oleh Zhang Ting
Sanksi Barat yang ampuh telah mengguncang sistem keuangan Rusia, memicu kemerosotan nilai Rubel Rusia yang bahkan mencapai rekor terendah dalam jam perdagangan di Bursa Asia. Hal mana mendorong Bank Sentral Rusia untuk segera menaikkan suku bunga. Pada saat yang sama, warga sipil di seluruh Rusia juga berbondong-bondong menuju bank dan ATM untuk menarik dana simpanan mereka.
Pada Senin, nilai tukar Rubel terhadap dolar AS adalah 111 turun sebesar 20% dari harga pada Jumat (25/2) yang 83. Berkat itervensi bank sentral Rusia sehingga nilai rubel tidak jatuh lebih dalam.
Wall Street Journal melaporkan bahwa Sergey Alekashenko, mantan pejabat senior bank sentral Rusia pada akhir tahun 1990-an mengatakan bahwa depresiasi 30 hingga 40 % rubel akan menaikkan tingkat inflasi Rusia sekitar lima poin persentase.
Bank sentral Rusia menaikkan suku bunga acuan menjadi 20 % dari 9,5 % pada hari Senin, sebagai tanggapan terhadap risiko devaluasi rubel dan kenaikan inflasi.
Reuters melaporkan bahwa analis Rabobank saat menjelang pembukaan bursa Moskow, telah memperingatkan bahwa sanksi yang dijatuhkan kepada Rusia telah membuat cadangan devisa Rusia yang merupakan satu-satunya harapan untuk mendukung perkuatan nilai rubel menjadi tidak berfungsi.
“Jika tidak bisa menukar mata uang asing, bahkan emas pun tidak likuid. Hari ini nilai rubel akan runtuh total…” tulis mereka.
Amerika Serikat dan Uni Eropa mencapai kesepakatan akhir pekan lalu, untuk menghapus beberapa bank Rusia dari sistem informasi keuangan SWIFT dan membekukan cadangan bank sentral. Sebagian besar Eropa telah menutup wilayah udaranya untuk maskapai penerbangan Rusia yang dapat mempersulit Rusia memperoleh pengiriman uang tunai.
Putin menghadapi tekanan ekonomi akibat sanksi paling berat yang diberlakukan Barat selama beberapa dekade terakhir.
“Situasi benar-benar tidak kondusif, sanksi serta pembatasan yang diberlakukan terhadap bank sentral hanya akan membuat kondisi bank sentral menjadi semakin buruk”, kata Alexandra Suslina, seorang pakar anggaran di Economic Expert Group di Moskow.
Sanksi baru oleh negara-negara Barat telah memicu kekhawatiran bahwa nilai rubel bisa runtuh. Antrian panjang telah terbentuk di anjungan tunai mandiri (ATM) karena konsumen terlihat memilih “memegang” sendiri dana simpanannya.
Wall Street Journal melaporkan bahwa Albert Ovchinnikov, seorang desainer grafis dan animasi komputer berusia 25 tahun, mengantre dengan seorang teman selama sekitar satu jam pada hari Senin untuk menarik simpanan dolarnya.
“Saya jadi ikut panik sekarang. Sementara orang mengantri dengan tampaknya tenang, tetapi mereka sebenarnya takut uang mereka sendiri (hilang)”, katanya.
Bloomberg melaporkan bahwa Vladimir, seorang programmer berusia 28 tahun, mengantre di ATM di sebuah pusat perbelanjaan di Moskow yang mengatakan : “Saya sudah mengantre selama satu jam.”
“Saya agak terlambat bertindak karena pada awalnya saya pikir itu tidak mungkin terjadi. Tetapi akhirnya saya terkejut juga,” katanya. (sin)