oleh Zhang Ting
Pada Rabu 10 Agustus, Beijing mengumumkan bahwa latihan militer di perairan seputar Taiwan telah menyelesaikan berbagai tugas, hal ini menunjukkan bahwa latihan militer kali ini mungkin dianggap selesai. Pada hari yang sama, Beijing merilis “Buku Putih tentang Isu Taiwan”, menegaskan kembali bahwa mereka tidak akan melepaskan rencana reunifikasi Taiwan lewat kekuatan militer. Para ahli percaya bahwa diriliskannya buku putih itu bertepatan waktu dengan latihan militer yang tujuannya tak lain adalah untuk mengintimidasi rakyat Taiwan lewat kekuatan yang kemudian diikuti dengan intimidasi verbal.
Buku putih tidak memberikan jadwal kapan partai komunis Tiongkok akan melakukan penyatuan Taiwan, tetapi menyebutkan bahwa tidak bisa terus berjalan seperti ini dari generasi ke generasi. Buku putih itu juga mengklaim bahwa pemerintah Tiongkok sepenuhnya memiliki kedaulatan atas Taiwan.
Buku putih itu sekali lagi mengancam bahwa Beijing tidak akan berkomitmen untuk meninggalkan penggunaan kekuatan senjata dalam melakukan penyatuan, dan bahwa reunifikasi Taiwan lewat kekuatan senjata akan menjadi pilihan terakhir yang dibuat di bawah upaya terakhir.
Pakar menginterpretasikan mengapa buku putih diumumkan saat ini
Menanggapi serangkaian intimidasi verbal dari rezim Beijing, media Inggris “The Guardian” melaporkan pada 10 Agustus bahwa Dr. Lin Ying-yu dari Institut Urusan Internasional dan Strategi Universitas Tamkang (Universitas Tamkang) percaya bahwa dokumen ini kemungkinan besar memang sengaja dirilis bertepatan dengan waktu latihan militer “pengepungan” Taiwan.
“Setelah mengintimidasi dengan kekerasan, mereka (PKT) lalu melakukan intimidasi verbal.” Lin Ying-yu mengatakan. “Mereka ingin membuat rakyat Taiwan merespons dengan cara yang berbeda agar opini terpecah”.
Ketika buku putih itu diumumkan, militer Tiongkok langsung juga menyebutkan bahwa latihan militer di sekitar perairan Taiwan yang berlangsung beberapa hari telah menyelesaikan berbagai tugasnya. Dunia luar umumnya percaya bahwa ini berarti bahwa rangkaian latihan militer “pengepungan” Taiwan yang diadakan baru-baru ini telah berakhir. Militer Tiongkok mengatakan bahwa pihaknya akan melakukan “patroli rutin” di seputar perairan Taiwan pada masa mendatang.
Pemerintah Taiwan mengecam tindakan Beijing yang menggunakan latihan militer beberapa hari terakhir ini untuk mensimulasikan serangan terhadap Taiwan.
Apa saja informasi yang diungkapkan buku putih ?
Buku putih tersebut juga menegaskan bahwa Taiwan tidak memiliki dasar, alasan, atau hak untuk berpartisipasi dalam Perserikatan Bangsa-Bangsa dan organisasi internasional lainnya yang hanya dapat diikuti oleh negara berdaulat.
Dalam buku putih, PKT kembali menggembar-gemborkan mengenai kerangka kerja Satu Negara Dua Sistem, yang tujuannya adalah ingin menjelaskan kepada dunia luar bahwa ia ingin memerintah Taiwan dengan metode tersebut. Buku putih itu juga menggunakan Hong Kong sebagai contoh untuk menjelaskan bahwa setelah gerakan protes anti-ekstradisi meletus di Hongkong pada 2019, PKT mengambil serangkaian tindakan untuk memperbaiki sistem kelembagaan Satu Negara Dua Sistem. PKT mengklaim bahwa praktik Satu Negara Dua Sistem telah mencapai “keberhasilan yang diakui secara universal”.
Faktanya, penindasan rezim Beijing terhadap demokrasi di Hongkong dan penggunaan “Undang-Undang Keamanan Nasional versi Hongkong” untuk menangkap tokoh-tokoh pro-demokrasi membuat rakyat Taiwan melihat prospek jika Taiwan dikuasai PKT, hal mana menjadi kekuatan pendorong utama di balik penolakan luar biasa rakyat Taiwan terhadap kebijakan Satu Negara Dua Sistem. Negara-negara Barat juga mengutuk Beijing hanya menggunakan Satu Negara Dua Sistem sebagai topeng, yang memaksa rakyat Hongkong kehilangan kesempatan untuk menikmati otonomi tingkat tinggi.
Kejadian yang dialami rakyat Hongkong juga membuat lebih banyak rakyat Taiwan mendesak pemerintah Taiwan untuk bersikap keras terhadap Beijing, yang membantu Presiden Tsai Ing-wen menang telak dalam pemilihan presiden pada Januari 2020.
Ini adalah buku putih isu Taiwan ketiga yang dirilis PKT. Dua buku putih terdahulu masing-masing dirilis pada 1993 dan 2000. Dibandingkan dengan dua buku itu, isi buku putih ketiga ini PKT telah melenyapkan janji bahwa “Taiwan akan menjalankan otonomi tingkat tinggi setelah reunifikasi, dan pemerintah pusat tidak akan mengirim pasukan dan personel administrasi ke Taiwan”.
Analisis menjelaskan bahwa hal ini mencerminkan Xi Jinping berniat mengurangi hak otonomi yang diberikan kepada pemerintahan Taiwan setelah pulau tersebut dikuasai.
Dr. Mark Harrison, seorang dosen senior peneliti urusan Tiongkok di Universitas Tasmania, Australia mengatakan bahwa buku putih PKT ini sama saja dengan meminta rakyat Taiwan untuk menanggalkan demokrasi dan kedaulatan yang telah mereka perjuangkan selama beberapa dekade.
Harrison mengatakan bahwa kesimpulan buku putih itu menyebutkan, Beijing dapat menggunakan “semua tindakan yang diperlukan” untuk mencapai reunifikasi dan mengidentifikasi apa yang disebut “separatis atau kekuatan eksternal”.
“Ini adalah tanda-tanda yang cukup mengganggu, tampaknya mereka sedang bersiap untuk membenarkan tindakan militer yang diambil PKT terhadap Taiwan”, kata Harrison.
Koresponden Al Jazeera untuk Tiongkok, Patrick Fok mengatakan bahwa Taiwan mungkin tidak tertarik dengan pernyataan terbaru tentang reunifikasi yang digambarkan Beijing dalam buku putih.
Dalam buku putih itu, Beijing mengulangi seruannya kepada Taiwan agar bereunifikasi di bawah model Satu Negara Dua Sistem, kata Patrick Fok. Tetapi setelah insiden (latihan militer) dalam beberapa hari terakhir, minat rakyat Taiwan terhadap Satu Negara Dua Sistem semakin kecil. Selain itu, rakyat Taiwan juga telah melihat bagaimana PKT memberlakukan Hongkong yang awalnya dijanjikan Satu Negara Dua Sistem.
Dewan Urusan Daratan, sebuah dewan di bawah Eksekutif Yuan Republik Tiongkok menyatakan bahwa buku putih itu “penuh dengan angan-angan tetapi kosong dengan kenyataan”.
Dewan Urusan Daratan di Taiwan ini juga menyatakan bahwa apa yang disebut “strategi keseluruhan untuk Taiwan” dan lagu-lagu lama lainnya yang dilukiskan dalam buku putih ini, hanyalah untuk kebutuhan penjelasan ke internal partai menjelang Kongres Nasional ke-20. Itu penuh dengan tipuan propaganda yang membuat rakyat Taiwan muak terhadapnya. Dan, opini publik arus utama telah lama dengan tegas menolak Satu Negara Dua Sistem. 23 juta rakyat Taiwan yang memiliki hak untuk menentukan masa depan Taiwan, dan mereka tidak akan pernah mau menerima finalitas lintas selat yang ditetapkan oleh rezim otoriter. (sin)