Penjelasan Ahli tentang Alasan di Balik Beijing Dukung Kazakhstan Tindak Tegas Pedemo

 oleh Luo Ya, Li Jing

Baru-baru ini, protes berskala besar terjadi di Kazakhstan, dan presiden negara itu memerintahkan militer untuk melakukan penindasan. Dalam hal ini, pemimpin komunis Tiongkok memuji Presiden Kazakhstan sebagai orang yang “tegas” dan “berwibawa” dalam mengatasi situasi. Beberapa pakar berpendapat bahwa ada banyak faktor di balik meletusnya kerusuhan sipil di Kazakhstan yang membuat pihak berwenang Tiongkok ikut gelisah.

Akibat kenaikan harga bahan bakar, warga sipil Kazakhstan melakukan demonstrasi yang terburuk dalam belasan tahun terakhir. Masyarakat menuding pemerintah otoriter dan mantan presiden Nursultan Nazarbayev sebagai penyebab kenaikan, sampai-sampai merobohkan patung Nursultan.

Reuters pada Jumat 7 Januari, melaporkan bahwa Presiden Kazakhstan Kassym-Jomart Tokayev mengatakan dia telah memerintahkan pasukan untuk melakukan tindakan tegas berupa menembak para pedemo, tanpa peringatan demi menekan kerusuhan yang terjadi. Presiden Kassym-Jomart Tokayev menuduh teroris terlatih asing yang menyulut api kerusuhan, tetapi ia tidak memberikan bukti.

Tokayev juga mengatakan bahwa atas permintaannya, pasukan penjaga perdamaian dari Rusia dan negara-negara tetangga telah tiba di negara itu dan tinggal di sana sementara untuk memastikan keamanan.

Pada Sabtu 8 Januari, Tokayev mengumumkan bahwa Karim Masimov, mantan ketua Dewan Keamanan Nasional telah ditangkap karena dicurigai melakukan pengkhianatan. Karim Massimov memiliki hubungan dekat dengan mantan Presiden Kazakh Nursultan Nazarbayev.

Tokayev juga membebastugaskan keponakan Nazarbayev, Samat Abish dari jabatan wakil ketua Dewan Keamanan Nasional, dan membersihkan beberapa pejabat yang setia kepada Nazarbayev.

Beijing Mendukung Tindakan Keras Presiden Kassym-Jomart Tokayev

Xi Jinping mengirim pesan lisan kepada Presiden Kazakhstan Kassym-Jomart Tokayev pada 7 Januari, yang memuji ketegasannya dalam mengambil keputusan saat kritis untuk secepatnya menenangkan situasi. 

Xi Jinping mengatakan bahwa Tiongkok menentang kekuatan eksternal yang menghasut terjadinya “Revolusi Warna” di Kazakhstan, beserta segala upaya mereka untuk mengganggu kerja sama antara kedua negara. Xi juga menyebutkan bahwa Tiongkok bersedia memberikan dukungan kepada Kazakhstan.

Menanggapi hal ini, seorang profesor di Universitas Teknologi Sydney, Feng Chongyi mengatakan kepada reporter ‘Epoch Times’ : “Sejak Partai Komunis Tiongkok mendapat pelajaran dari kejadian ‘Kebangkitan Dunia Arab’, yakni gelombang revolusi unjuk rasa dan protes yang melanda Arab pada tahun 2011, dimana gerakan revolusi demokrasi berhasil menggulingkan rezim otokratis, maka begitu terjadi revolusi demokrasi di mana pun rezim Beijing langsung ikut campur tangan dan memberi dukungan kepada rezim otokratis. Lihat saja contohnya di Venezuela, beberapa negara di Afrika, dan sekarang Kazakhstan.”

“Perselisihan sipil di Kazakhstan jelas memiliki latar belakang. Penolakan rakyat terhadap kenaikan harga bahan bakar hanyalah sebuah penyulut. Di baliknya adalah korupsi pemerintah negara itu yang terjadi berkepanjangan, di dalam negeri pemerintah memberlakukan sikap tekanan tinggi, kediktatoran pemimpin, dan kesediaan pemerintah untuk menggandengkan ekonomi Kazakhstan dengan prakarsa Sabuk dan Jalan komunis Tiongkok yang bersifat penjarahan, dan faktor-faktor lainnya,” kata Feng Chongyi.

Mengapa Beijing langsung menyatakan dukungannya kepada pemerintah Kazakhstan ? Su Tzu-Yun, seorang ahli militer di Institut Keamanan Pertahanan Nasional Taiwan mengatakan, bahwa jika Revolusi Warna di Kazakhstan berhasil kali ini, warga masyarakat Kazakhstan yang menentang investasi prakarsa Sabuk dan Jalan akan bergabung, yang pasti akan mengubah sikap investasi Tiongkok di Kazakhstan. Ini semua yang membuat alasan otoritas Xi Jinping sangat gelisah.

Faktor di Balik Pecahnya Kerusuhan Sipil di Kazakhstan

Kepada reporter ‘Epoch Times’ Su Zi-Yun mengatakan bahwa, ada dua aspek yang perlu diperhatikan di balik pecahnya kerusuhan sipil di Kazakhstan :

Satunya adalah soal demo yang seakan dipicu oleh kenaikan harga energi, tetapi sebenarnya ini adalah perebutan kekuasaan internal, yaitu, permainan kekuasaan antara presiden aktif saat ini Tokayev dengan mantan Presiden Nursultan Nazarbayev.

Nazarbayev mengundurkan diri di tengah protes nasional pada tahun 2019, tetapi ia masih terus mengendalikan Dewan Keamanan Nasional, lembaga vital dari negara tersebut. Sekarang Tokayev mencurigai bahwa Nazarbayev sedang mencoba untuk menggulingkan pemerintahnya dengan memanfaatkan kekuatan oposisi negara itu, dan menyebut demonstrasi tersebut sebagai kerusuhan.

Di sisi lain, yang tidak kalah pentingnya adalah soal geopolitik, karena Kazakhstan dekat dengan Provinsi Xinjiang. Dalam hal keamanan energi bagi Tiongkok, sekitar 50 persen minyak dan gas alam Kazakhstan sekarang diekspor ke Tiongkok, yang secara geografis dianggap cukup nyaman. Yang lain adalah soal ekonomi. Tiongkok telah menginvestasikan dananya sebesar hampir USD. 23 miliar melalui proyek-proyek dalam prakarsa Belt and Road di Kazakhstan. Jika situasi politik di Kazakhstan tidak stabil atau terjadi perubahan rezim, maka investasi Tiongkok mungkin terancam pembayarannya.

Selain itu, ada banyak kekuatan yang anti-Beijing di Kazakhstan. Masyarakat tersebut percaya bahwa investasi Tiongkok melalui prakarsa Sabuk dan Jalan itu adalah perangkap utang bagi Kazakhstan.

Su Zi-Yun mengatakan bahwa kita telah melihat bahwa situasi negara di seputaran Tiongkok, dapat dikatakan hampir dalam kondisi yang tidak stabil karena tindakan Beijing dalam dekade terakhir ini yang mempraktikkan strategi penjarahan ekonomi, ekspansi militer. Lihat saja selain Kazakhstan yang terletak di barat laut Tiongkok, Afghanistan dan India yang berada di barat daya Tiongkok, Korea Utara di timur laut, Jepang dan Taiwan di bagian timur, serta negara-negara di sekitar Laut Tiongkok Selatan yang berada di bagian selatan dari Tiongkok. (sin)

FOKUS DUNIA

NEWS