oleh Michihisa Suwa (Dokter Spesialis Bedah Cedera Olahraga Merangkap Pelatih Atletik)
Bagaimana Seharusnya Berlari? Lari dengan Menggunakan “Tulang Belikat”
“Gerakan ayunan lengan jangan terlalu besar”; “Siku ditarik ke belakang”,… sekarang terdapat beragam bimbingan teknik berlari, tetapi yang saya utamakan bukan lengan, bukan pula siku, melainkan tulang belikat.
Mengapa tulang belikat? Karena tulang belikat justru adalah yang paling krusial untuk membuat tubuh dapat dengan alami mengayunkan lengan secara efektif. Lengan atas mengandalkan tulang belikat (sendi bahu) untuk menyambung dengan badan, cukup dengan sadar menarik tulang belikat ke arah dalam, maka siku dengan sendirinya akan bergerak ke belakang.
Dalam ilmu kedokteran, tulang belikat berada dalam kondisi putaran ke bawah, juga dapat menggunakan “jarak antara tulang belikat kiri dan kanan untuk membuat cekungan ke dalam”, atau “bagian bawah tulang belikat kiri dan kanan dirapatkan” mungkin lebih mudah dimengerti.
Dalam proses saya membimbing para pelari dan atlet, mereka tidak hanya mengubah kesadarannya dalam mengayunkan lengan, jarak langkah menjadi lebih besar, frekuensi langkah meningkat, waktu pun menyusut drastis.
Di sini saya sarankan kepada pembaca sekalian sebagai berikut:
Koreksi postur lari: ayunkan lengan adalah “meninju”, menyentuh tanah adalah “stik golf”
Pada saat mengoreksi postur lari, harus sebisa mungkin membayangkan postur tubuh yang dipikirkan oleh otak disesuaikan dengan pergerakan tubuh yang sebenarnya. Di saat itu jika bisa melalui imajinasi mendasar dari diri sendiri yang unik, lalu sesegera mungkin menyesuaikannya, maka tubuh akan dapat mengingatnya secara lebih mendalam
Disini saya berbagi contoh saya sendiri. Pada saat mengayunkan lengan, bayangkan di depan dada Anda terdapat sebuah punching ball yang kerap digunakan petinju, lalu kepalkan kedua telapak tangan dan meninjunya dengan cepat. Pada saat itu siku membengkok, dan nyaris menempel ketat pada kedua sisi tubuh.
Selain itu, pembaca mungkin pernah mendengar “harus mendarat menyentuh tanah tepat di bawah titik berat tubuh”, yang sebenarnya sangat sulit untuk dibayangkan. Saat saya baru mulai berlari maraton, saya terus mencari postur berdiri yang paling ideal, tapi dari begitu banyak foto dan cuplikan video, saya masih tidak dapat menguasainya.
Bagi segelintir pelari yang dapat langsung memahaminya begitu melihat, di dalam hati saya selalu merasa terkagum pada mereka. Seiring dengan akumulasi bertahap dari pemahaman berlari dan pengalaman nyata saya berlari maraton, akhirnya, saya menghabiskan waktu dua tahun baru memahaminya.
Sekarang Anda dapat menghemat waktu ini, dengan sederhana dan cepat akan dapat memahami postur berlari yang saya pahami ini. Postur lari yang pernah saya ajarkan kepada begitu banyak pelari, bila dikatakan mencapai efek 100% pun sama sekali tidak berlebihan, bahkan saya sendiri pun sangat terkejut.
Tapi sebenarnya sangat mudah, bayangkan tepat di bawah pusar Anda (cakra dalam Bahasa Sansekerta, Dan Tian dalam Bahasa Mandarin) digantungkan sebuah stik golf, lalu dengan kaki kiri dan kanan secara bergantian menginjak ujung stik. Disini gagang stik dianggap sebagai sumbu perputaran, lalu seluruh kesadaran difokuskan pada pusar sebagai titik sumbu pada tubuh. Pada saat menginjakkan kaki agar dapat mencengkeram tanah, kuncinya terletak pada dorongan tumpuan, dan bukan gerakan menendang.
Tumit, Telapak, Ujung Kaki, Bagian Manakah Sebaiknya Lebih Dulu Menyentuh Tanah?
Saat pembaca berlari, apakah terlebih dahulu mendarat menyentuh tanah dengan “tumit”? Atau “telapak kaki” menyentuh tanah? Atau “ujung kaki” menyentuh tanah? Ketiga metode ini disebut juga dengan istilah telapak kaki belakang, bagian tengah, dan telapak kaki depan. Mana yang lebih baik dari ketiga metode ini, hingga kini masih terus diperdebatkan.
Pada umumnya, saat tumit menyentuh tanah akan menimbulkan efek menginjak rem, sulit meningkatkan kecepatan.
Ujung kaki menyentuh tanah lebih dahulu dapat mengurangi benturan, ibarat pegas dengan cepat dapat berubah menjadi gerakan berikutnya, juga mudah meningkatkan kecepatan. Faktanya, di antara para pelari unggul baik dari tim profesional maupun mayoritas pelari top, kebanyakan menyentuh tanah dengan ujung kaki lebih dahulu.
Akan tetapi, pendaratan di tanah dengan ujung kaki dapat menyebabkan beban yang lebih besar pada Tendon Achilles dan juga otot Gastrocnemius, jika kekuatan otot tubuh kurang menunjang maka akan mudah mengalami cedera. Warga awam di kota saat berlari harus memperhatikan, sekedar meniru postur lari atlet terkenal, hanya akan meningkatkan bahaya cedera pada tubuh Anda.
Bagi atlet top, kekuatan otot mereka tidak perlu diragukan lagi, termasuk postur lari sampai sepatunya pun telah disuaikan dengan standar lari dengan ujung kaki.
Sementara bagi pemula yang baru memulai sampai akhirnya menjadi atlet lari, karena kemungkinan sering mengenakan sepatu track spikes (sepatu berpaku untuk sepak bola), dengan sendirinya juga akan terbiasa berlari dengan ujung kaki.
Dijelaskan juga, pada saat mulai berlari maraton saya mendarat di tanah dengan menggunakan tumit lebih dulu, seiring dengan meningkatnya kecepatan, tanpa disadari berubah menjadi telapak kaki (bagian tengah kaki) mendarat menyentuh tanah.
Kalau penasaran, atau ingin “mencoba tantangan berlari dengan ujung kaki”, atau berharap kemampuan meningkat tentu merupakan hal yang patut dipuji, tapi bagi saya, hampir tidak perlu terlalu memperhatikan masalah pendaratan menyentuh tanah (hanya untuk menghindari cedera). Menurut saya, berlari dengan postur yang paling sesuai dengan diri sendiri adalah yang terbaik.
Kombinasi Frekuensi Langkah × Panjang Langkah Berbeda Untuk Naik Turun Bukit
Kecepatan kita berlari sama dengan “frekuensi langkah × panjang langkah”.
Bagi pelari yang mempunyai frekuensi langkah kaki (satuan: step per minute atau SPM), dua ratus langkah dalam satu menit dan panjang langkah (satuan: meter) adalah satu meter, maka dalam satu menit pelari tersebut dapat berlari sejauh dua ratus meter, berlari satu kilometer dibutuhkan waktu lima menit.
Jika frekuensi langkah dipercepat, kecepatannya juga akan semakin meningkat. Prinsip yang sama, jika panjang langkah ditambahkan, maka kecepatan juga akan meningkat.
Mengenai panjang langkah, walaupun dalam banyak hal terbatasi oleh panjang kaki yang sudah merupakan bawaan lahir, namun jika secara tepat meningkatkan kemampuan dominasi otot terhadap sendi pinggul, maka panjang langkah dapat ditingkatkan. Membengkokkan otot pada sendi pinggul (menggerakkan tubuh) dapat memperpanjang waktu mengudara sebelum kaki menyentuh tanah, dan memanjangkan sendi pinggul (dorong ke luar ke arah belakang), dapat mendorong tubuh bergerak maju ke depan, keduanya dapat meningkatkan panjang langkah.
Dibandingkan dengan panjang langkah, kita akan lebih mudah untuk menyesuaikan frekuensi langkah.
Mari kita coba berlari di tempat dengan cepat. Anda akan mendapati, frekuensi langkah dan panjang langkah akan saling berbalik, jika frekuensi langkah meningkat, maka panjang langkah akan menjadi pendek; sebaliknya, jika panjang langkah meningkat, maka frekuensi langkah akan berkurang.
Disarankan dalam proses berlatih cobalah berbagai kombinasi, carilah kombinasi frekuensi dan panjang langkah yang paling sesuai bagi Anda. Dalam perlombaan, disarankan agar pada jalan menanjak tingkatkan frekuensi langkah, agar dapat menurunkan kelelahan otot dengan ritme yang lebih baik; tapi pada saat jalan menurun, sedikit memperbesar panjang langkah, untuk mengurangi efek mengerem, dan membuat kaki seperti berlari dengan bergulir, agar dapat meningkatkan kecepatan dengan efektif. Tapi harus diperhatikan, jika panjang langkah terlalu lebar, sebaliknya justru akan menimbulkan beban berlebihan pada otot Quadriceps pada paha. (sud)