oleh Chen Beichen
Setelah serangan beberapa gelombang varian virus komunis Tiongkok (COVID-19) seperti Delta dan Omicron, Perdana Menteri Inggris Boris Johnson pada Senin (21/2) mengumumkan rencana ‘hidup bersama COVID-19’ (living with COVID-19). Pada saat yang sama mencabut sebagian besar tindakan pencegahan epidemi, termasuk tidak lagi mengharuskan karantina wajib bagi orang yang dikonfirmasi terpapar COVID-19 maupun yang dicurigai berkontak dekat.
Inggris saat ini menetapkan bahwa orang yang dites positif wajib menjalankan isoman, setidaknya selama 5 hari sampai 2 kali tes menunjukkan negatif baru bebas isoman.
Downing Street menyebutkan bahwa ketika Boris Johnson menyampaikan visinya, antara lain ia menyebutkan rencana untuk membatalkan aturan yang membatasi aktivitas publik terkait mencegah penyebaran virus COVID-19, dan tidak lagi memberlakukan isoman wajib dan jadwal pengujian di komunitas yang diharapkan paling cepat dapat terealisasi pada Kamis 21 Februari.
Mulai Maret, Rapid tes tidak akan lagi didistribusikan ke seluruh populasi, skala pelacakan kontak akan dikurangi, bantuan GBP. 500,- kepada warga yang tidak dapat bekerja karena isoman akan dihentikan. Dan pemerintah pusat tidak lagi memiliki hak untuk menerapkan lockdown nasional, dan rumusan tentang langkah-langkah pencegahan pandemii akan didelegasikan kepada pemerintah daerah.
Namun, pemerintah Inggris akan terus mempromosikan vaksinasi, pengujian dan pengobatan, dan akan fokus pada tanggung jawab pribadi dalam pencegahan epidemi di masa depan, yaitu, orang yang didiagnosis terpapar virus harus tinggal di rumah sendiri, seperti dalam kasus influenza.
Downing Street juga menyebutkan, Johnson mengatakan bahwa karena virus tidak akan hilang dalam waktu singkat, masyarakat perlu belajar untuk hidup dengan virus dan terus melindungi diri sendiri tanpa pemerintah yang membatasi kebebasan mereka, dan negara dapat mengadopsi strategi koeksistensi ini karena masyarakat Inggris bersedia secara aktif divaksinasi.
Saat ini, 85% penduduk Inggris di atas usia 12 tahun telah mendapatkan suntikan 2 dosis vaksin, dan lebih dari 65% penduduk telah menerima dosis booster.
Selain itu, kasus baru yang dikonfirmasi setiap hari di negara itu telah turun dari puncaknya pada bulan lalu yang hampir mencapai 220.000 kasus menjadi lebih dari 30.000 kasus, dan jumlah kematiannya juga terus menurun. Hal mana memberi keyakinan kepada Johnson untuk mencabut aturan pembatasan yang berkaitan dengan pencegahan epidemi. Johnson mengatakan kepada BBC pada 20 Februari bahwa ia juga bermaksud untuk mengakhiri pembatasan Covid-19 yang tersisa.
“Kami telah mencapai tahap di mana kami dapat mengalihkan negara dari pemberlakuan peraturan yang melarang tindakan tertentu. Kami membutuhkan warga sipil untuk lebih percaya diri dan kembali bekerja seperti sedia kala,” kata Johnson kepada BBC.
Tetapi Johnson juga mengatakan pemerintahnya tidak akan mengesampingkan penerapan kembali pembatasan jika varian baru muncul di masa depan.
“Anda harus rendah hati dalam menghadapi alam,” katanya.
Sejauh ini tercatat ada 160.000 orang Inggris yang meninggal dunia akibat virus. Jumlah ini merupakan yang tertinggi kedua di Benua Eropa. (sin)