Luo Tingting
Invasi Rusia ke Ukraina telah dikenai sanksi berat oleh dunia internasional. Agresi menyebabkan ketegangan dan melonjaknya harga di Rusia. Banyak yang ingin melarikan diri dari Rusia. Warga khawatir kemungkingan diberlakukannya wajib militer.
Kantor berita Reuters melaporkan pada 4 Maret, bahwa pemerintah Rusia membantah desas-desus tentang darurat militer dapat diberlakukan dan mencegah pria usia sekolah untuk pergi. Akan tetapi, banyak warga Rusia tidak ingin mengambil risiko tetap tinggal di negaranya.
Seorang pria Rusia berusia 29 tahun mengatakan, dia pindah kembali ke Moskow dari Eropa Barat sekitar setahun lalu, tetapi dia telah membeli tiket penerbangan akhir pekan ke Istanbul dan tidak akan kembali ke Moskow.
“Saya khawatir saya akan direkrut besok dan saya tidak akan bisa terbang,” kata pria yang tidak mau disebutkan namanya itu.
“Ketika saya kembali setahun yang lalu, saya tidak pernah bermimpi bahwa tempat ini akan berubah menjadi neraka,” tambahnya.
Pria Rusia berusia 38 tahun lainnya mengatakan, dirinya berhasil membeli penerbangan mahal ke Timur Tengah selama akhir pekan.
“Saya tidak ingin bergabung dalam perang ini,” katanya. Ia tidak percaya disinformasi pemerintah Rusia tentang situasi di Ukraina.
Pemerintahan Putin mengklaim akan melakukan misi penjaga perdamaian di Ukraina, tetapi setelah tentara Rusia menginvasi Ukraina, mereka melakukan pengeboman sembarangan di beberapa kota, menewaskan sedikitnya 2.000 warga sipil Ukraina, termasuk anak-anak.
Tentara Rusia juga menderita banyak korban di Ukraina. Militer Rusia mengumumkan bahwa ada ratusan tentara yang tewas, tetapi militer Ukraina melaporkan bahwa jumlah korban Rusia mencapai 9.000 orang.
Komunitas internasional mengutuk Rusia. Pasalnya, meluncurkan perang invasi terbesar sejak Perang Dunia II. Oleh karena itu, dunia memberlakukan sanksi ekonomi yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap Rusia. Ekonomi Rusia jatuh ke dalam isolasi, rubel anjlok sepertiga, mencapai rekor terendah, melonjaknya harga barang di Rusia, dan kesejahteraan dan kehidupan rakyat sangat berdampak.
Warga Rusia yang takut simpanan mereka akan dibekukan oleh pemerintah, berbondong-bondong ke bank atau ATM, menunggu untuk menarik uang tunai. Tetapi seorang warga Moskow mengungkapkan gagalnya penarikan uang tunai di beberapa ATM yang berbeda.
Situs web rakyat Rusia “We are not alone” telah mengumpulkan lebih dari 39 pernyataan dari akademisi, seni, media, musik, keuangan, dan bidang lainnya, dengan total hampir 100.000 profesional. Mereka menandatangani surat terbuka yang menentang invasi ke Ukraina.
Pada 1 Maret, petisi berbahasa Rusia menentang perang agresi terhadap Ukraina di situs web petisi global “Change.org” telah melampaui 1 juta tanda tangan.
Menteri luar negeri pertama Rusia, Andrei Kozyrev, pada 1 Maret meminta semua diplomat Rusia untuk mengundurkan diri sebagai protes atas perang kanibalisme berdarah melawan Ukraina.
Dua anggota Partai Komunis Rusia yang berpartisipasi dalam pemungutan suara untuk mengakui kemerdekaan wilayah Ukraina dan Timur juga mengatakan, “kami memilih untuk perdamaian, bukan perang, dan bukan pemboman Kyiv.”
Namun demikian, beberapa orang khawatir bahwa situasi domestik di Rusia akan semakin memburuk dan memilih melarikan diri.
“Saya malu karena saya tidak tinggal di Rusia, saya tidak berjuang sampai akhir, saya tidak memprotes di jalan-jalan,” kata seorang wanita Rusia berusia 29 tahun yang memesan penerbangan ke Israel pada Minggu.
“Jika Anda pergi melawan perang, mereka akan menangkap Anda, dan ada undang-undang tentang makar,” kata wanita itu kepada Reuters, yang berbicara tanpa menyebutkan namanya.
Kantor kejaksaan negara Rusia memperingatkan pada 27 Februari, bahwa siapa pun yang membantu negara lain dalam membahayakan keamanan Rusia dapat didakwa dengan pengkhianatan, yang dapat dihukum hingga 20 tahun penjara.
Reuters melaporkan bahwa bukan hanya warga Rusia yang ingin melarikan diri, seorang wanita Filipina yang bekerja sebagai pengasuh di Moskow juga mengajukan visa.
“Saya sangat ingin mendapatkan visa, saya takut di sini,” kata wanita Filipina itu. (hui)