Anna Mason
Selama lebih dari tiga abad, bangkai kapal yang hampir utuh terawetkan di dasar laut pelabuhan Stockholm. Ketika dia ditarik dari laut pada suatu pagi di musim semi 1961, berita tentang pemugarannya menyebar ke seluruh dunia.
Ini bukan sembarang kapal karam.
Kapal setinggi 67 meter, Vasa, yang dibangun untuk Raja Gustav II Adolf antara 1626 dan 1628, telah menjadi simbol kebanggaan Swedia, menampilkan kemewahan dan daya tembak yang berlebihan— yang pada akhirnya justru menyebabkan kematiannya.
Simbol Kekuasaan, Kekuatan, dan Keahlian pada Masanya
Vasa tidak hanya merupakan kapal paling terawetkan di dunia yang berasal dari awal 1600-an, pada masanya, dia juga merupakan simbol kekuasaan, kekuatan, dan keahlian—mungkin pada abad ke-17 ia setara dengan Air Force One.
Sesuai dengan periode yang bergejolak, Vasa adalah kapal perang bersenjata paling berat di Baltik dengan 64 meriam, kru berjumlah besar, dan peralatan tempur tangan kosong. Perlengkapannya yang megah dan persenjataannya yang tak tertandingi menjadi cara utama bagi Raja Gustav untuk menunjukkan kepada seluruh Eropa bahwa Swedia adalah kekuatan yang harus diperhitungkan di laut lepas—setidaknya sampai akhir hayat sang kapal yang ironis.
Kapal itu juga dengan boros dihiasi ratusan patung dan dekorasi. Pahlawan bersenjata dari mitologi Yunani dan Romawi berdesak-desakan di samping singa, malaikat, dan tokoh-tokoh Alkitab. Penuh warna, banyak menampilkan ornamen daun emas, kapal itu menjadi tontonan yang spektakuler ketika dia berlayar dalam pelayaran perdananya pada Agustus 1628— jauh dari pendekatan minimalis desain Swedia modern yang dikenal saat ini.
Sama seperti Titanic, ketika meninggalkan Southampton, Inggris, dengan sangat heboh, Vasa juga meninggalkan Pelabuhan Stockholm di hadapan kerumunan besar rakyat yang bersemangat dan sebuah band musik bermain untuk merayakan  pelayaran  perdana  itu—namun seperti halnya Titanic, Vasa ditakdirkan untuk tenggelam lebih awal. Karena tidak memiliki keunggulan desain yang membuat Swedia sekarang terkenal, pembuat kapal itu gagal memadukan antara persenjataan dan kemewahannya yang luar biasa, sehingga kapal itu menjadi sangat berat. Sebelum para penonton sempat berkedip, embusan angin kencang menyebabkan kapal itu terguling di pelabuhan, hanya beberapa menit setelah berlayar.
Ketika penyelam menemukan kapal di lepas pantai Swedia sekitar 333 tahun kemudian, itu adalah awal dari proyek restorasi yang membutuhkan waktu beberapa tahun untuk diselesaikan. Vasa telah menancap kuat ke tanah liat biru yang mengeras di dasar laut; akan sulit dan berbahaya bagi para pekerja untuk menggalinya.
Seandainya dia tenggelam di perairan lain, penyelamatannya mungkin tidak sepadan; namun di Baltik, bagaimanapun, pada saat itu bebas dari cacing kapal pemakan kayu yang ditemukan di perairan asin yang lebih hangat, sehingga Vasa bisa diselamatkan.
Hal itu juga dibantu dengan Raja Gustav VI Adolf yang pada saat itu (1961) adalah seorang arkeolog yang menginvestasikan upaya istana kerajaan untuk menyelamatkan kapal. Dengan demikian, Vasa (sekali lagi) menjadi harta nasional, dan ribuan orang berada di sana untuk menyaksikan pahatan kepala prajurit kuno bangkit dari laut.
Arkeolog amatir, Anders Franzén memprakarsai pemulihan kapal dengan tekad yang teguh, dan restorasi kapal ini adalah hasil karyanya, beserta timnya.
Sekitar 1,5 juta wisatawan mengunjungi Museum Vasa setiap tahun untuk memandangi kapal yang dihias dengan berbagai hiasan itu, dipulihkan ke kemuliaan awalnya. (eko)