oleh Antonio Graceffo
Saat negara-negara paling berpengaruh di dunia bersatu dalam tanggapan keras terhadap invasi Ukraina, menjatuhkan sanksi-sanksi ekonomi yang melumpuhkan Rusia, Amerika Serikat sedang berusaha untuk mematahkan poros Beijing-Moskow, dengan kemungkinan sanksi-sanksi terhadap perusahaan Tiongkok yang terus mendukung Rusia.
Amerika Serikat telah menanggapi ancaman yang berkembang dari komunis Tiongkok dengan mendirikan Pusat Misi Tiongkok dan dengan mendaftar sekutu-sekutu untuk menahan Tentara Pembebasan Rakyat.
The Central Intelligence Agency (CIA), Kementerian Pertahanan, dan Kongres bersatu dalam pendiriannya melawan Tiongkok dan Rusia. Direktur Badan Intelijen Pusat William Burns mengidentifikasi Tiongkok sebagai tantangan dan prioritas utama bagi CIA, yang menjamin pendirian Pusat Misi Tiongkok yang baru. Rencana Undang-Undang kebijakan pertahanan Amerika Serikat tahun lalu sebesar USD 768 miliar–—terbesar dalam sejarah–—secara khusus menargetkan ancaman dari Tiongkok dan Rusia.
Rencana Undang-Undang tersebut juga menggarisbawahi perlunya memerangi teknologi yang mengganggu, terutama teknologi-teknologi yang dikembangkan oleh Tiongkok, seperti rudal-rudal hipersonik, kecerdasan buatan, dan komputasi kuantum.
Rencana Undang-Undang tersebut juga mencakup USD 7,2 miliar untuk Inisiatif Penanggulangan Pasifik, yaitu konsisten dengan strategi Amerika Serikat yang secara geografis mengisolasi militer Tiongkok. “Pengendalian,” “kemitraan,” dan “aliansi-aliansi” adalah kata-kata yang sering digunakan oleh anggota-anggota parlemen Amerika Serikat ketika membahas perlunya menumbuhkan sekutu untuk bangkit melawan rezim Tiongkok.
Jepang, Korea Selatan, dan Taiwan meningkatkan keamanannya untuk bertahan melawan agresi Tiongkok. Anggaran pertahanan Amerika Serikat mengalokasikan uang untuk pelatihan gabungan dan patroli dengan negara-negara ini serta Australia, Inggris, Selandia Baru, India, dan negara-negara Eropa lainnya.
Ancaman Uni Soviet lama memunculkan Organisasi Perjanjian Atlantik Utara (NATO). Hari ini, mandat NATO telah diperluas untuk mencakup Tiongkok. Aliansi-aliansi lainnya yang dipimpin Amerika Serikat memusatkan perhatian untuk mengendalikan Tiongkok termasuk Five Eyes, Dialog Keamanan Kuadrilateral, dan AUKUS.
Ke depan, pemerintahan Joe Biden berencana untuk mempromosikan “konektivitas yang lebih besar” di antara negara-negara demokrasi Barat, yang semakin memperluas jaringan sekutu-sekutu Amerika Serikat.
Washington juga melarang investasi di banyak perusahaan-perusahaan teknologi Tiongkok, sementara melarang teknologi Tiongkok tertentu dari Amerika Serikat. Lebih banyak lagi tindakan keras yang komprehensif terhadap teknologi Tiongkok dapat memiliki beberapa efek positif.
Pertama, hal itu akan menghambat upaya-upaya propaganda Beijing, khususnya melalui aplikasi dan media sosial.
Dan kedua, hal itu akan menurunkan pendapatan Tiongkok, yang akan memberi Beijing lebih sedikit uang untuk ekspansi militer. Lebih-lebih lagi, menghentikan investasi teknologi antara kedua negara akan mencegah rezim Tiongkok untuk memperoleh teknologi Amerika Serikat, menghalangi kemajuan Tiongkok.
Gedung Putih telah meminta Tiongkok untuk mengutuk invasi Rusia ke Ukraina. Sejauh ini, Partai Komunis Tiongkok telah menolak untuk menyebut hal itu sebagai sebuah invasi, dan bahkan abstain dari pemungutan suara di PBB untuk memaksa Rusia mundur dari Ukraina.
Partai Komunis Tiongkok telah meminta kedua belah pihak untuk bertindak dengan menahan diri dan untuk mencapai sebuah solusi yang dinegosiasikan. Dalam sebuah pernyataan baru-baru ini, Beijing melangkah lebih jauh dengan mengatakan bahwa Beijing menghormati kedaulatan Ukraina.
Pada awal krisis Ukraina, tampaknya Partai Komunis Tiongkok akan mendukung Rusia dan bahwa sanksi-sanksi ekonomi terhadap Rusia akan mendorong Moskow lebih dalam ke orbit Beijing. Namun, sekarang, Partai Komunis Tiongkok tampaknya mundur sedikit, tetapi masih harus dilihat seberapa jauh Tiongkok mundur.
Washington diperkirakan akan meminta Beijing untuk bergabung dalam sanksi terhadap Rusia. Gedung Putih pada 24 Februari melarang penjualan chip Amerika Serikat ke Rusia dan sedang bersiap untuk menekan Tiongkok untuk melakukan hal yang sama. Memotong akses Rusia ke chip tersebut akan sangat menghambat kemampuan Rusia untuk mengobarkan sebuah perang modern.
Tiongkok adalah pemasok terbesar Rusia, menyediakan 70 persen chip Tiongkok untuk Rusia melalui perusahaan seperti Semiconductor Manufacturing International Corp. dan Lenovo Group Ltd. Larangan Amerika Serikat meluas ke teknologi yang dibuat dengan input Amerika Serikat, di mana pun komponen sebenarnya diproduksi, mempengaruhi beragam perusahaan Tiongkok. Semiconductor Manufacturing International Corp, berpotensi ditargetkan untuk sanksi Amerika Serikat jika terus mengekspor ke Rusia.
Presiden Joe Biden memperingatkan bahwa “Vladimir Putin akan menjadi paria di panggung dunia internasional. Negara mana pun yang menyetujui agresi Rusia yang memalukan terhadap Ukraina akan ternoda oleh hubungan tersebut.”
Meskipun Joe Biden tidak menyebut nama Tiongkok, maksud Joe Biden adalah jelas. Jika Partai Komunis Tiongkok menolak untuk mundur dari dukungannya terhadap Rusia, Amerika Serikat akan menyiapkan sanksi-sanksi tambahan yang akan menekan Tiongkok keluar dari pengaturan perdagangan yang menguntungkan dengan Eropa dan negara-negara Barat lainnya.
Tiongkok tetap menjadi faktor yang tidak diketahui dalam apa yang mungkin menjadi sebuah perang NATO melawan Rusia. Akibatnya, rilis sebuah dokumen strategi pertahanan nasional Amerika Serikat telah ditunda, hingga menjadi jelas apakah Amerika Serikat akan berperang di satu atau dua front.
Para analis percaya bahwa respon Amerika Serikat terhadap Rusia akan berdampak pada perilaku Partai Komunis Tiongkok terhadap Taiwan. Pada saat yang sama, beberapa orang percaya bahwa krisis Ukraina ini akan memperkuat perlawanan Barat terhadap kebangkitan Tiongkok.
Dan, sementara Partai Komunis Tiongkok mungkin melihat reaksi Amerika Serikat terhadap Rusia untuk memutuskan langkah selanjutnya, Amerika Serikat dapat melihat tanggapan Moskow untuk memprediksi perilaku Partai Komunis Tiongkok, jika sanksi-sanksi serupa dan isolasi ekonomi dikenakan pada Tiongkok. (Vv)
Antonio Graceffo, Ph.D., telah menghabiskan lebih dari 20 tahun di Asia. Dia adalah lulusan Universitas Olahraga Shanghai dan meraih gelar MBA Tiongkok dari Universitas Jiaotong Shanghai. Graceffo bekerja sebagai profesor ekonomi dan analis ekonomi Tiongkok, menulis untuk berbagai media internasional. Beberapa bukunya tentang Tiongkok termasuk “Beyond the Belt and Road: China’s Global Economic Expansion” dan “A Short Course on the Chinese Economy.”