Ribuan Penduduk Filipina Mengepung Kedutaan Tiongkok dan Berteriak : Hancurkan Imperialisme !

oleh Luo Tingting

Sejak Maret tahun ini, lebih dari 200 kapal nelayan komunis Tiongkok telah berkumpul dan berlabuh di Oxbow Reef yang merupakan zona ekonomi eksklusif Filipina. Pemerintah Filipina menunjukkan bahwa kapal penangkap ikan komunis Tiongkok itu dilengkapi dengan senjata, tak lain adalah kapal milisi. 

Oleh karena itu, pemerintah Filipina telah berulang kali mengajukan protes diplomatik ke pemerintah komunis Tiongkok, menuntut agar kapal-kapal tersebut segera keluar dari perairan Filipina.

Namun demikian, pihak berwenang Beijing mengklaim bahwa kapal-kapal ini menghindari cuaca buruk dan menolak penarikan. Pejabat Filipina mengatakan bahwa, pada 12 Mei, masih ada hampir 300 kapal milisi maritim komunis Tiongkok yang tersebar di perairan yang berdekatan dengan Kalayaan di provinsi Palawan.

Invasi kapal milisi komunis Tiongkok telah menyebabkan ketegangan dalam hubungan kedua negara, dan meningkatkan gelombang anti-komunisme di Filipina. Bahkan beberapa penduduk Filipina, tidak puas dengan Presiden Filipina Duterte yang dinilai bersikap terlalu lemah terhadap komunis Tiongkok.

Pada 12 Juni, kelompok-kelompok seperti Gerakan Duterte Wakasan (Duterte Wakasan Movement), partai politik sayap kiri Bayan Muna, dan Aliansi Guru Peduli (Alliance of Concerned Teachers) mengadakan konvoi kendaraan untuk memprotes.

Pada 12 Juni, warga Filipina melakukan protes di depan Kedutaan Besar komunis Tiongkok. (Ezra Acayan/Getty Images)

Pada 12 Juni, warga Filipina melakukan protes di depan Kedutaan Besar komunis Tiongkok. (Ezra Acayan/Getty Images)

Pada 12 Juni, warga Filipina melakukan protes di depan Kedutaan Besar komunis Tiongkok. (Ezra Acayan/Getty Images)

Pada 12 Juni, warga Filipina melakukan protes di depan Kedutaan Besar komunis Tiongkok. (Ezra Acayan/Getty Images)

Konvoi kendaraan berangkat dari Quezon Manila dan Metro Manila, memimpin para pendukung di sepanjang jalan dan membunyikan klakson, berjalan sampai di depan Kedutaan Besar komunis Tiongkok di Makati.

Ribuan orang pendemo mengangkat slogan-slogan seperti Hancurkan imperialisme ! Komunis Tiongkok Keluar dari Filipina ! Akhiri Kekuasaan Duterte ! Akhiri Rezim Boneka Komunis Tiongkok ! Dan meneriaki slogan Filipina adalah milik kita, Komunis Tiongkok pergi dari Filipina !

Ada puluhan orang polisi Filipina berjaga-jaga di lokasi dengan membawa tameng dan peralatan anti huru hara lainnya.

Neri Colmenares, mantan anggota parlemen Filipina juga hadir dalam kegiatan unjuk rasa tersebut, ia adalah mobilisator masyarakat untuk berdemo dari kubu oposisi 1SAMBAYAN.

Kepada reporter dari media ‘Central News Agency’ Neri Colmenares mengatakan, hari ini adalah Hari Kemerdekaan Filipina, tetapi “Kami berpendapat bahwa kami tidak independen karena komunis Tiongkok selain menguasai Laut Filipina Barat, tetapi juga mengendalikan ekonomi bahkan presiden kami. Inilah masalahnya. Dalam keadaan seperti ini, bagaimana sebuah negara bisa mengklaim telah merdeka ?”

1SAMBAYAN berharap menyatukan kubu oposisi untuk bersama-sama, memilih kandidat presiden dan wakil presiden yang tangguh dalam menghadapi pemerintah komunis Tiongkok untuk berpartisipasi dalam pemilihan presiden tahun depan.

Menurut Konstitusi Filipina, masa jabatan presiden adalah 6 tahun dan tidak dapat dipilih ulang. Saat ini, di antara kandidat presiden, putri sulung Presiden Duterte yakni Sara Duterte, adalah yang memiliki dukungan paling banyak yang mungkin akan memenangkan kursi kepresidenan tahun depan.

Neri Colmenares mengatakan banyak orang percaya, bahwa jika Duterte yang lain terpilih menjadi presiden di tahun depan, itu berarti bahwa 6 tahun ke depan, komunis Tiongkok akan terus menguasai Laut Filipina Barat, termasuk mempengaruhi politik dan ekonomi Filipina.

Orang luar telah memperhatikan bahwa Presiden Duterte yang di masa awal jabatannya, lebih mempertimbangkan kepentingan ekonomi, sehingga enggan terlalu merangsang Beijing untuk berfokus dalam mengatasi permasalahan sengketa teritorial, tetapi baru-baru ini ia juga mulai menunjukkan sikapnya yang keras terhadap Beijing.

Pada 14 Mei, Duterte dengan tegas menolak permintaan Beijing agar Filipina menarik kapalnya dari Laut Tiongkok Selatan yang disengketakan. Duterte mengatakan bahwa, dirinya tidak akan tunduk meskipun di bawah tekanan rusaknya hubungan persahabatan dengan Beijing.

Menanggapi ancaman komunis Tiongkok, militer Filipina telah mengirim kapal perang tambahan untuk berpatroli di perairan tempat kapal-kapal milisi berlabuh, meskipun Beijing merasa keberatan dengan hal itu. Duterte mengatakan : “Kita memiliki sikap kita sendiri, dan saya ingin memperjelas di sini… kami tidak akan mundur”.

Pemilihan presiden Filipina akan berlangung pada bulan Mei tahun depan. Menurut media ‘Central News Agency’ bahwa pesaing Duterte mengkritik keras sikap Duterte yang terlalu lemah dalam menghadapi komunis Tiongkok. Karena itu belakangan ini Presiden Duterte mengubah sikapnya.

Gino, salah seorang mobilisator masyarakat dari Aliansi Teh Susu Filipina (Milk Tea Alliance Philippines) yang berpartisipasi dalam demonstrasi pada 12 Juni mengatakan : “Kami telah melihat pelanggaran hak asasi manusia yang serius di seluruh Asia”. Hari ini, kami tidak hanya memperjuangkan hak kedaulatan Filipina di Laut Tiongkok Selatan, tetapi juga menentang otoritarianisme di Asia dan dunia.

Perilaku intimidasi pemerintah komunis Tiongkok di Laut Tiongkok Selatan telah berlangsung selama bertahun-tahun, menyebabkan ketidakpuasan sejumlah negara tetangga. Pada tahun 2016, Pengadilan Arbitrase Internasional Den Haag telah memutuskan bahwa klaim kedaulatan Beijing atas Laut Tiongkok Selatan tidak sesuai dengan hukum internasional. Namun, pemerintah komunis Tiongkok tidak mengikuti keputusan tersebut dan terus melakukan ekspansi di Laut Tiongkok Selatan.

Mantan Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo pada 13 Juli 2020, mengeluarkan pernyataan yang menyebutkan bahwa klaim pemerintah komunis Tiongkok di Laut Tiongkok Selatan adalah ilegal. Sejak itu, frekuensi misi militer AS di Laut Tiongkok Selatan ditingkatkan demi menjaga kedaulatan dan navigasi bebas negara sekutunya di wilayah tersebut.

Setelah pecahnya perselisihan antara Beijing dengan Manila, pada 23 Maret tahun ini, Kedutaan Besar AS di Filipina mengeluarkan pernyataan yang menyebutkan : Kami akan terus mendukung Filipina. Filipina adalah sekutu perjanjian tertua kami di Asia.

Kedutaan Besar AS di Manila, juga menuduh pemerintah komunis Tiongkok menggunakan milisi maritim untuk melakukan intimidasi, memprovokasi dan mengancam negara lain yang akan merusak perdamaian dan keamanan kawasan. (sin)