Eric Bess
Terkadang, ketika kita menemukan diri kita dalam situasi yang sulit, kita tidak tahu jalan keluarnya.
Beberapa bulan yang lalu, saya berbicara dengan seorang teman tentang kesulitan saya. Dia mengatakan kepada saya untuk tetap positif dan berkata, “Situasi apa pun dapat diubah menjadi emas.”
Kata-kata teman saya terngiang-ngiang di kepala saya, dan kemudian membuat saya memikirkan sebuah lukisan karya Joseph Wright of Derby yang berjudul The Alchemist in Search of the Philosopher’s Stone (Sang Alkemis Mencari Batu Bertuah).
Alkemis Tradisional
Sebelum kita membicarakan perkataan teman saya dan lukisan Joseph Wright, pertama-tama perlu memberikan pemahaman singkat tentang alkemis tradisional.
Di Barat, alkemis sering kali dikaitkan dengan sesuatu yang mistik seperti pertapa, yang berusaha mengubah logam dasar menjadi emas melalui proses kimia yang kompleks.
Namun alkimia lebih dari sekedar mengubah logam dasar menjadi emas. Alkemis spiritual misalnya, umumnya percaya bahwa cara dunia dan alam semesta bekerja mengungkapkan kehendak Sang Pencipta dan dengan demikian tujuan yang lebih dalam dari kehidupan manusia. Semua kejadian, bahkan yang tampaknya sulit, seperti logam dasar, diubah menjadi keindahan supernatural emas jika semua peristiwa dipahami sebagai kehendak Sang Pencipta.
Bagi sang alkemis, memahami kehendak Sang Pencipta dapat mengungkapkan batu bertuah atau batu filsuf, zat misterius yang dapat membalikkan penuaan, memperpanjang hidup, dan bahkan memberikan keabadian. Itu juga bisa mengarah pada peralihan dari alam manusia ke alam gaib.
Batu filsuf menyebabkan kesulitan besar bagi para alkemis karena hampir mustahil untuk diperoleh. Terserah pada sang alkemis untuk tetap positif dan terus bergerak maju meskipun tugas yang mustahil untuk mendapatkan substansi tersebut.
Selama Zaman Pencerahan, alkimia tradisional dianggap takhayul dan akhir- nya digantikan oleh apa yang sekarang kita kenal sebagai kimia.
‘Sang Alkemis Mencari Batu Bertuah’
Judul lengkap dari lukisan Joseph adalah “Sang Alkemis, Mencari Batu Bertuah, Menemukan Fosfor, dan Berdoa untuk Keberhasilan Akhir Operasi, seperti Kebiasaan Para Astrolog Kimis Kuno”.
Joseph Wright menggambarkan sang alkemis berlutut di bagian bawah komposisi di depan sebotol fosfor. Fosfor bersinar dan menerangi sang alkemis dan benda- benda di lingkungan terdekat, yang meliputi buku-buku dengan simbol astrologi dan bola dunia di atas meja. Fosfor juga menerangi jam di kolom di sudut ruangan.
Sang alkemis, bagaimanapun, tidak melihat fosfor di depannya. Sebaliknya, dia melihat ke luar ke arah dan melampaui bola langit dan bulan di langit. Alisnya yang terangkat tampaknya mendorong pandangannya lebih jauh, mencapai di luar batas komposisi.
Di belakang sang alkemis ada dua murid yang ditempatkan dalam komposisi sebagai titik fokus sekunder. Seseorang duduk di meja, menyalakan lilin, dan menatap tajam pada sang alkemis, yang tampaknya dalam keadaan terangkat jiwanya. Namun dari judul lengkap lukisan itu menjelaskan bahwa dia sedang berdoa. Murid lainnya melihat murid pertama dan menunjuk ke sang alkemis seolah-olah untuk mengulangi pentingnya peristiwa itu.
Langit-langit dan jendela berkubah, elemen arsitektur dari gereja abad pertengahan, juga memberi tahu kita bahwa ini adalah acara keagamaan, bukan sekadar acara ilmiah.
Tambang Emas Di Dalam Jiwa
Lukisan ini dibuat selama Zaman Pencerahan, ketika sains dan rasionalitas menjadi sangat populer, “The Alchemist in Search of the Philosopher’s Stone” karya Joseph Wright mengingatkan para ilmuwan tentang akar kesuksesan mereka: kepercayaan kuno kepada Ilahi.
Sang alkemis berlutut di depan fosfor, tetapi tatapannya melampaui batas komposisi lukisan.Sang alkemis berkomunikasi dengan Sang Pencipta dan berharap untuk keberhasilan eksperimennya. Bertahun-tahun yang sulit dalam mengejar batu filsuf akhirnya menghasilkan sesuatu yang berpotensi berharga. Dengan kata lain, sang alkemis tahu bahwa kehendak Sang Pencipta bertanggung jawab atas kesuksesannya. Hanya melalui kehendak Sang Pencipta, sang alkemis akan dapat menyulap emas.
Kedua murid magang diterangi oleh cahaya lilin yang mereka nyalakan. Wajah mereka yang bercahaya juga menunjukkan perolehan pengetahuan. Namun, bu- kankah hanya lilin yang menunjukkan pengetahuan baru ini, tetapi juga apa yang mereka lihat ketika mereka menyalakan lilin.
Tidak jelas apakah kedua murid magang itu dapat melihat fosfor karena al- ke-mis dan meja dengan kain hijau dapat menghalangi pandangan mereka, dan ini juga menjelaskan mengapa cahaya dari fosfor tidak mencapai wajah kedua murid tersebut meskipun mencapai jam di kolom belakang.
Jika para murid tidak dapat melihat fosfor, mereka pasti melihat sang alkemis dalam momen perasaan takjub. Jika ini masalahnya, maka murid yang menunjuk pada momen tersebut mengulangi pentingnya keyakinan sang alkemis terhadap Ilahi.
Sekarang mari kita kembali ke teman saya yang mengingatkan saya untuk tetap positif dan mengatakan kepada saya, “Situasi apa pun dapat diubah menjadi emas.” Mungkin dia mengalami sesuatu. Dan mungkin, jika pikiran saya mencerminkan kehendak Sang Pencipta, setiap situasi, bahkan yang tampak sulit, dapat dilihat sebagai bagian dari sumber Ilahi dan emasnya.
Mungkin keadaan sulit kita hanyalah apa yang dikehendaki Sang Pencipta, dan itu merupakan proses yang diperlukan untuk menempa jiwa kita menjadi emas. Mungkin jika kita tetap positif, mencari harmoni antara langit dan bumi, dan menyelaraskan diri dengan kehendak Sang Pencipta, maka kita akan menemukan sesuatu yang baru tentang diri kita. Dan mungkin, mungkin saja, kita akan menemukan tambang emas di dalamnya. (aus)
Pernahkah Anda melihat sebuah karya seni yang Anda pikir indah tetapi tidak tahu apa artinya? Dalam seri kami “Mencapai Ke Dalam: Apa yang Ditawarkan Seni Tradisional untuk Hati”, kami menafsirkan seni visual klasik dengan cara yang mungkin berwawasan moral bagi kita di hari ini. Kami mencoba mendekati setiap karya seni untuk melihat bagaimana kreasi sejarah kita dapat menginspirasi dalam diri kita kebaikan bawaan kita sendiri.