Antonio Graceffo
Semikonduktor berada di jantung persaingan Amerika Serikat-Tiongkok untuk supremasi teknologi. Semikonduktor adalah mahal dan kritis, dan rezim Tiongkok telah bersumpah untuk mengungguli belanja Amerika Serikat hampir 50 banding 1 dalam mengembangkan semikonduktor.
Semikonduktor, atau “chips,” sebuah adalah komponen integral dari produk teknologi, yang mendorong pembangunan ekonomi suatu negara.
Semikonduktor umumnya terbuat dari kristal berukuran nano (ukuran sepersejuta), yang paling umum adalah silikon. Juga disebut wafer silikon, semikonduktor lebih tipis dari sehelai rambut manusia dan mengandung sebanyak 40 miliar komponen.
Hanya sejumlah kecil perusahaan yang mampu memproduksi semikonduktor berkualitas tertinggi, yang sangat kompleks.
Selain membutuhkan pengetahuan ilmu pengetahuan yang canggih, pembuatan semikonduktor juga sangat padat modal”–semikonduktor adalah sangat mahal untuk dikembangkan dan diproduksi.
Sirkuit-sirkuit terpadu, yang terdiri dari material semikonduktor, digunakan dalam elektronik konsumen, termasuk komputer, telepon seluler/telepon pintar, kamera digital, server pusat data, televisi, mesin cuci, lemari es, mobil, dan konsol game.
Semikonduktor juga penting untuk perangkat keras militer dan pertahanan, dan digunakan dalam telekomunikasi, sistem panduan rudal, sistem navigasi, simulator senjata, perangkat pencari jangkauan, dan sekering kedekatan.
The U.S. Defense Advanced Research Projects Agency (DARPA) atau Badan Proyek Penelitian Canggih Pertahanan Amerika Serikat, yang bertanggung jawab untuk pengembangan teknologi baru yang digunakan untuk pertahanan nasional, membutuhkan semikonduktor untuk program peperangan elektronik.
Tiongkok adalah saingan utama Amerika Serikat dalam pertempuran untuk semikonduktor. Rencana lima tahun ke-14 Partai Komunis Tiongkok menyerukan otonomi dalam produksi semikonduktor. Tidak lama setelah rilis rencana tersebut, Perdana Menteri Tiongkok Li Keqiang mengidentifikasi investasi di teknologi inti, yang mencakup chips, kecerdasan buatan, dan 5G, sebagai sebuah cara untuk mengejar ketinggalan dari Amerika Serikat.
Komunis Tiongkok sedang memompa uang untuk pembelian senjata, serta penelitian dan pengembangan semikonduktor dan teknologi canggih, untuk memodernisasi militernya. Di sisi lain, Amerika Serikat secara drastis memotong anggaran penelitian dan pengembangan militernya sejak akhir Perang Dingin dengan Uni Soviet.
Selama 20 tahun terakhir, pembuat chip Tiongkok telah menerima subsidi pemerintah lebih dari USD 50 miliar. Akibatnya, pada tahun 2019, ekspor chip Tiongkok mencapai USD 101 miliar.
Partai Komunis Tiongkok membentuk sebuah dana investasi semikonduktor sebesar USD 58 miliar, sementara pemerintah daerah telah berjanji memberi tambahan USD 60 miliar. Selain itu, perusahaan semikonduktor diberikan pembebasan pajak perusahaan selama 10 tahun.
Rezim Tiongkok juga mengakuisisi pembuat chip dan membuang talenta dari pengembang chip asing, terutama dari Taiwan. Terlebih lagi, Beijing menawarkan subsidi dan insentif untuk memikat pembuat-pembuat chip asing agar pindah ke Tiongkok.
Taiwan adalah pemimpin dunia dalam semikonduktor”–bertanggung jawab atas 63 persen pasar global. Partai Komunis Tiongkok akan melakukan apa saja untuk mendapatkan bakat dan teknologi dari Taiwan.
Serangan siber yang terulang kembali di Taiwan adalah sebuah contoh sejauh mana Komunis Tiongkok akan bertindak, untuk mencuri teknologi chip Taiwan.
Sebagai tanggapan, empat anggota parlemen Taiwan, mewakili Partai Progresif Demokratik (DPP), telah mengusulkan pengetatan undang-undang rahasia dagang Taiwan untuk mencegah Partai Komunis Tiongkok mendapatkan teknologi semikonduktor Taiwan atau modal manusia.
Empat anggota parlemen Taiwan mengatakan bahwa minat Beijing untuk mencuri teknologi Taiwan, tidak hanya termotivasi secara finansial, tetapi juga sebuah upaya untuk membuat Taiwan miskin dan lemah, dan lebih rentan terhadap paksaan.
Tiongkok memiliki beberapa keberhasilan dengan mengembangkan semikonduktor sendiri. Chip kecerdasan buatan yang digunakan dalam komputasi awan telah dikembangkan oleh Alibaba.
Chip Kirin Huawei, yang digunakan untuk peralatan 5G dan telepon pintar, dikatakan sebagus dan sebanding dengan chip yang dibuat oleh Samsung dan Qualcomm.
Namun Tiongkok masih tertinggal dari Amerika Serikat dalam hal pembuatan chip. Chipset Kirin Huawei sebenarnya diproduksi oleh sebuah perusahaan Taiwan, Taiwan Semiconductor Manufacturing Corporation, yang menggunakan teknologi Amerika Serikat.
Taiwan Semiconductor Manufacturing Corporation adalah perusahaan terkemuka di dunia, menyumbang 54 persen semikonduktor global. Miniaturisasi adalah salah satu aspek terpenting dari pengembangan chip, dan Taiwan Semiconductor Manufacturing Corporation saat ini sedang mengerjakan sebuah proses produksi 3-nanometer. Taiwan Semiconductor Manufacturing Corporation juga berharap untuk memiliki chip 2-nanometer tersedia pada tahun 2025.
Pembuat chip terbesar di Tiongkok, Semiconductor Manufacturing International Corporation milik negara, sebagai perbandingan, baru mulai memproduksi chip 14-nanometer pada akhir tahun 2019, meninggalkan Tiongkok dua generasi di belakang para pemimpin industri.
Menurut Center for Strategic and International Studies (CSIS), Tiongkok membutuhkan waktu setidaknya 10 tahun untuk mengejar Amerika Serikat dalam pembuatan chip.
CSIS mengatakan bahwa jangka waktu dapat diperpanjang, jika Amerika Serikat memutuskan akses Tiongkok ke teknologi dan pembiayaan. CSIS menganjurkan Amerika Serikat untuk memblokir ekspor semikonduktor dan peralatan manufaktur semikonduktor. Termasuk, mencegah Tiongkok dari membeli chip yang dibuat dengan peralatan Amerika Serikat dan mencegah Tiongkok memperoleh perusahaan pembuat chip Amerika Serikat.
Amerika Serikat telah mengambil sejumlah langkah untuk melindungi teknologi semikonduktornya dan untuk memperlambat kemajuan Tiongkok. The National Security Commission on Artificial Intelligence (NSCAI) atau Komisi Keamanan Nasional untuk Kecerdasan Buatan, menganjurkan penguatan undang-undang AS untuk mencegah Tiongkok memperoleh teknologi semikonduktor.
Washington telah menjatuhkan sanksi pada Semiconductor Manufacturing International Corporation milik Tiongkok, karena chip Semiconductor Manufacturing International Corporation memiliki aplikasi militer.
Di front domestik, CSIS merasa pertahanan penting bagi pemerintah Amerika Serikat untuk berinvestasi di pembuat-pembuat chip. Dan, inilah yang sedang dilakukan Amerika Serikat.
The Creating Helpful Incentives to Produce Semiconductors (CHIPS) for America Act atau Menciptakan Insentif yang Bermanfaat untuk Memproduksi Semikonduktor untuk Undang-Undang Amerika Serikat, adalah sebuah Rencana Undang-Undang yang diusulkan di Kongres. Tujuannya, mengembalikan kepemimpinan Amerika Serikat dalam manufaktur semikonduktor, sebuah tujuan yang dapat dicapai dengan memberikan insentif ekonomi jangka panjang untuk penelitian dan Pengembangan.
Di antara ketentuan pendanaan lainnya, Rencana Undang-Undang ini menyerukan penciptaan dana sebesar usd 10 miliar untuk mendorong investasi di fasilitas manufaktur semikonduktor.
THE CHIPS dimasukkan ke dalam Undang-Undang Otorisasi Pertahanan Nasional. Rencana Undang-Undang Menciptakan Insentif yang Bermanfaat untuk Memproduksi Semikonduktor menciptakan sebuah Pusat Teknologi Semikonduktor Nasional, yang menyediakan dana untuk penelitian sektor penelitian dan perkembangan.
NSCAI telah mengusulkan USD 35 miliar dalam bentuk hibah dan pendanaan untuk penelitian dan pembuatan chip. Ini sudah menjadi tambahan USD $37 miliar yang dijanjikan oleh Presiden Joe Biden.
Partai Komunis Tiongkok bersumpah untuk mengungguli belanja Amerika Serikat hampir 50 banding 1 dalam mengembangkan semikonduktor, tetapi Amerika Serikat adalah sebuah negara yang jauh lebih kaya. Pada tahun 2019, Partai Komunis Tiongkok mengimpor chip komputer sebesar USD 300 miliar dalam, lebih dari belanja untuk minyak.
Perang semikonduktor sangat mirip dengan eskalasi belanja militer Perang Dingin dengan Rusia. (Vv)
Antonio Graceffo, Ph.D., telah menghabiskan lebih dari 20 tahun di Asia. Dia adalah lulusan dari Shanghai University of Sport dan memegan Tiongkok-MBA dari Shanghai Jiaotong University. Antonio bekerja sebagai profesor ekonomi dan analis ekonomi Tiongkok, menulis untuk berbagai media internasional. Beberapa bukunya tentang Tiongkok termasuk “Beyond the Belt and Road: China’s Global Economic Expansion” dan “A Short Course on the Chinese Economy.”