Alice Sun
The National Federation of Republican Assemblies (NFRA) atau Federasi Nasional Majelis Republikan AS mengeluarkan resolusi pada Sabtu (9/10/2021) yang mendesak pejabat negara dan anggota Kongres untuk bekerja menghentikan pengambilan organ dari tahanan hati nurani di Tiongkok. Hal demikian disampaikan selama pertemuan di Scottsdale, negara bagian Arizona.
Resolusi dari NFRA itu diajukan oleh Norman Reece, Presiden Majelis Republikan Solano. Ia menyerukan segera diakhirinya penganiayaan terhadap Falun Gong dan pengambilan organ secara paksa oleh Komunis Tiongkok.
“Saya pikir penting untuk terus meminta pertanggungjawaban Partai Komunis Tiongkok atas kekejaman yang mereka lakukan. Ini adalah salah satu [penganiayaan agama] terburuk,” kata Reece kepada The Epoch Times.
Falun Gong, juga dikenal sebagai Falun Dafa, adalah latihan spiritual yang terdiri dari latihan meditasi dan ajaran moral berdasarkan prinsip, Sejati, Baik, dan Sabar.
Setelah diperkenalkan di Tiongkok pada tahun 1992, popularitasnya menjadi semakin pesat, menyebabkan 70 juta hingga 100 juta orang berlatih pada akhir dekade, menurut perkiraan pada saat itu. Dikarenakan semakin populer, rezim Tiongkok menganggap sebagai ancaman terhadap pemerintahan otoriternya. Rezim Tiongkok pada tahun 1999 kemudian meluncurkan kampanye secara besar-besaran untuk memberantas Falun Gong.
Menurut Falun Dafa Information Center, sejak itu, jutaan pengikut telah ditahan di kamp kerja paksa, penjara, dan fasilitas lainnya. Sementara itu, ratusan ribu disiksa secara btutal karena menolak melepaskan keyakinan mereka. Praktisi yang ditahan juga dibunuh untuk organ mereka dan dijual di pasar transplantasi.
Resolusi NFRA menyatakan bahwa Komunis Tiongkok terus menerus membantah terjadinya pengambilan organ tanpa persetujuan dari para tahanan. Akan tetapi, justru mencegah dilakukannya verifikasi secara independen dari sistem transplantasi organnya.
Reece mengutuk pelanggaran Komunis Tiongkok terhadap persyaratan transparansi dan keterlacakan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dalam jalur pengadaan organ dan penganiayaannya yang ditujukan kepada puluhan juta praktisi Falun Gong di Tiongkok sejak Tahun 1999.
Resolusi tersebut menyatakan bahwa praktisi Falun Gong merupakan jumlah tahanan hati nurani terbesar di Tiongkok. Mereka menghadapi risiko industri pengambilan organ secara paksa.
Reece juga mengatakan bahwa, banyak media bungkam tentang topik tersebut. Pasalnya, mereka merasa terancam atau telah menerima dana dari Komunis Tiongkok.
Pada tahun 2019, pengadilan rakyat independen menyimpulkan, setelah penyelidikan selama setahun, bahwa rezim Tiongkok telah bertahun-tahun mengambil organ dari tahanan hati nurani yang ditahan “dalam skala yang signifikan,” dengan kelompok korban utama adalah praktisi Falun Gong.
“Pengadilan tak memiliki bukti bahwa infrastruktur signifikan yang terkait dengan industri transplantasi Tiongkok telah dibongkar dan tidak ada penjelasan yang memuaskan mengenai sumber organ yang tersedia menyimpulkan bahwa pengambilan organ secara paksa berlanjut hingga hari ini,” demikian bunyi putusan tersebut.
NFRA meminta Departemen Luar Negeri AS untuk memberikan analisa lebih rinci tentang pengambilan organ yang disetujui negara dari tahanan hati nurani, yang tidak menyetujui dalam Laporan Hak Asasi Manusia Tahunan, dan menuntut segera diakhirinya penganiayaan selama 22 tahun oleh Komunis Tiongkok terhadap latihan spiritual Falun Gong.
Selama 22 tahun penganiayaan berlangsung, praktisi Falun Gong terus mencari keadilan bagi teman dan anggota keluarga mereka yang dianiaya atau organnya yang diambil secara paksa.
Hingga kini, lima resolusi kongres AS yang menyerukan Komunis Tiongkok untuk menghentikan penganiayaan terhadap Falun Gong telah disahkan oleh DPR AS di bawah upaya praktisi Falun Gong. Semua resolusi ini menyerukan Komunis Tiongkok untuk menghentikan penganiayaan terhadap praktisi Falun Gong. (asr)