oleh Xu Jian
Beberapa minggu terakhir, Aliansi Global untuk Vaksin dan Imunisasi COVAX telah mengusulkan untuk memberi Korea Utara 3 juta dosis vaksin Sinovac buatan Tiongkok, tetapi telah ditolak oleh Korea Utara. COVAX adalah program internasional di bawah Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang didanai pemerintah Barat untuk memberikan bantuan berupa vaksin kepada negara-negara berpenghasilan rendah
Pada Rabu 1 September, juru bicara UNICEF menyatakan bahwa Kementerian Kesehatan Masyarakat Korea Utara menolak menerima batch vaksin buatan Tiongkok tersebut dengan alasan bahwa karena pasokan vaksin terbatas, Korea Utara mengharap COVAX dapat memberikan vaksin tersebut kepada negara-negara yang berdampak lebih parah.
Tetapi, tampaknya agak kontradiktif bahwa sebelumnya Korea Utara telah mengajukan permintaan bantuan vaksin kepada COVAX, lantaran negara miskin tidak memiliki uang untuk membeli vaksin. Meskipun Korea Utara belum menerima vaksin apa pun. Awal tahun ini, COVAX berencana mengirimkan sekitar 2 juta vaksin AstraZeneca, tetapi mengalami penundaan.
Rezim Kim Jong-un melaporkan “nol kasus” epidemi COVID-19 di negaranya kepada Organisasi Kesehatan Dunia, tetapi perbatasannya masih ditutup. Media resmi mendesak warga sipil Korea Utara, tetap waspada dalam mengantisipasi penyebaran virus asal Wuhan tersebut. Kim Jong-un mengatakan bahwa wabah virus berkaitan dengan kelangsungan hidup negara.
Media pemerintah Korea Utara juga secara terbuka mengkritik vaksin tersebut, terus-menerus melaporkan kasus-kasus yang terjadi terhadap orang yang divaksinasi di Amerika Serikat dan Eropa. Pada Mei, surat kabar resmi utama Korea Utara menyatakan bahwa vaksin bukanlah obat mujarab untuk semua masalah.
Wall Street Journal mengutip ucapan Menteri Luar Negeri Rusia saat mengatakan kepada wartawan pada Juli melaporkan, bahwa Moskow telah berulang kali mengusulkan untuk memasok Pyongyang dengan vaksin buatan Rusia. Namun demikian, belum jelas apakah rezim Kim Jong-un bersedia atau tidak menerimanya.
Amerika Serikat dan Korea Selatan baru-baru ini, membahas kemungkinan bantuan kemanusiaan kepada Korea Utara yang mungkin termasuk pemberian vaksin.
Wall Street Journal dalam laporannya juga menyebutkan bahwa pakar kesehatan yang akrab dengan infrastruktur Korea Utara mengatakan bahwa, orang luar sangat skeptis terhadap klaim Pyongyang yang “nol kasus” di Korea Utara.
Menurut informasi yang disebarkan Institut Strategi Keamanan Nasional yang dikelola oleh badan intelijen Korea Selatan, bahwa alasan Pyongyang tidak mau menerima vaksin buatan Tiongkok adalah, karena banyak negara seperti Chili, Mongolia, Seychelles, Indonesia dan lainnya justru jumlah kasus paparan COVID-19 memuncak setelah vaksinasi berskala besar dilakukan.
Pada Mei tahun ini, kabarnya ada seorang pejabat senior Korea Utara yang meninggal setelah menerima suntikan obat-obatan buatan Tiongkok, yang menimbulkan ketidakpuasan Kim Jong-un. Setelah itu, pihak berwenang langsung melarang rumah sakit di seluruh Korea Utara menggunakan obat-obatan buatan Tiongkok, termasuk vaksin untuk COVID-19.
Wall Street Journal melaporkan bahwa Korea Utara masih sangat tertutup terhadap fakta mengenai epidemi di negaranya. Pada Juni, Kim Jong-un tidak merinci apa yang salah di negara itu, tetapi menyebutkan bahwa situasi epidemi telah menjadi serius, dan menegur pejabat senior atas kesalahan mereka.
Saat ini, media resmi Korea Utara mengimbau warga masyarakat Korea Utara untuk memakai masker di tempat umum. Kepada pejabat di departemen inspeksi dan karantina ditegaskan, agar tidak berkompromi atau memberikan kelonggaran kepada siapa pun dalam menjalankan tugas mencegah penyebaran virus komunis Tiongkok (COVID-19). (sin)