluo menuturkan, setelah bendungan-bendungan tersebut dibangun, sedimen tersebut, yang mengandung nutrisi untuk ikan, tidak dapat menyelesaikan masalah.
Apalagi suhu air di dalam bendungan-bendungan tersebut adalah beberapa derajat lebih rendah dari air sungai biasa. Suhu yang lebih rendah mengganggu pembiakan ikan. Para nelayan mengeluhkan hasil panennya telah menurun, dan mereka khawatir akan kehilangan kelangsungan hidup dalam waktu dekat.
Sementara orang-orang di luar Tiongkok adalah menderita, orang-orang di Tiongkok juga tidak mendapat manfaat dari bendungan-bendungan tersebut.
Menurut Wang Weiluo, ketinggian bendungan-bendungan tersebut di Sungai Lancang adalah sangat tinggi, kebanyakan ketinggian bendungan-bendungan tersebut lebih dari 100 meter, dan bendungan yang tertinggi mencapai 294,5 meter. Jadi setelah pembangunan bendungan-bendungan tersebut, petani setempat harus pindah hingga ke pegunungan, di mana tanahnya adalah sangat kurus dan tidak layak bagi pertanian.
Kedua, air irigasi para petani setempat dibatasi karena air di Bendungan Nuozadu dan Bendungan Xiaowan tertahan oleh pembangkit-pembangkit tenaga air.
Ketiga, subsidi yang diberikan oleh Partai Komunis Tiongkok kepada para pendatang bendungan sebenarnya berasal dari para pembayar pajak Tiongkok, bukannya dari uang yang diperoleh pembangkit-pembangkit listrik tenaga air.
Wang Weiluo juga menunjukkan sebuah masalah yang sering diabaikan: banjir Sungai Lancang adalah relatif besar, di mana sebuah puncak aliran terukur maksimum sebesar 12.800 meter kubik per detik.
Sementara itu, Bendungan Xiaowan memiliki sebuah kapasitas debit banjir sebesar 20.000 meter kubik per detik.
Jika ada masalah yang terjadi, misalnya, jika Bendungan Xiaowan rusak, atau jika Partai Komunis Tiongkok memilih untuk melepaskan air di Bendungan Xiaowan untuk mengurangi tekanan pada Bendungan Xiaowan, orang-orang yang berada di hilir, termasuk yang berada di Cekungan Sungai Mekong, akan sangat terancam.
Sementara pembangkit listrik tenaga air telah membawa banyak kerusakan dan ancaman, sebagian listrik yang dihasilkan dibuang dan tidak digunakan.
Menurut Biro Statistik Provinsi Yunnan, karena kelebihan kapasitas, 31,4 miliar kilowatt-jam tenaga air terbuang percuma di Provinsi Yunnan pada tahun 2016, dan pembangkit-pembangkit listrik tenaga air di Sungai Lancang menghadapi masalah yang sama.
Untuk mengurangi pemborosan, Partai Komunis Tiongkok harus berinvestasi pada jalur-jalur transmisi untuk mengirim listrik dari Yunnan ke tempat-tempat dengan permintaan lebih tinggi, seperti Provinsi Guangdong. Investasi di pembangkit listrik tenaga air dan jalur-jalur transmisi tampaknya tidak menguntungkan, selain untuk membantu Partai Komunis Tiongkok menghasilkan lebih banyak Produk Domestik Bruto.
Sungai Mekong: Sebuah Titik Panas Geopolitik yang Baru
Dalam beberapa tahun terakhir, masyarakat internasional menjadi semakin sadar atas ancaman yang ditimbulkan oleh Partai Komunis Tiongkok ke negara-negara Asia Tenggara, dan Amerika Serikat dan Jepang telah mengambil tindakan terkait. Sungai Mekong telah menjadi sebuah titik panas geopolitik yang baru.
Pada 26 Februari 2021, pemerintah Jepang memberikan usd 2,9 juta kepada Komisi Sungai Mekong untuk melaksanakan rencana strategisnya yang baru, berusaha untuk mempromosikan pembangunan yang bertanggung jawab di wilayah tersebut.
Sebelumnya, pada bulan September 2020, Amerika Serikat mengumumkan peluncuran Kemitraan Mekong–Amerika Serikat untuk mempromosikan stabilitas, perdamaian, dan pembangunan berkelanjutan di Cekungan Sungai Mekong.
Pernyataan Amerika Serikat mengatakan, “Hubungan kami dengan negara-negara mitra Mekong adalah sebuah bagian integral dari visi Indo-Pasifik kami dan kemitraan strategis kami dengan ASEAN.“
Menurut BBC, Direktur Bersama Pusat Stimson Yun Sun mengatakan katalis bagi Amerika Serikat untuk meluncurkan program tersebut adalah penolakan sebelumnya dari Tiongkok untuk berbagi informasi hidrologi, karena data tersebut akan mengungkapkan bagaimana Partai Komunis Tiongkok mengoperasikan bendungan-bendungan di Sungai Lancang.
Mantan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Mike Pompeo menulis di Twitter pada 14 Agustus 2020 silan yang menyebutkan bahwa “Amerika Serikat mendukung seruan Komisi Sungai Mekong untuk diadakannya transparansi dalam operasi-operasi bendungan di Sungai Mekong. Bendungan-bendungan raksasa milik Republik Rakyat Tiongkok memanipulasi aliran-aliran air dengan sebuah cara yang tidak transparan yang merugikan negara-negara Mekong.”
Pada 15 Desember 2020, Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat meluncurkan Pantau Bendungan Mekong yang bekerja sama dengan Pusat Stimson dan Eyes on Earth, dan telah merilis data tingkat-tingkat bendungan yang mendekati waktu-nyata di Sungai Mekong yang diperoleh melalui pemantauan satelit.
Salah satu alasan utama mengapa Sungai Mekong menjadi sebuah kepingan tawar-menawar politik bagi Partai Komunis Tiongkok adalah kurangnya transparansi informasi. Meskipun Partai Komunis Tiongkok mengklaim pada tahun 2020 bahwa pihaknya akan berbagi informasi hidrologi mengenai Sungai Lancang, tetapi ternyata Partai Komunis Tiongkok belum pernah melakukannya.
Menurut Komisi Sungai Mekong, ketinggian air Sungai Mekong turun secara bermakna pada 31 Desember 2020, tetapi Partai Komunis Tiongkok tidak memberitahu negara-negara hilir Sungai Mekong hingga lima hari berikutnya, yaitu pada 5 Januari 2021.
Wang Weiluo mengatakan, “Praktik internasional yang normal untuk sungai-sungai transnasional adalah bahwa negara-negara di daerah aliran sungai tersebut pada dasarnya mengikuti tiga prinsip: pertama, menggunakan sumber-sumber daya air sungai transnasional secara adil dan wajar.
Kedua, tidak menyebabkan kerusakan yang signifikan pada negara-negara lain.
Ketiga, memberitahu negara-negara lain sebelum melakukan pekerjaan konstruksi di sungai-sungai tersebut, dan hanya dapat melakukan pekerjaan konstruksi di sungai-sungai tersebut setelah mendapatkan persetujuan negara-negara lain tersebut.”
Sayangnya, Wang Weiluo mengatakan, Partai Komunis Tiongkok tidak mengikuti norma-norma internasional, dan Partai Komunis Tiongkok menjadi terbiasa tidak hanya merahasiakan segala sesuatu, tetapi juga melakukan segala sesuatu secara diam-diam. (vv)
Keterangan Foto : Pemandangan sungai Mekong yang berbatasan dengan Thailand dan Laos terlihat dari sisi Thailand di Nong Khai, Thailand, pada 29 Oktober 2019. (Soe Zeya Tun / Reuters)