Lockdown Ekstrem Kota Shanghai : Banyak Jalan Utama Ditutup Permanen dengan Pagar Besi

oleh Chen Jie, Li Shanshan dan Wang Zizhen 

Beberapa hari yang lalu, beredar berita bahwa pihak berwenang Tiongkok telah menetapkan 20 April sebagai batas waktu mewujudkan “Nol kasus infeksi” di masyarakat. Namun banyak jalan utama di Distrik Pudong dan Puxi di Shanghai tiba-tiba ditutup secara permanen dengan teralis besi. Hal mana menuai kritikan dan kemarahan publik karena sampai saat ini pun pihak berwenang tidak memberitakan alasannya.

Video online menunjukkan bahwa pada 19 dan 20 April, banyak jalan di Distrik Pudong dan Puxi, Shanghai tidak dapat dilewati oleh baik kendaraan maupun pejalan kaki. Rekaman menunjukkan bahwa pekerja konstruksi sedang memasang teralis besi yang tiangnya ditanam sampai sedalam 1 meter di bawah tanah. 

Radio Free Asia berdasarkan peta Baidu dan umpan balik informasi di tempat melaporkan bahwa selain di Distrik Changning, Distrik Huangpu dan Distrik Xuhui, lebih dari 10 distrik di Kota Shanghai telah mengalami penutupan jalan-jalan utama. Sedangkan jalan yang tidak dilakukan penutupan ekstrem adalah jalan dimana terdapat gedung instansi pemerintah atau partai.

Terkait dengan kejadian ini, beberapa warga mengatakan bahwa pemerintah mungkin khawatir terhadap timbulnya kerusuhan masyarakat Shanghai yang resah karena kelaparan, sehingga menutup permanen jalan-jalan utama dengan teralis besi.

Warga Shanghai bermarga Luo mengatakan : “Tampaknya mereka sudah menduga dan takut kalau kesabaran (warga) Shanghai sampai batas tertentu bisa sulit dikendalikan, berontak karena kehabisan makanan”. 

Ada warga yang menertawakan pemerintah dengan mengatakan bahwa menutup jalan untuk menunjukkan kepada pemerintah pusat di Beijing bahwa “Nol kasus infeksi” sudah terwujud di Kota Shanghai. Walaupun sebenarnya jumlah kasus infeksi terus meningkat.

Mrs. Tian, warga Shanghai mengatakan : “Tidak ada cara lain kecuali menutup jalan. Mungkin itu kebijakan untuk dua hari ke depan. Agar “Nol kasus infeksi” tercapai sesegera mungkin”.

Beberapa orang mengkritik pejabat pemerintah karena bertindak sewenang-wenang tanpa mempedulikan kepentingan masyarakat.

Seorang pria Shanghai bermarga Li mengatakan : “Tampaknya mereka sama sekali tidak berencana mencabut penutupan kota. Bertindak sewenang-wenang yang sulit diterima akal sehat ! Anda tidak dapat menggunakan pemikiran orang normal untuk menganalisis apa yang akan mereka lakukan di kemudian hari. Coba lihat, bagaimana rumah sakit justru ditutup selama epidemi sedang mengganas ?”

“Jalan dikelola secara manajemen jaringan, begitu satu gagasan muncul, langsung dilaksanakan tanpa pikir panjang juga tanpa rancangan yang menyeluruh. Kita sebagai warga sipil Tiongkok sudah tidak lagi memiliki keadilan. Apa itu keadilan ? Bisa makan dan bertahan hidup itu saja rasa keadilan”, kata Ms. Hao, warga Shanghai. 

Sejumlah komentar netizen yang mengkritik tindakan ekstrem otoritas antara lain berbunyi : Bagaimana makanan diangkut ke komunitas-komunitas penduduk ? Apakah semua orang sudah tidak butuh makan ? Apakah otoritas Shanghai bermaksud menciptakan bencana kelaparan ? (sin)