Zhong Yuan
Pada 17 Januari lalu, Xi Jinping menyampaikan pidatonya pada Davos World Economic Forum 2022, dibandingkan setahun sebelumnya, pidato kali ini telah meninggalkan istilah berskala tinggi “pemerintahan global (global governance)” dan berharap agar negara-negara makmur dapat “menempuh kebijakan ekonomi yang bertanggung jawab”.
Perubahan signifikan pada pola dunia dan situasi di Tiongkok selama setahun terakhir, telah membuat pemimpin Tiongkok mau tidak mau harus meredam sikap hegemoninya, dan berbelok serta berupaya berjanji melanjutkan “reformasi keterbukaan”, tak lain demi menahan investasi asing. Pidato pemimpin Partai Komunis Tiongkok -PKT- secara keseluruhan terpaksa merendahkan nadanya.
Tak Lagi Ungkit “Global Governance” Dengan Skala Tinggi
Setahun lalu, yakni 25 Januari 2021 lalu, Xi Jinping juga menyampaikan pidato daring pada forum Davos, judul yang diberitakan Xinhua News adalah “membuat obor multilateralisme menerangi perjalanan umat manusia melangkah maju ke depan”, pada headline Xinhua News itu juga ditambahkan keterangan, “Menekankan menyelesaikan persoalan zaman, harus mempertahankan dan menerapkan multikulturalisme, mendorong di- bangunnya komunitas nasib bersama umat manusia.”
Pidato Xi Jinping pada waktu itu, khususnya adalah secara terbuka meneriakkan kepada Biden, sebagai persiapan menyetarakan diri, secara menyeluruh berpartisipasi bahkan memimpin “pemerintahan global”.
Setahun kemudian, Xinhua News memberitakan pidato Xi Jinping dengan judul “Keyakinan Teguh, Berani Maju, Bersama Menciptakan Dunia Indah di Era Pasca Pandemi”, juga ditempatkan sebagai berita utama. Akan tetapi, konten tambahannya menyusut drastis, hanya menyebutkan “semoga cahaya matahari menerangi umat manusia, Tiongkok yakin dapat menyumbangkan ajang Olimpiade yang sederhana, aman dan menarik, mendeteksi perubahan zaman, menata jalan yang benar dari umat manusia”.
Jelas, media corong PKT juga telah mencium konten yang sangat berbeda. Tidak berani lagi menyebut dengan skala tinggi “menyelesaikan persoalan zaman” dan “membangun komunitas nasib bersama umat manusia”. Seiring dengan pupusnya harapan “Timur bangkit Barat turun”, niat pemimpin PKT berupaya memimpin dunia pun sepertinya telah sirna.
Pidato setahun lalu pernah dikemukakan, “makna utama multilateralisme adalah permasalahan internasional dirundingkan bersama, nasib dan masa depan dunia ditentukan bersama oleh setiap negara”, “tidak menciptakan egosentris”, “tidak dapat membiarkan satu negara atau hanya beberapa gelintir negara main perintah”, “tidak bisa memberi kuasa hanya kepada yang lebih kuat”, harus “merombak dan menyempurnakan sistem pemerintahan global”.
Pidato setahun kemudian hanya mengatakan, “mencampakkan pemikiran perang dingin, mewujudkan berdampingan secara damai dan win-win solution”, “antarnegara tak dapat dihindari terdapat konflik dan perselisihan, tetapi memainkan win-lose solution tidak akan menyelesaikan masalah”, “harus mempertahankan dialog dan bukan konfrontasi”.
Setahun terakhir ini, PKT terus menerus memprovokasi AS dan Barat. Pada akhirnya telah menyadari perbedaan kekuatan yang ada, dalam pidato itu pemimpin PKT juga telah menyebutkan satu kalimat yakni menentang “paham hegemoni dan politik kekuasaan”, namun jelas mulai menurunkan posisi-nya sendiri, dan sama sekali tidak ada lagi nada tinggi “pemerintahan global” seperti tahun sebelumnya.
Pidato Xi Jinping bahkan menyebutkan, “berbagai kepungan dan tekanan, bahkan konfrontasi, hanya akan merugikan serta sama sekali tidak ada untungnya”. Kalimat ini telah mengungkap kenyataan bahwa selama setahun terakhir PKT terus dikucilkan dunia, sehingga mengubah nadanya menjadi rendah, hal ini semestinya dikarenakan ketidakberdayaan.
“Decoupling, Putus Pasokan dan Sanksi” Semuanya Mengena
Setahun lalu, pidato Xi Jinping mengutarakan, menentang “pemanfaatan pandemi untuk melakukan ‘pemerintahan global’ serta melakukan decoupling dan ketertutupan”, dan berharap “menjaga stabilitas kelancaran rantai pasokan industri global”. Juga disebutkan menentang “penciptaan ‘kelompok kecil’ dan ‘perang dingin baru’”; “harus menjaga konsep komunitas nasib bersama manusia”, “tidak membuat tembok penghalang tinggi yang dapat meretakkan hubungan perdagangan, investasi, dan teknologi”, “mengukuhkan posisi kelompok G20 sebagai forum utama tata kelola ekonomi global”.
Selama setahun terakhir, satu persatu kekhawatiran pemimpin PKT itu telah menjadi kenyataan, globalisasi tengah semakin cepat meninggalkan Tiongkok, PKT sendiri masih saja terus mengacau dan membuat rantai pasokan menjadi genting.
“Komunitas nasib bersama umat manusia” yang diprakarsai PKT kian hari kian suram. Akan tetapi, QUAD yang dibentuk AS-Jepang-Australia-India, KTT G7+4, aliansi militer AS dan UE, aliansi militer AS-Inggris-Australia atau AUKUS, dan NATO yang justru semakin membesar dan membentuk ruang lingkup yang berbeda, “komunitas bersama” yang berbeda. PKT tidak hanya tidak bisa ambil bagian dalam “pemerintahan global”, bahkan secara sengaja telah dikucilkan oleh semua negara.
Pada tahun 2021 lalu, pemimpin PKT tidak menghadiri KTT G20, berinisiatif telah melepaskan forum kerjasama internasional krusial yang terakhir, dalam pidato tahun ini juga tidak disebutkan lagi.
Pidato setahun lalu masih menyebutkan, “prestasi teknologi seharusnya menciptakan kemakmuran bagi umat manusia dan bukan menjadi cara untuk membatasi apalagi menghambat perkembangan negara lain”, tidak bisa “semena-mena menyatakan decoupling, memutus pasokan dan memberi sanksi” serta “perang dagang, dan perang iptek”.
Setahun kemudian, menghadapi kenyataan pahit, pidato PKT mau tidak mau harus mengakui, “telah terjadi banyak arus yang berlawanan dan jeram yang berbahaya”, serta menghimbau agar “berusaha membongkar tembok dan bukan membangun tembok (ketertutupan), membuka diri dan bukan memisahkan diri, melebur dan bukan decoupling (melepas keterkaitan)”. PKT tidak hanya tidak berani lagi mengungkit soal hegemoni dunia, juga jelas takut akan diisolasi sepenuhnya oleh dunia, bagaimana mungkin tidak merendahkan sikapnya?
Dalam pidato tahun ini juga disebutkan, “rantai pasokan mata rantai industri global sangat kacau, harga produk komoditas terus melonjak naik, pasokan energi sangat kritis dan berbagai risiko lainnya saling silang sengkarut”. “Lingkungan inflasi rendah global mengalami perubahan yang signifikan”, “jika kebijakan moneter badan ekonomi utama ‘mengerem mendadak’ atau ‘berbelok mendadak’, akan timbul efek limpahan atau spill- over negatif yang sangat serius”, semoga “pemuka negara-negara maju dapat menempuh kebijakan ekonomi yang bertanggung jawab, menjaga efek limpahan akibat kebijakan tersebut, untuk menghindari dampak serius terhadap negara-negara berkembang lainnya”.
Pada 2022, AS dan negara Barat telah mempersiapkan kenaikan suku bunga dan meredam inflasi; PKT justru melakukan sebaliknya, bersiap hendak mengurangi suku bunga, dan pelonggaran kuantitatif untuk menstimulus ekonomi. Xi Jinping menyerukan “pemuka negara-negara maju” harus “bertanggung jawab”, ini berarti mengakui bahwa RRT hanyalah sebuah negara berkembang, walaupun suka menepuk dada sebagai badan ekonomi kedua terbesar di dunia. Faktanya pengaruhnya terhadap ekonomi dunia sangat terbatas, sebaliknya perekonomian negara Barat justru berpengaruh sangat besar terhadap Tiongkok.
Perbedaan pidato Xi Jinping setahun sebelum dan sesudahnya sangat mencolok, gertak sambal PKT pun langsung telah menampakkan wujud aslinya.
Yang Berani Dijanjikan PKT Semakin Sedikit
Setahun lalu, pidato Xi Jinping mengklaim bahwa Tiongkok “terlepas dari kemiskinan” secara tuntas, tahun ini tidak disebutkan lagi.
Pidato setahun lalu masih menyebutkan Tiongkok memiliki “keunggulan pasar dan potensi konsumsi dalam negeri yang sangat besar”, “menyuntikkan lebih banyak tenaga pendorong bagi kebangkitan dan pertumbuhan ekonomi dunia”.
Pidato setahun kemudian hanya menyebutkan, “walaupun mendapat tekanan teramat besar dari perubahan lingkungan ekonomi baik dalam maupun luar negeri, namun ketangguhan ekonomi Tiongkok sangat ulet, penuh potensi, dan fundamental positif jangka panjang tidak berubah.”
Pemimpin PKT tentunya tidak bisa mengeluarkan hasil rapat kerja ekonomi sebulan lalu, kala mana para pemimpin PKT di luar kebiasaan mengakui “ekonomi menghadapi tiga lapis tekanan yakni penyusutan permintaan, lonjakan pasokan, ekspektasi melemah”; dan sekarang sudah tidak mampu lagi menggambarkan kue besar “keunggulan pasar dan potensi konsumsi dalam negeri yang sangat besar”.
Dalam pidato setahun lalu masih disebutkan, “Tiongkok akan terus mendorong inovasi teknologi”, “memperbesar investasi teknologi”, “membangun pola perkembangan baru dan mewujudkan perkembangan berkualitas tinggi”.
Pidato setahun kemudian tidak lagi menyinggung inovasi teknologi, hanya disebutkan “akan tetap teguh mendorong reformasi keterbukaan”, “menyambut baik berbagai modal untuk dikelola di Tiongkok secara legal dan taat hukum”.
Seiring dengan berbagai kegagalan seperti “Lompatan Jauh Chip”, inovasi mandiri pun menjadi omong kosong belaka, pemimpin PKT pun hanya bisa berharap agar hengkangnya investasi asing lebih diperlambat.
Tetapi, pidato Xi Jinping di satu sisi menyebutkan “reformasi keterbukaan”, namun di sisi lain menekankan “memainkan peran pemerintah yang lebih baik, bergeming sedikitpun dalam mengukuhkan dan mengembangkan ekonomi publik, tidak goyah sedikitpun dalam mendorong, mendukung, dan mendatangkan perkembangan ekonomi non-pemerintah”. Slogan budaya partai yang saling bertolak belakang seperti ini, hanya akan memperbesar kekhawatiran perusahaan investasi asing.
Dalam pidatonya juga disebutkan “menjadi makmur bersama”, tetapi dijelaskan sebagai “bukan melakukan egalitarianisme”, disebutkan pula pada akhirnya akan membagi “kue” sama rata.
Kata-kata ini sepertinya memberikan obat penenang bagi perusahaan investasi asing, tapi sama saja hendak menutupi fakta namun justru terbongkar segalanya. Kata-kata ini juga membuat rakyat Tiongkok memahami bahwa “menjadi makmur bersama” tidak akan “merata” hingga menjangkau setiap warga, melainkan hanya permainan membagikan rampasan kepada para elit politik PKT saja.
Pidato juga menyebutkan kerjasama internasional dalam perubahan iklim global, tapi disebutkan “tidak mungkin dirampungkan dalam sekali tindakan”, tujuannya masih saja “sebelum 2030 mencapai puncak emisi karbon”.
Di awal 2022 ini, Xi Jinping untuk pertama kalinya bersuara di forum internasional, hampir tidak memberikan janji apapun. Walaupun ia terus mengatakan “perubahan besar yang belum pernah ada dalam seabad terakhir”, juga telah memperkenalkan tahun macan dalam penanggalan Tiongkok yang disebutkan “macan adalah simbol keberanian dan kekuatan”, tapi konten pidatonya justru sepenuhnya melemah, sama sekali tidak ada lagi kepercayaan diri perayaan seratus tahun PKT.
Pidato yang low profile seperti ini, kemungkinan hendak membangun momentum terakhir bagi Olimpiade Musim Dingin Beijing Februari mendatang, mungkin juga menunjukkan betapa seramnya pertikaian internal PKT menjelang Kongres Nasional ke-20. Terlebih lagi juga merefleksikan fakta ketidak-berdayaan PKT dalam menghadapi kesulitan dari dalam maupun luar negeri. (sud)