Peristiwa “Ibu 8 Anak Xuzhou” Ungkap Layar Hitam “Era Makmur” di Tiongkok

Li Zhengkuan

Baru-baru ini, setelah sebuah video yang memperlihatkan seorang ibu delapan anak di Xuzhou, Jiangsu, yang dipasung di dalam sebuah pondok kecil yang lembab dan dingin terungkap, kasus pun berkembang cepat di internet, mengungkap berbagai sisi hitam pemerintah RRT berupa “human trafficking (penculikan dan penjualan wanita)”, “pemerkosaan”, “pemerkosaan bergilir”, dan lain sebagainya, yang kemudian memicu gejolak masyarakat, bahkan berkembang menjadi kasus internasional.

Berbagai surat kabar besar internasional seperti New York Times, Wall Street Journal, BBC dan lain-lainnya berebut memberitakan peristiwa ini.

 Ini adalah suatu berita skandal bersifat internasional yang terungkap pasca peristiwa pelecehan seksual yang dilakukan oleh mantan PM RRT, Zhang Gaoli terhadap atlet tenis wanita peringkat dunia yang bernama Peng Shuai.

Tsunami opini publik ini bergolak menjelang Olimpiade Musim Dingin yang telah dipersiapkan dengan susah payah oleh Partai Komunis Tiongkok ( PKT), tadinya Amerika, Inggris, dan sejumlah negara besar Barat lainnya telah memboikot pesta Olimpiade Musim Dingin PKT karena kondisi HAM yang teramat buruk, kali ini, entah akan ditaruh di mana lagi muka para pejabat di Zhongnanhai.

Skandal Terungkap Tanpa Sengaja, Cabik Topeng “Era Makmur” PKT

Menurut penuturan, seorang pria bernama Dong Zhimin, warga Desa Dongji, Kecamatan Huankou, Kabupaten Fengxian, Kota Xuzhou, Provinsi Jiangsu sejak dulu telah menjadi tempat bertandang selebriti internet,dan para blogger.

Walaupun melahirkan delapan orang anak yang jelas-jelas telah melanggar program “kelahiran berencana” yang telah diterapkan bertahun-tahun oleh RRT.  Namun karena RRT sangat membutuhkan “orang (penambahan  penduduk)” sehingga mendesak warga untuk mempunyai tiga orang anak, dengan “antusias” memberikan perhatian, dan membantu keluarga yang memiliki delapan anak, jelas sangat sejalan dengan “pembenaran politik” partai dan negara. Ironisnya adalah, terungkapnya skandal ini justru terjadi karena warganet yang tanpa sengaja menemukan pada saat “memberikan uluran tangan”.

Dalam video terlihat, seorang ibu yang beranak delapan mengenakan baju yang tipis di musim dingin yang menusuk tulang itu, lehernya dirantai oleh pria pemilik rumah bernama Dong Zhimin di sebuah gubuk kecil reot tanpa pintu yang gelap, dingin dan lembab. 

Tampak wanita itu mengalami gangguan jiwa, tidak mampu berkomunikasi secara normal dengan orang lain, kata-katanya tidak jelas, menurut penuturan hampir seluruh giginya telah rontok akibat dipukuli oleh Dong Zhimin, ujung lidahnya juga telah dipotong.

Menurut fakta yang diungkap warganet, wanita itu dibeli oleh ayah Dong Zhimin pada 1998 seharga beberapa ribu yuan, dan selama jangka waktu panjang diperkosa bergilir oleh tiga orang yakni ayah dan kedua putranya, termasuk Dong Zhimin. 

Tak hanya itu, para kader desa, pimpinan komisi partai kecamatan juga pernah memerkosanya, bahkan ada istri seorang pemimpin komisi partai yang telah membuat heboh peristiwa tersebut karena suaminya telah ikut “menggilirnya”.

Oleh sebab itu, siapa sebenarnya ayah kandung dari kedelapan anak-anak itu, sama sekali tidak ada yang tahu. 

Tapi Dong Zhimin tidak bisa membohongi nuraninya sendiri, dan dalam menghadapi cecaran pertanyaan, seolah tanpa dosa ia menjawab, benih siapapun itu, semua anak yang lahir itu memanggilnya ayah. 

Pada saat dijual kepada keluarga Dong, wanita itu hanya berusia belasan tahun, belum dewasa, selama lebih dari dua puluh tahun ini dia telah mengalami segala bentuk pelecehan dan siksaan di keluarga Dong, hidup tidak selayaknya manusia bahkan lebih menyerupai neraka, sungguh sangat mengenaskan. 

Yang lebih mengejutkan lagi adalah, peristiwa penjualan dan pemerkosaan terhadap wanita tersebut, pada dasarnya penduduk  setempat  mengetahui dengan jelas mengenai hal itu, dan jual beli orang di daerah setempat sangat serius, sejak dulu warga setempat sepertinya sudah sangat terbiasa dengan hal itu.  

Setelah kasus “ibu delapan anak Xuzhou” ini terungkap, menyusul seorang reporter investigasi senior Tiongkok bernama Deng Fei mengungkapkan di microblog bahwa di desa itu pada masa yang sama juga terdapat seorang wanita lain yang juga dirantai, kondisinya lebih tragis, ditelungkupkan di tanah, terus- menerus menggoyangkan kepalanya, “Selama lebih dari 20 tahun hidup di atas tanah, tanpa busana sama sekali, hanya ditutupi sehelai selimut, sangat mengenaskan…”

Tertekan oleh gelombang opini publik yang bergolak itu, pada 28 Januari lalu Komisi Kabupaten Fengxian mengeluarkan surat yang menyatakan bahwa, “setelah diperiksa secara menyeluruh”, ibu delapan anak Xuzhou itu telah “dikawinkan secara sah” dengan Dong Zhimin, dan menyangkal telah terjadi perdagangan wanita. Para warganet sama sekali tidak memercayainya, ada warganet yang mengatakan, “Katanya ada surat nikah, tolong publikasikan surat nikahnya!”

Pada 30 Januari, akibat tekanan yang semakin besar, Komisi Kabupaten Fengxian kembali mengeluarkan pernyataan, dan merekayasa cerita yang semakin tidak masuk akal, disebutkan bahwa wanita tersebut ketika mengemis dan terlantar di Kotapraja Huankou pada 1998 silam, telah ditampung oleh ayah Dong Zhimin, lalu wanita itu “diatur kehidupannya bersama Dong Zhimin”…… Cerita yang penuh kelemahan dan miskin logika seperti itu, semakin menuai kemarahan para warganet.

Identitas Wanita Munculkan Petunjuk dan Pertanyakan “Negara Hukum” RRT

Setelah peristiwa itu terungkap, ada warganet yang mendapati, wajah ibu delapan anak Xuzhou itu sangat mirip dengan seorang anak perempuan bernama Li Ying dari Kota Nanchong Provinsi Sichuan yang hilang.

Li Ying yang lahir pada 1984 itu, hilang pada Februari 1996, waktu itu dia hanya berusia 12 tahun, sebelum menghilang dia sekolah di kelas 6 SD Kota Nanchong. 

Jika dihitung dari usianya adalah masuk akal, karena ibu delapan anak Xuzhou itu ketika dibeli oleh keluarga Dong Zhimin pada 1998 juga masih berusia belasan tahun.

Ketika warganet memperbesar foto ibu delapan anak Xuzhou dan foto Li Ying, lalu dibandingkan dengan saksama, semua menyerukan: “Benar- benar terlalu mirip!”

Seorang profesional membandingkan foto ibu delapan anak Xuzhou dengan foto Li Ying, lalu mendapati, bentuk wajah, mata, hidung (di ujung hidung keduanya terdapat tahi lalat), mulut, dagu, bahkan mengukur saksama jarak antar alis, besaran bola matanya, dan berbagai data lainnya, ternyata sangat mirip. Hampir bisa dipastikan bahwa ibu delapan anak Xuzhou itu adalah Li Ying.

Ada seorang warganet lainnya yang memperlihatkan kedua foto itu kepada ayahnya, yang merupakan rekan di dinas kemiliteran dari ayah Li Ying pada zaman perang dahulu, sang ayah langsung dapat mengenali mediang Li Dazhong yang telah meninggal beberapa tahun sebelumnya.

Selain itu, ada banyak warganet bisa mengenali logat yang mereka dengar dari kata-kata ibu delapan anak Xuzhou itu adalah logat daerah Sichuan. 

Dalam suatu cuplikan video, setelah wanita itu dilepaskan dari rantai pengikatnya, sambil menunjuk rumah keluarga Dong, dia berkata dengan logat daerah Sichuan: Seisi rumah itu bukan manusia, semuanya adalah pemerkosa.

Menurut informasi, ibu Li Ying yakni Liang Yi telah mengetahui tentang kasus “ibu delapan anak Xuzhou”, dan telah pergi ke Kepolisian Nanchong untuk memberikan spesimen DNA-nya, dengan harapan dapat dipastikan hubungan darah dengan dipastikan hubungan darah wanita itu. Namun banyak warganet khawatir, walaupun ibu delapan anak Xuzhou benar adalah Li Ying, PKT juga tidak bakal mengakuinya.

Selama ini PKT selalu membanggakan dirinya sebagai “negara berdasarkan hukum”, lalu jika hasil tes DNA itu berhasil, maukah PKT mengumumkan faktanya?

Jika pemerintah Kota Xuzhou mengumumkan fakta ini, maka akan membuat masyarakat dengan gamblang menyaksikan, dua surat pernyataan sebelumnya adalah hasil rekayasa, yang berarti sama saja dengan menempeleng wajah PKT sendiri, selain itu fakta pasti akan memicu gejolak opini lebih hebat, bahkan bisa saja lepas kendali.

Tragedi sosial sebesar ini, dipastikan Zhongnanhai (pusat pemerintahan pusat di Beijing) tahu persis. Lalu, jika Zhongnanhai campur tangan dalam kasus ini, apakah akan membuat bawahannya mempublikasikan fakta ini? 

Selama ini PKT selalu menjaga pamornya, setelah kasus pelecehan seksual oleh Zhang Gaoli terungkap di seluruh dunia, T-shirt bertuliskan “Where is Peng Shuai?” pun telah dikenakan penggemarnya pada ajang pertandingan tenis Australian Open, tetapi demi pamornya, PKT tetap tidak memprosesnya. 

Sementara di suatu tempat terjadi kasus perdagangan manusia dan pemerkosaan, apakah PKT akan merelakan kehilangan pamornya dan memberikan penjelasan kepada seluruh rakyatnya? Ini tidak sesederhana sekadar masalah pamor.

Pada Juni 2020 lalu, Kemenlu AS memublikasikan sebuah laporan, yang menunjukkan bahwa RRT adalah salah satu negara yang paling parah kasus perdagangan manusianya di seluruh dunia. Dalam laporan itu disebutkan, negara lain yang juga sangat buruk perdagangan manusianya adalah Iran, Korea Utara, dan Kuba.

Begitu fakta tentang “ibu delapan anak Xuzhou” ini terungkap, maka berarti telah mengakui di hadapan dunia internasional bahwa betapa buruknya kasus perdagangan manusia PKT, negara bebas pasti akan makin keras memberi sanksi dan menghantam PKT dalam masalah HAM.

Oleh sebab itu,  apakah  fakta ini akan dipublikasikan oleh pihak pemerintah, sepertinya sangat pesimistis. Sebabnya, sejak awal PKT telah mulai “menjaga stabilitas”, telah menghapus semua video terkait “ibu delapan anak Xuzhou” ini…

Yang membuat warga makin berang adalah, Dong Zhimin yang telah memerkosa dan menyiksa ibu delapan anak itu tidak hanya tidak mendapatkan hukuman apapun, bahkan dia telah memperoleh sumbangan dana dari sejumlah “warganet”. 

Menurut situs berita Sohu.com pada 3 Februari lalu, “Di tangannya, Dong Zhimin memegang uang sumbangan dana warganet, wajahnya berseri-seri karena senang, semua anak-anaknya dikumpulkan agar dapat difoto bersama dan disiarkan, sambil terus menerus mengucapkan terima kasih kepada warganet yang telah memberinya dana.”

Semua itu, jika tidak ada suruhan, pendiktean, dan aksi di bawah tangan oleh PKT, seharusnya tidak akan terjadi.

Kesimpulan

Kini, Olimpiade Musim Dingin yang menguras kas negara dan menyusahkan rakyat itu telah dimulai, dan pihak penguasa masih saja mengenakan jubah “negara berdasarkan hukum”, “kemakmuran bersama”, dan berbagai “jubah baru raja” lainnya untuk memamerkan kepada dunia, betapa Dinasti Merah ini telah mencapai “era makmur” dan merupakan “negara paling demokratis”.… sementara skandal yang diungkap lewat kasus “ibu delapan anak Xuzhou” ini telah menampar keras rezim preman itu.

Padahal ini hanyalah secuil ujung gunung es yang memperlihatkan ketragisan yang dialami oleh rakyat Tiongkok di bawah pemerintahan PKT. 

Yang lebih menakutkan lagi adalah, dalam peristiwa ini, sikap abai terhadap kejahatan perdagangan manusia, pemerkosaan, dan pemerkosaan bergilir oleh warga setempat.  Bahkan ikut berkomplot melakukan kejahatan sangatlah mengejutkan, yang memperlihatkan betapa moralitas telah punah dari tengah masyarakat yang dipimpin oleh PKT dengan ateismenya itu.

Ketika nilai-nilai kehidupan perlahan mulai dicampakkan dan bahkan tidak bersisa sama sekali.  Setiap orang tidak lagi aman, setiap orang sewaktu-waktu bisa menjadi korban berikutnya, karena “perlakuan tidak adil terhadap seorang manusia saja, berarti ancaman bagi seluruh umat manusia”. Masalahnya adalah, warga Tiongkok yang berkebajikan akankah tetap bungkam terus? (sin)