oleh Jing Zhongming
- Terjadi perubahan besar pola anggapan masyarakat dunia mengenai asal usul penyebaran virus komunis Tiongkok yang katanya pemerintah komunis Tiongkok dari kelelawar dan trenggiling yang dijual di pasar hasil laut Huanan, Wuhan, menjadi kebocoran dari laboratorium P4 milik Institut Virologi Wuhan. Akhirnya hasil studi yang dibuat tahun lalu baru berani diterbitkan sekarang.
- Studi tersebut menunjukkan bahwa dari tahun 2017 hingga 2019, ada hampir 50.000 jenis hewan hidup yang dijual di pasar Wuhan, tetapi sudah tidak termasuk kelelawar dan trenggiling yang dijadikan kambing hitam
Sebuah naskah yang diterbitkan oleh Kelompok Penelitian Konservasi Satwa Liar (WildCRU) dari Departemen Zoologi, Universitas Oxford, Inggris terbit di jurnal ‘Nature’ pad Selasa (8/6/2021).
Naskah yang merupakan hasil studi menunjukkan bahwa, pasar di Wuhan sejak bulan Mei 2017 sudah tidak lagi menjual kelelawar dan trenggiling.
Profesor David Macdonald, kepala WildCRU mengatakan bahwa, sebelum pandemi virus komunis Tiongkok terjadi, timnya kebetulan sedang melakukan penelitian terhadap penyakit kutu bersama rekan-rekan mereka di daratan Tiongkok.
Untuk itu mereka mengumpulkan dari pasar makanan laut di Kota Wuhan untuk merekam situasi yang tepat dari hewan-hewan liar yang dijual di sana.
Dari Mei 2017 hingga November 2019, mereka telah mendatangi seluruh pasar makanan laut di Wuhan dan mencatatkan sebanyak 47.381 hewan peliharaan atau hewan untuk konsumsi manusia dalam 38 spesies yang ada di sana, termasuk berang-berang, luak, rakun, merak, Deinagkistrodon, beo dan tupai. Dari jumlah tersebut, 31 adalah spesies yang dilindungi, tetapi tidak ada kelelawar dan trenggiling.
Setelah epidemi merebak, para ahli komunis Tiongkok terus mengklaim bahwa virus berasal dari hewan yang ditularkan kepada manusia, dan menuduh virus korona itu berasal dari kelelawar, lalu mereka menerbitkan makalah yang menyatakan bahwa trenggiling mungkin merupakan inang perantara.
Pada Maret tahun ini, laporan hasil pelacakan kembali asal virus yang dibuat tim dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga menyatakan bahwa virus bocor dari laboratorium virus itu sangat tidak mungkin, sedangkan penularan lewat inang perantara itu adalah yang kemungkinannya paling besar.
Jadi, naskah yang dibuat Universitas Oxford yang disebutkan di atas jelas tidak mendukung atau bertentangan dengan kesimpulan tim WHO di atas.
Menurut ‘Wall Street Journal’, hasil penelitian yang sama juga baru diterbitkan dalam ‘Science Reports’ yang merupakan sub-isu dari majalah ‘Nature’.
Penulis naskah menyatakan bahwa, naskahnya telah diajukan kepada penerbit sejak awal tahun lalu. Akan tetapi, tak kunjung lulus peer review. Beberapa jurnal menyatakan bahwa naskah tersebut bagaikan “ketela panas” yang membuat tak seorang pun mau memegangnya, alias enggan menerbitkannya. (sin)