oleh Luo Tingting
Jelang penyelenggaraan Olimpiade Musim Dingin pada bulan Februari tahun depan, Beijing sedang berupaya keras untuk mencegah penyebaran virus COVID-19 dengan melakukan serangkaian tindakan paling ketat.
Baru-baru ini, sedikitnya 21 provinsi dan perkotaan di daratan Tiongkok kembali memasuki zona merah epidemi COVID-19, termasuk Beijing. Pemerintah Kota Beijing pada 13 November mengeluarkan peraturan baru yang cukup ketat untuk menghalau masuknya warga dari luar ke Beijing yang mulai diterapkan pada 17 November.
Pada 16 November sore hari, Pan Xuhong, wakil direktur dan juru bicara Biro Keamanan Publik Kota Beijing menyatakan dalam konferensi pers bahwa, mulai 17 November, warga dari luar Kota Beijing yang akan memasuki Beijing harus memiliki sertifikat uji asam nukleat negatif yang berlaku 48 jam dan sertifikat kode hijau “Beijing Health Kit”.
Bagi warga yang telah mendatangi daerah epidemi dalam 14 hari terakhir, tidak diizinkan memasuki Beijing. Personil yang pernah mendatangi perbatasan darat, pelabuhan dalam 14 hari terakhir juga tidak diizinkan memasuki Beijing.
Personil dari daerah Huanjing diwajibkan untuk memiliki sertifikat uji asam nukleat negatif dalam waktu 48 jam saat mau memasuki Beijing, dan setelahnya, mereka dapat menggunakan sertifikat asam nukleat negatif 14 hari setiap kali untuk memasuki Beijing.
Pan Xuhong mengatakan bahwa, polisi Beijing akan melakukan razia cukup ketat di jalanan Beijing untuk memastikan tidak kecolongan.
Menjelang berlangsungnya Olimpiade Musim Dingin, tindakan pencegahan epidemi Beijing telah ditingkatkan. Selain secara ketat mengontrol masuk dan keluarnya warga, juga secara ketat mengontrol konferensi nasional, pelatihan, dan kegiatan lainnya yang diselenggarakan di Kota Beijing.
Dalam sebuah wawancara dengan Epoch Times pada 15 November, Wang Jun, seorang cendekiawan yang berbasis di Beijing mengatakan bahwa, kontrol ketat keluar masuknya warga oleh pihak berwenang Beijing mungkin untuk memastikan amannya penyelenggaraan Olimpiade Musim Dingin Beijing mendatang.
“Beijing akan memulai Olimpiade Musim Dingin, tetapi sekarang sedang ada epidemi. Tidak hanya di Beijing, tetapi di banyak bagian Tiongkok”, kata Wang Jun.
“Pada musim dingin 2019, tepat dua tahun yang lalu epidemi mulai merebak dengan cepat. Sejak saat itu, banyak orang di Wuhan mulai terjangkit pneumonia atau radang paru-paru yang tidak diketahui asal usulnya ? Sehingga kontrol sekarang jadi sangat ketat”.
Wang Jun mengambil contoh kejadian yang dialami kawannya saat bepergian ke Ejina Banner di Mongolia Dalam yang tidak dapat kembali ke Beijing. Dia telah dikarantina di sana selama satu bulan lebih. Tetapi, peraturan mengharuskan dia menunggu sampai nol lokal infeksi di sana, lalu menjalani lagi karantina selama 14 hari baru boleh kembali ke Beijing.
Dia juga mengungkapkan bahwa tidak hanya warga dari luar kota yang mengalami kesulitan untuk memasuki Beijing, tetapi juga sulit untuk meninggalkan Beijing.
“Pokoknya, jalan bebas hambatan dari dan ke luar kota semua sudah diblokir. Beijing tidak ingin warganya keluar, dan provinsi juga tidak membiarkan warganya keluar dari provinsi. Semua orang yang keluar harus melalui persetujuan. Pimpinan daerah harus memikul beban tanggung jawab politik kalau kecolongan. Jika wabah kembali meledak, dia bisa kehilangan jabatan, kena PHK”, katanya.
Seorang ahli hukum di Beijing percaya, bahwa penerapan kontrol yang super ketat di Beijing merupakan cerminan dari pejabatnya panik untuk menanggung beban risiko kalau-kalau jumlah terinfeksi terus meningkat menjelang Olimpiade.
“Bukankah banyak komunitas di Beijing telah dibebaskan dari pemblokiran epidemi ? Buat apa super kontrol dilakukan ?” tanyanya ketus.
Menurut informasi resmi tentang epidemi yang dirilis pihak berwenang Beijing, epidemi telah terdeteksi di banyak lokasi di sekitar Distrik Xicheng, Distrik dimana pusat pemerintahan partai Komunis Tiongkok Zhongnanhai berada. (sin)