Fu Yao
Dalam lukisan klasik maupun modern, baik gaya Timur maupun Barat, banyak yang menggambarkan Dewa, Buddha atau Orang Suci, tubuh para tokoh sakral tersebut selalu dilukiskan memancarkan cahaya, ada yang bercahaya lembut dan halus, ada pula yang begitu bersinar dan cemerlang.
Mungkin ada yang merasa, ini hanyalah cara penyampaian seni yang berlebihan untuk memanifestasikan wujud Dewa, Buddha, atau Orang Suci yang agung tersebut.
Colton: Orang-Orang di Kerajaan Langit Memancarkan Cahaya
Akan tetapi banyak orang yang mengalami kejadian mati suri, justru secara kebetulan mendeskripsikan bahwa ketika arwah mereka meninggalkan tubuh dan bertemu dengan makhluk yang memancarkan cahaya putih nan hangat. Ketika itu merasakan di lingkungan tersebut dipenuhi dengan cinta kasih.
Dalam buku “Heaven is for Real” dikisahkan anak laki-laki berusia 3 tahun bernama Colton Burpo yang mengalami mati suri dan berkeliling di surga.
Buku itu terbit pada 2010, dan hingga kini telah terjual lebih dari sepuluh juta kopi, kemudian karya tulis tersebut difilmkan di layar perak, dan berhasil meraih box office yang mencapai lebih dari 1,4 triliun rupiah.
Pada usia 3 tahun Colton menderita sakit berat, usus buntunya pecah dan menyebabkan abses (bernanah) di dalam perutnya, akhirnya ia harus dilarikan ke rumah sakit untuk menjalani operasi. Orang tua Colton yang berada di ruangan lain, berdoa kepada Tuhan memohon keselamatan bagi Colton.
Usai operasi, kondisi Colton masih sangat buruk, lalu dimasukkan ke ruangan unit perawatan intensif (ICU).
Setiap kali keluarganya menanyakan kondisinya, dokter hanya diam dan tidak menjawab. Karena para dokter merasa sangat kecil kemungkinan Colton dapat bertahan hidup, tapi mereka tidak tega membuat hati kedua orang tuanya bersedih.
Akan tetapi, suatu keajaiban telah terjadi, setelah 17 hari dirawat di ruang ICU, Colton tetap hidup, dan mulai menceritakan peristiwa ajaib yang terjadi di ruang operasi tersebut.
Kedua orang tuanya yang untuk kali pertama mendengarkan ceritanya pun merasa sangat sulit memercayainya.
Colton mengatakan, ia melayang di atas meja operasi, dan menundukkan kepala mengamati para dokter yang melakukan operasi padanya, ia juga melihat ayah dan ibunya di ruangan lain berdoa kepada Tuhan agar menolongnya.
Pada awalnya, ayah Colton tidak percaya cerita anaknya dan terus meragukannya, tapi seiring Colton tak henti-hentinya menceritakan setiap detail kejadian, bahkan hal-hal yang hanya diketahui oleh orang tuanya, seperti doa yang dipanjatkan ayahnya kepada Tuhan dan lain sebagainya, orang tuanya pada akhirnya percaya juga, putra mereka ini benar-benar telah mengalami kejadian arwah meninggalkan tubuh.
Misteri Tersembunyi pada Tubuh Para Cendekiawan
Sebenarnya tidak hanya tubuh para orang suci nan agung saja yang memancarkan cahaya, manusia biasa juga bisa memancarkan cahaya, hal ini sudah dibuktikan secara ilmiah.
Akan tetapi, sebelum menjelaskan temuan ilmiah tersebut, mari kita teliti kasus terkait yang tercatat dalam sejarah Tiongkok.
Pada zaman Dinasti Qing sastrawan terkenal bernama Ji Xiaolan dalam karyanya berjudul “Yue Wei Cao Tang Bi Ji” telah mencatat kejadian berikut ini.
Pada masa Dinasti Qing, ada seorang cendekiawan yang sudah tua, pada suatu malam ia buru-buru hendak pulang, setelah berjalan beberapa saat, tiba-tiba ia bertemu dengan teman lamanya yang sudah lama sekali meninggal dunia.
Cendekiawan tua itu bersifat keras dan tabah, walaupun mengetahui bahwa itu adalah hantu, dalam keadaan seperti itu ia tidak merasa takut, bahkan berinisiatif menegur teman lamanya itu, “Kawan, hendak ke manakah engkau?” Teman astralnya itu menjawab, “Saya sedang piket di dunia roh, hendak ke desa selatan untuk menarik orang, sepertinya kita searah.”
Maka keduanya pun berjalan bersamaan, sambil berjalan sambil berbincang. Saat melewati sebuah rumah yang bobrok, teman astralnya itu berkata, “Ini adalah rumah seorang terpelajar.” Cendekiawan tua itu terheran-heran dan bertanya, “Bagaimana kau tahu?”
Teman astralnya menjawab, “Umumnya manusia sibuk dengan keseharian mereka, otak mereka dipenuhi dengan berbagai pikiran kusut yang menyebabkan jiwa mereka tertutup. Tapi pada saat malam tertidur pulas, segala urusan pribadi dan kekusutan dalam pikiran pun tidak ada lagi, di saat itulah jiwa mereka menjadi cerah bersinar, setiap kata yang mereka pelajari memancarkan cahaya, menembus keluar melalui ratusan pori-pori pada tubuhnya, cemerlang beraneka warna, bersinar indah sekali.
Bagi orang yang pendidikannya sangat tinggi, seperti Zheng Xuan dari zaman Dinasti Han Timur, atau Kong Yingda dari Dinasti Tang, atau Qu Yuan dan Song Yu yang berbakat sastra dari Zaman Negara Berperang, atau Ban Gu dan Sima Qian dari Dinasti Han Barat. Pancaran cahaya dari tubuh mereka bahkan sampai menembus ke awan, sinar cemerlang nya seolah bersaing dengan sinar rembulan. Jika pendidikannya agak rendah, pancaran auranya juga mencapai puluhan kaki tingginya, yang lebih rendah lagi ketinggiannya hanya mencapai beberapa kaki saja, begitu seterusnya; yang paling rendah adalah seperti sebuah lampu pelita kecil, hanya menerangi kamarnya saja.
Tapi, cahaya seperti ini tidak bisa dilihat oleh manusia biasa, hanya hantu dan Dewa yang dapat melihatnya. Pancaran cahaya dari rumah bobrok ini mencapai 2 hingga 2,5 meter, oleh sebab itu saya tahu dia adalah seorang terpelajar.”
Mendengar itu cendekiawan tua ini tertarik, dan ingin mengetahui sampai di mana kriteria pendidikannya, lalu ia pun bertanya pada teman astralnya itu, “Saya telah belajar seumur hidup, seberapa tinggi pancaran cahaya saya saat saya tidur?”
Tak dinyana, mendengar pertanyaannya, teman astralnya justru sulit berkata-kata, setelah beberapa lama berselang baru menjawab, “Kemarin saya berlalu di depan kediamanmu, waktu itu kau sedang tidur siang, saya melihat di dadamu ada sebuah kitab, ada 500-600 tulisan esai, ada 70-80 makalah, ada 30-40 naskah, setiap huruf berubah menjadi asap hitam membubung ke atap.
Suara para pelajar yang sedang membaca, sepertinya terselubung di dalam kepulan asap hitam itu, sangat sulit untuk melihat pancaran cahayamu, saya tidak berani berkata sembarangan.”
Mendengar kata-katanya tersebut, sang cendekiawan itu malu dan berang, dengan suara keras dihardiknya temannya itu, teman astralnya pergi sambil tertawa terbahak-bahak.
Kisah di Masa Republik Tiongkok (1912-1949)
Surat kabar Taiwan yakni United Daily News dulu pernah memberitakan artikel berjudul “Misteri Cahaya di Tubuh Manusia!” Penulis bernama Chen Keli menceritakan saat ayahnya bekerja di wilayah Huabei di masa pemerintahan Republik Tiongkok (suatu masa antara 1912-1949 sebelum pemerintahan Nasionalis hengkang ke Taiwan), ada seorang rekan kerjanya yang bermarga Huang yang berasal dari Provinsi Fujian, keduanya sangat akrab.
Tuan Huang ini sejak kecil bisa melihat aura di kepala orang, setelah sang ibu mengetahuinya, dia melarangnya untuk mengatakan pada siapa pun, ia pun tidak berani sembarangan mengatakannya, karena takut orang yang tidak percaya akan menuduhnya takhayul yang salah- salah bisa membahayakan dirinya sendiri.
Tuan Huang ini mengatakan, “Di kepala setiap orang ada cahaya, tapi intensitas cahaya, luasannya, dan warnanya berbeda satu sama lain, orang yang mempunyai kekuasaan, umumnya bercahaya merah atau ungu; orang yang jujur biasanya bercahaya putih atau biru; orang yang korup biasanya bercahaya hitam atau abu-abu; selebihnya ada yang berwarna kuning, jingga, hijau, dan lain-lain, akan berbeda berdasarkan perilaku dan sifat orang tersebut, masing-masing berbeda, dan intensitas kekuatan cahaya serta besar kecilnya, juga akan berubah-ubah menurut keberuntungannya.”
Tuan Huang juga mengatakan, aura orang kadang- kadang dapat berubah, contohnya seseorang yang dulunya baik, kemudian terpengaruh oleh lingkungan buruk dan menjadi jahat, maka dulunya cahaya yang putih dan tinggi besar, kemudian akan berubah abu-abu dan kerdil.
Jadi setiap Tuan Huang menemui seseorang, ia langsung dapat menentukan orang tersebut baik atau jahat, hal ini sangat membantunya dalam hal memilih teman dan yang berhubungan dengan pekerjaannya.
Tuan Huang juga membocorkan sebuah rahasia. Pada masa Zhang Zuolin (Hanzi: 张作霖, 1873- 1928, salah satu panglima perang di wilayah Manchuria pada zaman Republik Tiongkok awal abad ke-20 dan pernah menguasai daerah yang luas di bagian utara Tiongkok) sedang berjaya, ia pernah melihatnya, waktu itu ia melihat cahaya pada Zhang, yakni aura cahaya merah setinggi 9 meter.
Kemudian sekitar seminggu sebelum Zhang Zuolin tewas akibat dibom di Huanggutun, dia sempat bertemu Zhang sekali. Waktu itu ia merasa aneh, karena cahaya di atas kepala Zhang hanya setinggi 1,5 sampai 1,8 meter saja, dan sinarnya berwarna abu-abu dan sangat lemah. Ternyata tak lama kemudian terdengar kabar bahwa Zhang Zuolin tewas dalam suatu ledakan. Sepertinya aura cahaya pada tubuh seseorang erat kaitannya dengan moralitas dan keberuntungan orang tersebut, jika manusia tidak menjaga moral dan perilakunya, hantu, Dewa, maupun orang yang berkemampuan supranatural, dapat melihatnya.
Penelitian Aura Modern
Sementara penelitian tentang aura manusia secara ilmiah, berawal dari suatu penemuan yang sangat kebetulan. Pada 1911, seorang dokter asal London, Inggris, yang bernama Walter John Kilner memakai zat pewarna sianin ganda untuk mengecat botol kaca. Tiba-tiba, ia mendapati pendaran cahaya sekitar 15 mm di sekeliling tubuh manusia, temuan ini tidak menarik perhatian pada waktu itu.
Hingga pada 1939, ilmuwan Uni Soviet bernama S.V. Kirlian menggunakan teknik fotografi medan listrik berfrekuensi tinggi telah berhasil memotret pendaran cahaya di sekeliling tubuh manusia menjadi selembar foto. Barulah banyak ilmuwan di dunia tertarik melakukan penelitian terhadap pancaran cahaya dari tubuh manusia.
Teknik fotografi Kirlian yang pertama kali ditemukan, karena efek fotografinya “kadang efektif kadang tidak”, tidak bisa diterima oleh kalangan ilmiah yang mengutamakan “efek yang konstan”.
Oleh karena itu, fisikawan mekanika kuantum dari Rusia yakni Konstantin Korotkov memutuskan untuk menciptakan teknik fotografi Kirlian digital yang stabil dan tidak terpengaruh oleh lingkungan.
Pada 1995, Korotkov dan tim risetnya menggunakan teknologi yang kala itu paling canggih, dan berhasil menemukan teknik fotografi Kirlian digital yang pertama — yakni Gas Discharge Visualization (GDV).
Teknik GDV dapat mengamati energi foton yang terpancar dari tubuh manusia, dan perubahan medan energi manusia dalam berbagai kondisi yang berbeda.
Para ilmuwan menemukan, pancaran aura tubuh manusia terutama tepat terletak di bagian atas kepala, terlihat seperti kobaran api pada lilin, pancaran cahaya tersebut terbagi menjadi tiga lapis, ada yang menjulur hingga mencapai setengah meter.
Pancaran aura pada manusia biasa berwarna tunggal, maksimal ada tiga jenis warna, berupa medan aura berdiameter sekitar 30-50 cm, medan aura ini dapat memancarkan energi, persis seperti kobaran api pada lilin yang memancarkan cahaya ke segala arah.
Pancaran aura orang yang aktif atau suka berolahraga lebih kuat daripada orang yang banyak menggunakan pikiran; intensitas cahaya kaum usia produktif muda lebih kuat satu kali lipat dibandingkan dengan kaum manula, sedangkan pancaran cahaya kaum manula setara dengan kaum remaja.
Mungkin pemirsa pernah mendengar tentang anak-anak “indigo”, mereka adalah anak- anak dengan kemampuan khusus, pancaran aura di kepala mereka berwarna biru tua, kelompok orang-orang ini memiliki semacam kekuatan pikiran yang khusus atau kemampuan supranatural, mata mereka mampu melihat pada cahaya intensitas rendah.
Sebagai contoh, dapat melihat fenomena astral dan meramalkan masa depan. Bocah planet Mars dari Rusia yakni Boriska Kipriyanovich adalah salah seorang di antaranya.
Para peneliti di Rusia mengatakan, di antara anak- anak yang lahir pasca 1994, sebanyak 5% di antaranya merupakan anak-anak “indigo”.
Dalam riset terhadap aura tubuh manusia, ilmuwan juga mendapati satu temuan yang mengejutkan, yaitu titik-titik pendaran cahaya yang berkilau ternyata persis pada titik yang sama dengan 741 titik akupunktur dalam ilmu Pengobatan Tradisional Tiongkok (PTT), dan setiap orang memiliki wujud cahaya yang unik.
Sepertinya masyarakat Tiongkok kuno telah lama mengenal keberadaan “pancaran aura manusia”, bahkan sudah mengetahui penggunaannya dalam bidang kedokteran.
Selain itu, warna cahaya tubuh manusia juga selalu berubah. Penelitian mendapati, pancaran cahaya itu berubah warna seiring dengan kondisi seseorang. Sebagai contoh saat berbohong, pancaran cahaya akan memperlihatkan lonjakan kerlipan titik-titik cahaya yang berganti-ganti, dan saat sakit, cahaya itu berwarna abu-abu gelap, pada tubuh penderita penyakit kanker akan timbul cahaya berbentuk awan.
Lalu apa perbedaan makna dari warna cahaya yang berbeda itu? Para peneliti dari AS, Rusia, Jepang, Jerman, termasuk juga Korotkov telah melakukan serangkaian penelitian dan menemukan sejumlah kriteria sebagai berikut:
Warna utama cahaya berwarna merah menandakan sifat berkemauan keras dan keras kepala, juga menandakan egois, tubuh fisik yang kuat atau kemampuan kepemimpinan. Warna biru adalah warna iman dan agama kepercayaan, semakin tua warna biru menandakan semakin murni dan beriman, tingkat spiritualitasnya semakin tinggi; warna jingga menunjukkan tubuh yang sehat. Warna hijau mewakili alam yang luas dan pemulihan kesehatan, juga kemungkinan melambangkan sifat yang licik.
Warna merah jambu menunjukkan cinta dan kasih, romantis, bahagia, atau sedang jatuh cinta, ketika seseorang sedang dimabuk asmara, meskipun biasanya adalah seorang yang sangat egois tapi pada saat itu, dia akan menjadi relatif tidak egois. Ketika sepasang kekasih bergandengan berfoto bersama, pancaran cahaya pada jemari tangan wanita akan luar biasa cerah, dan merambat ke jari tangan pria; sementara cahaya pada jari tangan pria seakan mundur mengikuti pendaran cahaya dari wanita.
Dan, ketika sepasang kekasih berpelukan, pendaran cahaya dari keduanya akan secara unik saling melebur satu sama lain, dan akan luar biasa terang. Warna kuning yang cerah menunjukkan kecerdasan yang luar biasa, adalah wujud dari kebijaksanaan. Warna hitam bermakna kematian, jahat, atau bencana. Abu-abu menandakan sifat yang sedih dan tertekan.
Pada saat manusia mengalami masalah, cahayanya akan menjadi redup, energi yang terpancar akan sangat lemah, dan ketika manusia mengalami hal baik dan sedang beruntung, pancaran cahayanya akan sangat cerah dan menjadi warna merah menyala yang sangat mencolok.
Ada ungkapan mengatakan, hati yang baik, ramah, optimis, dan ceria, maka akan mudah mendatangkan keberuntungan, walaupun ada kendala kecil juga akan mudah dilalui.
Semoga kita semua senantiasa bergembira ria, agar dapat memancarkan cahaya yang lebih indah. (Sud)