oleh Zhou Xing
Setelah memeriksa pasiennya, seorang dokter British Columbia, Kanada mempertaruhkan kehilangan lisensi praktik medisnya untuk memberi peringatan kepada masyarakat, bahwa trombosis yang merugikan kesehatan yang merupakan resiko “tidak terhindarkan” sangat mungkin timbul setelah seseorang mendapatkan vaksinasi untuk COVID-19
Menurut media berita ‘Western Standard’, dalam beberapa pekan terakhir, seorang dokter keluarga bernama Charles Hoffe yang berpraktik kedokteran di British Columbia, Kanada selama 28 tahun, mencari pasien yang dalam 4 hingga 7 hari terakhir menerima vaksinasi COVID-19. Dokter Charles Hoffe melakukan tes D-dimer, satu-satunya tes yang dapat mendeteksi adanya gumpalan darah baru terhadap para pasien ini.
Dia mengatakan : “Sejauh ini, 62% dari mereka memiliki bukti adanya pembekuan darah. Ini berarti bahwa kebanyakan orang memiliki gangguan berupa trombosis, tetapi mereka bahkan tidak tahu bahwa sedang menghadapi masalah ini”.
6 Orang pasien Hoffe memiliki gejala penurunan toleransi usaha (effort tolerance), yang berarti bahwa mereka tidak dapat bekerja atau bermain sekeras waktu sebelumnya.
“Begitu sejumlah besar pembuluh darah di paru-paru Anda tersumbat, jantung Anda akan memompa darah dengan menemui resistensi yang lebih besar … Kondisi ini disebut hipertensi pulmonal atau hipertensi paru”, kata Hoffe.
Dia mengatakan : “Hal yang menakutkan adalah pasien dengan gejalah hipertensi pulmonal biasanya meninggal dalam waktu 3 tahun akibat gagal jantung bilik kanan. Oleh karena itu, kekhawatiran besar terhadap mekanisme cedera ini adalah vaksinasi COVID-19 akan menyebabkan kerusakan permanen”.
Charles Hoffe mengatakan bahwa gumpalan darah ini kecil-kecil, tetapi tersebar luas dan berjumlah cukup banyak, selain itu tidak dapat terdeteksi oleh CT scan, angiografi atau MRI,
“Ada beberapa jaringan di dalam tubuh Anda, seperti usus, hati dan ginjal, mereka dapat beregenerasi dengan tingkat yang sangat baik. Tetapi otak, sumsum tulang belakang, otot jantung dan paru-paru tidak bisa beregenerasi. Begitu rusak, ya rusak permanen”.
Hoffe mengatakan : “Tidak hanya prospek jangka panjangnya yang sangat suram, tetapi setiap kali vaksin disuntikkan kembali, kerusakannya akan terus bertambah. Ini kumulatif lho”.
Efek samping vaksin adalah topik sensitif
Hoffe mengatakan bahwa 10 orang pasiennya mengalami sesak napas atau masalah neurologis terus-menerus setelah menerima vaksinasi. Ketika dirinya mulai melihat timbulnya gangguan kesehatan baru atau yang sudah lama pada diri pasiennya setelah vaksinasi, dia mengirim email ke institusi perawatan kesehatan setempat, menyarankan mereka agar menghentikan atau menunda penyuntikan vaksin, dan melakukan penilaian yang lebih mendalam.
Selanjutnya, College of Physicians and Surgeons of British Columbia melarang Hoffe membuat komentar yang bertentangan, agar tidak menimbulkan keragu-raguan masyarakat terhadap vaksinasi. Dia juga dilarang memasuki bangsal darurat rumah sakit setempat, tetapi dia masih diperbolehkan untuk berpraktik sebagai dokter keluarga.
Warga Kota Saskatoon, suami dari Kathryn van Dam yang berusia 64 tahun, meninggal dunia tak lama setelah menerima vaksin dosis kedua. Dokter mengatakan bahwa dia meninggal karena serangan jantung, tetapi Kathryn van Dam berpendapat bahwa vaksin-lah yang menyebabkan kematian suaminya.
Suaminya menerima vaksin dosis pertama pada 5 April, kemudian mengalami rasa sakit yang hebat dari punggung bawah hingga samping tubuhnya.
Dua minggu sebelum suaminya mendapat suntikan dosis kedua, Kathryn mencoba membujuknya untuk menghentikan vaksin. “Tetapi sikapnya tegas, dia mengatakan bahwa ini adalah satu-satunya cara bagi kita untuk mengembalikan dan menjalankan roda ekonomi, dan juga memungkinkan kita untuk berwisata”.
Sang suami menerima suntikan vaksin dosis kedua pada 9 Juni. Hari Rabu itu kondisinya tampak baik-baik saja. Tetapi dia menjadi banyak tidur pada hari Kamis dan Jumat. Dan, pada hari Sabtu, dia bangun pagi seperti biasa, membuat kopi, kemudian tidur-tiduran lagi selama kurang lebih 1 jam di sofa. Sejak itu, dia tidak bangun lagi.
Kathryn van Dam mengatakan bahwa, dia telah bertanya kepada dokter forensik apakah otopsi dapat menentukan apakah penyebab kematian terkait dengan vaksin. Dokter forensik mengatakan bahwa itu tidak mungkin dilakukan.
Kemudian Kathryn van Dam pergi menemui seorang ahli penyakit menular untuk menanyakan hal yang sama. Dia mengatakan bahwa sulit untuk memastikan apakah kematian itu terkait vaksinasi. Bahkan dia belum mendengar adanya kematian yang diakibatkan oleh vaksinasi. Kathryn van Dam mengatakan bahwa ketika mereka mengatakan bahwa mereka tidak pernah mendengar kematian, “Saya pikir cara ini tidak ada artinya, mereka semua berbohong”.
Faktanya, pada 18 Mei, catatan Uni Eropa telah menunjukkan bahwa ada 10.570 orang meninggal karena vaksin COVID-19. Pada 7 Juni, ada 5.888 orang meninggal karena efek samping dari vaksin buatan AS. (sin)